Pertanyaan
Assalamualaikum Ustadz, saya punya hutang pada kakak saya, disaat saya mau kembalikan kakak saya bilang pake saja, tp setelah wasiat almarhum ayah dibuka Isinya bahwa rumah diberikan sy oleh almarhumah. kaka saya meminta utk segera mengembalikan. sy belom ad uang…tp ttp sy akan kembalikan ,Kk sy jd sprti putus persaudaraan dg sy ,Bagaimana sikap sy kepada kk sy , Kk sy jg semakin jauh hubungan nya dg ibu sy, Tidak pernah menafkahi ibu sy… Pdhl dia berjanji dan dia akan menanggung kebutuhan ibu sya… Dan sy tak boleh memikirkan kebutuhan ibu sy… Setiap lebaran pulang hanya sekedar mampir sj kerumah ibu sy… Dia lbh ke rumah adik yg satunya, Pdhal dahulu dia benci sm adiknya tersebut.stlh sy satukan sekarang malah berbalik kondisinya , Istri nya jg diceraikan… Dan malah menikah sirih dg istri kedua krna hamil diluar nikah. Anak2 nya jg semakin jauh Dr ayahnya (kk sy)
Waalaikumussalam Warahmatullah Wabarakatuh,
Bismillah. Ada tiga masalah pokok yang bisa dirumuskan dari pertanyaan. 1. Masalah hutang, 2. Masalah wasiat tentang rumah peninggalan almarhum ayah, 3. Masalah silaturahmi.
Pertama: Tentang hutang, hukumnya wajib dibayarkan ketika sudah jatuh tempo dan memiliki kemampuan. Apabila belum ada kemampuan, maka harus ada kemauan yang sungguh-sungguh untuk secara bertahap melunasinya. Jadi, pihak yang berhutang harus memiliki kesungguhan upaya untuk membayar, agar dimudahkan Allah swt. Rasulullah saw bersabda:
مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللَّهُ عَنْهُ، وَمَنْ أَخَذَ يُرِيدُ إِتْلاَفَهَا أَتْلَفَهُ اللَّهُ
“Siapa yang membawa (berhutang) harta orang, sedangkan ia ingin melunasinya, maka Allah akan melunaskannya. Dan siapa yang membawa (berhutang) dengan maksud membinasakannya, maka Allah membinasakannya” (HR. Bukhari).[1]
Sedangkan pihak pemberi piautang memberi tangguh dan kelonggaran kepada orang yang sedang kesulitan. Allah swt berfirman:
وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ
“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan.” (QS. Al-baqarah/2: 180)
Kedua: Tentang wasiat harta waris. Wasiat almarhum yang memberikan rumah kepada salah seorang ahli waris, hukumnya tidak sah dan tidak berlaku karena tidak dibenarkan oleh rasulullah saw. beliau bersabda:
إِنَّ اللَّهَ أَعْطَى كُلَّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ، وَلاَ وَصِيَّةَ لِوَارِثٍ
“Sesungguhnya Allah telah memberikan kepada setiap yang memiliki hak akan haknya. Dan tidak ada wasiat untuk seorang ahli waris” (HR. Tirmidzi)[2].
Setiap ahli waris telah ditentukan berapa bagian masing-masing. Itulah haknya. Dengan demikian, rumah peninggalan tersebut adalah termasuk harta waris yang menjadi hak para ahli waris sesuai bagian masing-masing yang ditetapkan dalam hukum syariat Islam. Ini harus dijelaskan suapaya tidak memakan harta orang lain secara batil yang membahayakan kehidupan seseorang di dunia dan akhiratnya.
Ketiga: Tentang silaturahmi, bahwa memutuskan hubungan persaudaraan dengan sanak famili merupakan perbuatan haram dan berdosa. Bahkan rasulullah saw memberikan warning dalam sabdanya:
لاَ يَدْخُلُ الجَنَّةَ قَاطِعٌ
“Tidak masuk surga, orang yang memutuskan hubungan silaturahmi” (HR. Bukhari dan Muslim).[3]
Penyambung silaturhmi yang sesungguhnya adalah orang yang menyambung hubungan dengan saudara yang memutuskannya. Rasulullah saw bersabda:
لَيْسَ الوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ، وَلَكِنِ الوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا
“Orang yang menyambung bukanlah orang yang membalas kebaikan saudara dengan kebaikan yang setimpal. Melainkan penyambung itu adalah orang yang ketika hubungan persaudaraannya diputus, ia menyambungnya kembali”.[4]
[1] Shahih Bukhari, 2387.
[2] Sunan Tirmidzi, 2121. Tirmidzi mengatakan: Hadits Hasan Shahih.
[3] Shahih Bukhari, 5984. Shahih Muslim, 2556.
[4] Shahih Bukhari, 5991.