Bolehkah Pacaran Sebelum Menikah?

Pertanyaan  

Sepengetahuan saya, menjalin hubungan pacaran sebelum menikah termasuk dosa, walaupun tidak sampai kontak fisik karena tetap sama dengan mendekati zina. Apakah benar, kalaupun hubungan pacaran itu dibangun sampai jenjang pernikahan, hubungan itu tetap dinilai dosa oleh Allah?

Jawaban
Ustadzah Nurhamidah, MA.

Allah swt tidak pernah menzalimi hamba- Nya. Setiap perbuatan manusia akan diminta pertanggung jawaban setimpal. Bahkan malaikat Raqib atid mencatat persis dengan apa yang dilakukan manusia dan menghapus kapan manusia tersebut bertaubat atas segala kesalahannya.

Dengan demikian,
1. Sampai kapanpun pacaran dengan melakukan interaksi khalwat (berduaan yang bukan mahram) adalah dosa. Kecuali jika telah digugurkan dengan istighfar dan taubat penyesalan.
2. Menikah kemudian bukan otomatis menggugurkan dosa sebelumnya jika tidak pernah merasa bersalah dan bertaubat atas kesalahan masa lalunya.

Jadi setelah menikah jika ingin menggugurkan dosa masa lalu nya perlu melakukan kesadaran dan penyesalan karena itu cirilah orang beriman. Sebagaimana dituliskan dalam firman Allah swt, Qs 3 : 135

Selanjutnya putus dosa jariyah dari akibat pacaran yang telah dilakukan dengan mengingatkan anak keturunan jangan mencontoh perilaku masa jahiliyah nya. Sebab jika ada orang lain yang menjadikan keteladanan atas kemaksiatan kita bisa mengakibatkan dosa jariyah yang akan di catat oleh malaikat dan tersimpan di lauhil mahfudz. Sebagaimana dituliskan dalam firman Allah swt, Qs 36 :12.

Juga dalam hadits Rosul.
Beliau kemudian bersabda: “Barangsiapa yang memulai kebiasaan yang baik, lalu kebiasaan itu pun diamalkan setelahnya, maka baginya adalah pahala dan pahala seperti pahala mereka yang mengerjakannya tanpa mengurangi dari pahala mereka sedikit pun. Sedangkan, siapa yang memulai kebiasaan yang buruk, lalu kebiasaan itu pun diamalkan setelahnya, maka dosanya akan dibebankan ke atasnya, dan baginya dosa seperti dosa mereka yang melakukannya tanpa mengurangi sedikit pun dari dosa mereka.” (HR. Ahmad: 18406)

Waalohu a’lam