Batas Seseorang Disebut Musafir

Pertanyaan  

Afwan, ingin bertanya. Saya lahir dan besar di Kota T. Alhamdulillah sekarang saya bekerja di kota B yang jaraknya kurang lebih 165 Km (± 4 jam perjalanan darat) dari kota asal saya, Kota T.  Di kota B saya tinggal sendiri, sedangkan anak dan istri tetap di Kota T. Saya pulang utk brtemu keluarga di Kota T sekali sepekan, atau sekali dlm dua pekan, dan hanya 3 atau 4 hari di sana kemudian kembali lagi ke Kota B utk bekerja.

Apakah saya termasuk musafir?

Jika Ya, maka di Kota mana saya termasuk musafir, apakah di tempat kerja saya di Kota B, atau ketika saya pulang menemui keluarga di Kota T…?? Terima kasih.

Jazakumullahu khayran.

Jawaban
Ustadz Farid Nu'man, SS.

Bismillahirrahmanirrahim ..

Ya, batas disebut musafir adalah ketika jarak perjalanan seseorang sudah layak untuk shalat qashar. Menurut Mayoritas ulama adalah 4 Burd, sekitar 88, 656 Km menurut Syaikh Sayyid Sabiq. Ada pun Syaikh Abdullah Al Faqih mengatakan sekitar 83km.

Sedangkan jarak tempuh dari kota Anda dan tempat bekerja adalah 165km, maka ini sudah memenuhi syarat disebut musafir.

Imam Al Bukhari meriwayatkan bahwa Ibnu Umar dan Ibnu Abbas, melakukan qashar shalat dan tidak berpuasa,  jika jarak sudah 4 burd tersebut.

Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah mengatakan:

وقد قدره ابن عباس، فقال: من عسفان إلى مكة ومن الطائف إلى مكة ومن جدة إلى مكة.

Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma menakar 4 burd adalah dari ‘Asfan ke Makkah, dari Thaif ke Makkah, dan Jeddah ke Makkah.  (Al Mughniy, 2/188)

Berapa lamakah durasi status musafirnya? Yaitu selama dia tidak berniat menjadi penduduk setempat (kota B), walau dia bermukim sementara dalam waktu lama, maka selama itu pula dia adalah musafir. Ada pun ketika sudah pulang ke kota T, itu pulang kampung namanya.

Ada pun shalatnya, apakah qashar terus menerus? Maka ini tergantung jenis perjalanannya:

  1. Jika perjalanannya ada batasan waktu (definitif), misal dinas sekian hari. Maka, para ulama berbeda dalam memberikan batasan. Hanafiyah mengatakan boleh selama 14 hari, Syafi’iyah dan Malikiyah mengatakan boleh selama 4 hari, sementara Hambaliyah mengatakan selama 3 hari saja.
  2. Perjalanannya tidak jelas waktu berakhirnya (indefinitif). Maka, selama itu pula dia boleh qashar krn dia statusnya tidak pernah menjadi mukimin, walau sempat singgah lama.

Dalam hal ini, sebagian sahabat Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam seperti Umat, Ibnu Umar, Anas, dll, pernah mengqashar selama ada yang 2 tahun, 1 tahun, dan 6 bulan.

  1. Perjalanan hanya untuk pindah domisili saja. Dia akan menjadi penduduk baru di kota baru yang akan dia singgahi. Maka, ini hanya boleh qashar saat perjalanan saja. Sesampainya di tempat tujuan sudab tidak boleh, sebab di sana dia sudah menjadi penduduk tetap.

Demikian. Wallahu a’lam

Wa Shalallahu ‘Ala Nabiyyina Muhammadin wa’ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam