Bagaimanakah Menyikapi Keluarga yang Murtad

Pertanyaan  

Assalamu’alaikum Warahmatullahi wabarakatuh. Ustadz, ustadzah maaf saya tanya tentang akidah & ibadah. Saya punya adik kandung yang sudah beberapa tahun tidak melaksanakan ajaran agama islam. Kurang lebih setengah tahun lalu sudah menyampaikan ke keluarga kalau sudah dibaptis dan pindah ke nasrani, serta akan menikah akhir tahun 2019 dengan pria nasrani. Bagaimana seharusnya sikap keluarga saat diminta menghadiri pernikahan mereka? Benarkah sikap kami (keluarga) untuk menyampaikan tidak akan hadir di pernikahan mereka? Dan bagaimana sikap keluarga seharusnya kedepannya setelah mereka menikah? Seharusnya kami (pihak keluarga) menyambut mereka dalam keluarga atau menjauhi?

Jawaban
Ustadz Arwani Amin, Lc, MA.

Waalaikumussalam Warahmatullah Wabarakatuh.

Bismillah…

  1. Orang yang murtad karena meninggalkan agama Islam, semua amalnya terhapus dan bila sampai mati tidak bertaubat dan tidak kembali kepangkuan Islam, maka di akhirat nanti akan kekal di neraka. Allah SWT berfirman:

 وَمَنْ يَّرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِيْنِهٖ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَاُولٰۤىِٕكَ حَبِطَتْ اَعْمَالُهُمْ فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِ ۚ وَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ

“Barangsiapa murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itu sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (Al-Baqarah/2: 217).

  1. Sikap yang seharusnya diambil oleh keluarga adalah mengupayakan agar ia bertaubat kepada Allah dan menyatakan kembali dua kalimat syahadat. Ia sedang tergoda oleh urusan dunia, yaitu calon suami, dan ia dibuat ragu terhadap kebenaran agama Islamnya melalui invasi pemikiran dengan berbagai cara, bahkan ada yang menjadi korban hipnotis.

Dekatilah kembali melalui jalur kekeluargaan, kesempatan masih terbuka, dan Allah Maha Pemberi Petunjuk kepada hamba yang Ia kehendaki. Rasulullah Saw bersabda:

فَوَاللَّهِ لَأَنْ يَهْدِيَ اللَّهُ بِكَ رَجُلًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُونَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ “

“Demi Allah, sungguh jika Allah memberi hidayah kepada seseorang disebabkan usahamu, maka itu lebih baik bagimu dibanding kekayaan berupa onta merah”(HR. Bukhari dan Muslim).

  1. Jika kehadiran di acara pernikahan akan bermakna pembenaran terhadap kemurtadannya dan menganggapnya sebagai hal yang tidak masalah dan biasa saja, maka ketidak hadiran bermakna penolakan terhadap kemurtadan tersebut dan sekaligus menjadi sanksi sosial.
  2. Di kemudian hari, komunikasi dan hubungan famili tetap disambung, dan ajakan untuk bertaubat dengan cara-cara yang hikmah harus tetap dilakukan. Selagi hayat masih dikandung badan dan nyawa belum dicabut sampai kerongkongan, maka pintu taubat masih terbuka. Rasulullah SAW bersab da:

إِنَّ اللَّهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ

“Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba selagi nyawanya belum sampai di kerongkongan”(HR. Tirmidzi. Hadits Hasan).

Sebagai keluarga tentu tidak tega kalau salah seorang saudaranya disiksa di neraka selamanya karena mati dalam kekafiran dan kemusyrikan.