Pertanyaan
Apakah Sufi itu? Bertentangan atau tidak dalam Islam?
Bismillahirrahmanirrahim ..
Tentang SUFI dan Tasawwuf
Sikap yang paling adil adalah apa yang dikatakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dia memuji para tokoh SUFI masih sesuai koridor syar’iy, dengan menyebut mereka Radhiallahu ‘Anhum .. dan dia juga mengkritik SUFI yang sudah tergelincir .. , dan Beliau juga mengkritik dua pihak; yang membenci SUFI berlebihan dan mencintai berlebihan.
Silahkan perhatikan :
وَلِأَجْلِ مَا وَقَعَ فِي كَثِيرٍ مِنْهُمْ مِنْ الِاجْتِهَادِ وَالتَّنَازُعِ فِيهِ تَنَازَعَ النَّاسُ فِي طَرِيقِهِمْ ؛ فَطَائِفَةٌ ذَمَّتْ ” الصُّوفِيَّةَ وَالتَّصَوُّفَ ” . وَقَالُوا : إنَّهُمْ مُبْتَدِعُونَ خَارِجُونَ عَنْ السُّنَّةِ وَنُقِلَ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْ الْأَئِمَّةِ فِي ذَلِكَ مِنْ الْكَلَامِ مَا هُوَ مَعْرُوفٌ وَتَبِعَهُمْ عَلَى ذَلِكَ طَوَائِفُ مِنْ أَهْلِ الْفِقْهِ وَالْكَلَامِ . وَطَائِفَةٌ غَلَتْ فِيهِمْ وَادَّعَوْا أَنَّهُمْ أَفْضَلُ الْخَلْقِ وَأَكْمَلُهُمْ بَعْدَ الْأَنْبِيَاءِ وَكِلَا طَرَفَيْ هَذِهِ الْأُمُورِ ذَمِيمٌ . وَ ” الصَّوَابُ ” أَنَّهُمْ مُجْتَهِدُونَ فِي طَاعَةِ اللَّهِ كَمَا اجْتَهَدَ غَيْرُهُمْ مِنْ أَهْلِ طَاعَةِ اللَّهِ فَفِيهِمْ السَّابِقُ الْمُقَرَّبُ بِحَسَبِ اجْتِهَادِهِ وَفِيهِمْ الْمُقْتَصِدُ الَّذِي هُوَ مِنْ أَهْلِ الْيَمِينِ وَفِي كُلٍّ مِنْ الصِّنْفَيْنِ مَنْ قَدْ يَجْتَهِدُ فَيُخْطِئُ وَفِيهِمْ مَنْ يُذْنِبُ فَيَتُوبُ أَوْ لَا يَتُوبُ . وَمِنْ الْمُنْتَسِبِينَ إلَيْهِمْ مَنْ هُوَ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ عَاصٍ لِرَبِّهِ . وَقَدْ انْتَسَبَ إلَيْهِمْ طَوَائِفُ مِنْ أَهْلِ الْبِدَعِ وَالزَّنْدَقَةِ ؛ وَلَكِنْ عِنْدَ الْمُحَقِّقِينَ مِنْ أَهْلِ التَّصَوُّفِ لَيْسُوا مِنْهُمْ : كَالْحَلَّاجِ مَثَلًا ؛ فَإِنَّ أَكْثَرَ مَشَايِخِ الطَّرِيقِ أَنْكَرُوهُ وَأَخْرَجُوهُ عَنْ الطَّرِيقِ . مِثْلُ : الجنيد بْنِ مُحَمَّدٍ سَيِّدِ الطَّائِفَةِ وَغَيْرِهِ .
“Oleh karena itu banyak pembicaraan dan pertentangan tentang jalan para ahli tasawwuf, sebagian manusia mencela TASAWWUF dan SUFI, seraya berkata: “Sesungguhnya mereka adalah ahli-ahli bid’ah yang keluar dari sunnah.” Ucapan seperti ini juga didapatkan dari sebagian imam sebagaimana yang sudah diketahui, dan diikuti oleh berbagai kelompok ahli fiqih dan kalam.
Sedangkan golongan lain bersikap berlebihan terhadap ahli tasawwuf dan mendakwakan bahwa ahli tasawwuf adalah makhluk paling utama dan paling sempurna setelah para nabi.
Kedua golongan itu keliru (yg mencela berlebihan dan memuji berlebihan), dan yang benar adalah bahwa ahli tasawwuf berusaha keras dalam mentaati Allah sebagaimana halnya orang lain juga berupaya keras mentaati Allah. Maka di antara mereka ada yang berada di garis depan dan selalu dekat dengan Allah sesuai ijtihad dan usahanya, dan ada pula yang sedang-sedang saja yang tergolong ahlul yamin (golongan kanan).
Sementara itu, pada masing-masing dua golongan ada pula yang kadang melakukan ijtihad dan ijtihadnya keliru, dan ada yang berbat dosa, kemudian bertobat, dan ada pula yang tidak bertobat.
Di antara orang yang menisbatkan (menyandarkan) dirinya pada ahli tasawwuf, ada yang zalim terhadap dirinya sendiri dan bermaksiat kepada Tuhannya. Dan ada pula kelompok-kelompok ahli bid’ah dan zindik yang menyandarkan diri mereka kepada ahli tasawwuf, oleh para muhaqqiq (peneliti) mereka tidaklah dianggap sebagai ahli tasawwuf, seperti Al Hallaj, sebab kebanyakan para masyayikh telah mengingkarinya dan mengeuarkannya dari jalan tasawwuf, sebagaimana sikap Al Junaid sang pemuka Ath Thaifah dan lainnya.” (Imam Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa, Juz. 2, Hal. 442)
Sikap Imam Ibnu Taimiyah ini juga diwariskan ke murid terdekatnya, Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah.
Ketika Beliau membuat syarah kitab TASAWUF, Manazil Sairin, karya Syaikhul Islam Ismail al-Harawi al-Hambali, beliau mengomentari kesalahan Syaikhul Islam dalam kitab tersebut dengan ucapannya,
ولا توجب هذه الزلة من شيخ الإسلام إهدار محاسنه وإساءة الظن به فمحله من العلم والإمامة والمعرفة والتقدم في طريق السلوك المحل الذي لا يجهل وكل أحد فمأخوذ من قوله ومتروك إلا المعصوم صلوات الله وسلامه عليه والكامل من عد خطؤه ولا سيما في مثل هذا المجال الضنك والمعترك الصعب الذي زلت فيه أقدام وضلت فيه أفهام وافترقت بالسالكين فيه الطرقات وأشرفوا إلا أقلهم على أودية الهلكات.
“Kesalahan Syaikhul Islam dalam masalah ini tidak dapat menghancurkan kebaikan-kebaikannya dan tidak boleh mengakibatkan prasangka tidak baik kepadanya. Beliau adalah seorang ulama besar, imam, ahli ma’rifah, dan tokoh ilmu suluk. Setiap manusia boleh diambil pendapatnya dan ditinggal perkataannya, kecuali al-Ma’shum (Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam). Orang sempurna adalah orang yang menyadari kesalahannya. Terutama dalam masalah yang pelik dan seringkali menggelincirkan kaki serta membingungkan pemahaman dan mengakibatkan para salik (pengikut/penempuh jalan tasawwuf) terjerumus dalam kehancuran.” (Imam Ibnul Qayyim, Madarijus Salikin, Bab Manzilah at-Tadzkiran wa Huwa Qarin al-Inabah, 1/216)
Nah, inilah sikap adil itu .., yang baik, bagus, masih dalam koridor Al Qur’an dan As Sunnah, maka pujilah dan apresiasikan.
Ada pun yang perlu dikritik karena kesalahannya, bahkan sampai kezindikannya, maka luruskan dengan baik dan hujjah.
Demikian. Wallahu a’lam