Memaksakan Anak untuk Sholat di Sekolah

Pertanyaan  

Ana seorang guru disekolah sd,  apakah salah ketika ana meminta anak2 yg tdk sholat dirumah kemudian dilaksanakan konsekwensi logis,  untuk melaksanakan sholat yg ditinggalkan di sekolah?  Krn kami ingin anak mengerti pesan bahwa umat islam tdk boleh meninggalkan sholat,  wabil khusus sekolah adalah tempat menanamkan idealisme kepada anak? Yg kedua bagaimana pendapat ustadz menanggapi pendidikan tari di sekolah islam?  Boleh menyampaikan atau dihilangkan saja?  Tari daerah yg dimaksud

Jawaban
Ustadz Farid Nu'man, SS

Bismillahirrahmanirrahim ..

 

Mendidik shalat kepada anak memang sejak kecil. Hal ini bisa dilakukan oleh orang tuanya, atau gurunya di sekolah.

 

Hal ini sesuai dengan hadits Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam:

 

مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ

 

“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk melaksanakan shalat apabila sudah mencapai umur tujuh tahun, dan apabila sudah mencapai umur sepuluh tahun maka pukullah dia apabila tidak melaksanakannya, dan pisahkanlah mereka dalam tempat tidurnya.” (HR. Abu Daud no. 495. Sanadnya hasan. Lihat Faidhul Qadir,  5/521)

 

Dan juga seperti pepatah Arab:

من شب علي شيء شاب عليه

“Siapa yang dibesarkan dengan sesuatu, maka sesuatu itu akan membentuknya sampai dewasanya”

 

Maka, fungsi-fungsi ornag tua untuk pendidikan shalat bagi anaknya, tentu bisa dilakukan guru di sekolah. Termasuk memberikan punishment, hukuman, jika mereka meninggalkannya. Tentu dgn hukuman yg mendidik, tidak menyakiti, tidak kontraproduktif dengan tujuan hukuman itu sendiri yaitu lahirnya penyesalan meninggalkan shalat.

Hukuman bisa berupa, -misal- menulis surat Ak Fatihah baik arab dan terjemahannya, atau mennghapalkan beberapa doa pendek, atau meringkas kisah pahlawan Islam, dan semisalnya.

Jawaban kedua,

Menari, menurut umumnya para ulama adalah makruh. Bahkan menjadi haram jika dilalukan oleh wanita di hadapan laki-laki bukan mahram. Atau, saat tarian tersebut bercampur dengan kefasikan seperti khamr, iringan suara wanita yang membangkitkan syahwat, atau musik-musik jahiliyah.

 

Allah Ta’ala berfirman:

وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الْأَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولًا

“Dan janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan mampu menjulang setinggi gunung”. (QS. Al-Isra’, Ayat 37)

 

Para ulama menjelaskan, di antara larangan yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah larangan menari secara umum. Baik dilakukan anak-anak atau dewasa.

 

Imam Al Qurthubiy Rahimahullah mengatakan:

استدل العلماء بهذه الآية على ذم الرقص وتعاطيه، قال الإمام أبو الوفاء بن عقيل: قد نص القرآن على النهي عن الرقص فقال: ولاتمش في الأرض مرحا. وذم المختال، والرقص أشد المرح والبطر

Para ulama berdalil dengan ayat ini tentang  tercelanya tarian dan praktek tarian. Imam Abul Wafa Ibnu ‘Aqil mengatakan: “Al Qur’an telah melarang tarian,” Beliau mengutip: “Dan janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan sombong,” ayat ini kecaman kepada orang yang sombong, dan tarian lebih parah dari sombong.(Tafsir Al Qurthubi, 10/263)

Tarian lebih parah dibanding sombong, karena biasanya saat orang menari dia akan kagum dengan gerakan tubuhnya; baik tangannya, kakinya, badannya, kepalanya ..

Ada pun tarian peperangan, yg memang bertujuan latihan peperangan dibolehkan oleh syariat dan pernah dilakukan oleh orang-orang Habasyah (Etiopia) di hadapan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam saat hari raya.

 

Tertulis dalam Al Mausu’ah:

ذهب الحنفية والمالكية والحنابلة والقفال من الشافعية إلى كراهة الرقص معللين ذلك بأن فعله دناءة وسفه، وأنه من مسقطات المروءة، وأنه من اللهو. قال الأبي: وحمل العلماء حديث رقص الحبشة على الوثب بسلاحهم، ولعبهم بحرابهم، ليوافق ما جاء في رواية: يلعبون عند رسول الله بحرابهم.

 

Hanafiyah, Malikiyah, Hambaliyah, dan Al Qaffal dari kalangan Syafi’iyyah, mengatakan makruhnya tarian, sebab melakukan itu adalah kotor dan kebodohan, dan termasuk menggugurkan citra diri, serta termasuk hal yang melalaikan. Al Abbiy mengatakan: “Para ulama memaknai hadits tentang tarian orang Habasyah adalah untuk keahlian pedang mereka, latihan perang, sesuai riwayat lain: “Mereka bermain peperangan di hadapan Rasulullah”. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 23/10)

 

Maka, alangkah lebih baik anak-anak kita tidak dibentuk sejak kecil dengan perkara yang kontroversial. Ajarkan yang jelas-jelas bolehnya, tanpa menghilangkan sisi edukasi.

 

Demikian. Wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa sallam