Pertanyaan
Assalamualaikum, Ustadz. Saya ingin bertanya kepada Ustadz terkait hukum peminjaman uang (berbunga) pada bank konvensional untuk keperluan kredit kendaraan. Pada praktiknya cukup sulit bagi kami untuk membayar secara kontan, sedangkan perangkat bank yang syariah sangat terbatas dan hanya di beberapa kota saja. Terkait pembayaran kredit secara tertib, insya Allah tidak ada kendala untuk melunasi.
Waalaikumussalam. Setiap kredit atau transaksi yang terjadi antara lembaga keuangan konvensional dan nasabah, seperti halnya kredit rumah, tidak diperkenankan karena skema yang terjadi adalah pinjaman berbunga yang tidak diperkenankan dalam Islam sebagaimana firman Allah
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (QS. Al-Baqarah : 275).
dan sebagaimana kaidah,
كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ رِبَا
“Setiap pinjaman yang memberikan manfaat / benefit (yang dipersyaratkan) bagi kreditur itu riba”.
Riba yang dimaksud poin di atas adalah baik riba besar maupun kecil, untuk kebutuhan produktif atau konsumtif karena nash-nash yang mengharamkan riba adalah umum, tidak membedakan besar atau kecil, konsumtif atau produktif.
Akan tetapi, jika pada praktiknya ada atau terjadi kondisi darurat dengan kriteria, diperkenankan untuk mengambil kredit di bank konvensional. Kriteria kondisi darurat tersebut adalah 1) tidak ada alternatif bank syariah atau ada, tetapi sulit untuk ditunaikan, 2) kebutuhan akan rumah adalah kebutuhan sekunder atau primer, serta 3) diperbolehkan sekadarnya selama tidak ada bank syariah, entitas, atau lembaga yang memenuhi kebutuhan, tetapi jika ada alternatif maka harus beralih ke syariah atau sejenisnya. Hal ini sebagaimana kaidah tentang darurat,
الْحَاجَةُ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُوْرَةِ
“Keperluan (akan sesuatu) dapat menempati posisi (setara dengan) darurat”;
الضَّرُورَاتُ تُبِيحُ الْمَحْظُورَات
“Keadaan darurat (menyebabkan) dibolehkannya (hal-hal) yang terlarang”;
مَا اُبِيْحُ لِلضَّرُوْرَةِ يُقَدَّرُ بِقَدَرِهَا
“Apa yang dibolehkan karena adanya darurat diukur menurut kadarnya”.