Sahkah Sholat Yang Diimami Oleh Imam yang Kerja Ditempat Riba

Pertanyaan  

Bolehkah dan sah-kah orang yang masih bekerja di Bank Konvensional (Riba) menjadi imam sholat? Dan sejauh mana imam bertanggung jawab terhadap syarat, sah dan diterimanya ibadah sholat para jama’ah?Mohon penjelasannya ya Ust, Sementara di tempat itu yang paling bagus bacaan Qurannya dan paling banyak hafalannya adalah imam tersebut.

Jawaban
Ustadz Abdullah Haidir, Lc.

Alhamdulillah washalatu wassalamu ala rosulillah.

Pertanyaan ini ada dua masalah.

Pertama, hukum orang yang bekerja di bank konvensional. Telah diketahui bahwa bank konvensional beroperasi berdasarkan sistem  riba. Maka orang yang bertransaksi riba, termasuk orang yang melakukan pencatatan atau menjadi saksinya, tergolong melakukan praktek riba yang diharamkan dan karenanya dianggap berdosa.

عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: لَعَنَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا، وَمُؤْكِلَهُ، وَكَاتِبَهُ ، وَشَاهِدَيْهِ  وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ (رواه مسلم)

“Dari Jabir dia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melaknat pemakan riba, yang mewakilkan, pencatatnya dan kedua saksinya.” Dia berkata, “Mereka sama (dosanya).” (HR. Muslim)

Kedua, hukum orang yang fasik menjadi imam. Maksudnya adalah jika seseorang dikenal selalu melakukan perbuatan dosa, dikenal dengan istilah fasik, apa sah hukumnya jika dia menjadi imam shalat?

Dalam hal ini ulama berbeda pendapat, namun para ulama dalam mazhab Syafii dan Hanafi berpendapat bahwa hukum imam yang fasik adalah sah, tapi makruh.

Imam Nawawi berkata dalam kitabnya ; Al-Majmu Syarhul Muhazab (23/341),

صَلاةُ ابْنِ عُمَرَ خَلْفَ الْحَجَّاجِ بْنِ يُوسُفَ ثَابِتَةٌ فِي صَحِيحِ الْبُخَارِيِّ , وَغَيْرُهُ فِي الصَّحِيحِ أَحَادِيثُ كَثِيرَةٌ تَدُلُّ عَلَى صِحَّةِ الصَّلاةِ وَرَاءَ الْفُسَّاقِ وَالأَئِمَّةِ الْجَائِرِينَ .قَالَ أَصْحَابُنَا : الصَّلاةُ وَرَاءَ الْفَاسِقِ صَحِيحَةٌ لَيْسَتْ مُحَرَّمَةً , لَكِنَّهَا مَكْرُوهَةٌ , وَكَذَا تُكْرَهُ وَرَاءَ الْمُبْتَدِعِ الَّذِي لا يَكْفُرُ بِبِدْعَتِهِ , وَتَصِحُّ , فَإِنْ كَفَرَ بِبِدْعَتِهِ فَقَدْ قَدَّمْنَا أَنَّهُ لا تَصِحُّ الصَّلاةُ وَرَاءَهُ كَسَائِرِ الْكُفَّارِ , وَنَصَّ الشَّافِعِيُّ فِي الْمُخْتَصَرِ عَلَى كَرَاهَةِ الصَّلاةِ خَلْفَ الْفَاسِقِ وَالْمُبْتَدِعِ , فَإِنْ فَعَلَهَا صَحَّتْ.

 “Shalatnya Ibnu Umar di belakang Al-Hajaj bin Yusuf, riwayatnya shahih dalam Shahih Bukhari. Begitu pula kisah lainnya dalah kitab Shahih terdapat banyak hadits yang menunjukkan sahnya shalat di belakang orang fasik dan pemimpin zalim. Shalat di belakang orang fasik adalah sah, tidak diharamkan. Tetapi dia makruh, sebagaimana makruhnya shalat di belakang pelaku bid’ah yang bid’ahnya tidak membuatnya kafir, akan tetapi shalatnya sah. Namun jika bid’ahnya dapat membuat kufur, maka telah kami jelaskan bahwa shalat di belakangnya tidak sah, sebagaimana shalat di belakang orang kafir. Imam Syafii telah nyatakan dalam kitab Mukhtashar bahwa shalat di belakang orang fasik dan pelaku bid’ah adalah makruh, tapi jika dilakukan maka hukumnya sah.”

Wallahu a’lam.