Suami Pergi ke Orang Pintar, Istri Berdosa?

Pertanyaan  

Assalamualaikum ustadz, suami pergi ke orang pintar, karena dagangan sepi diganggu pesaing yang memakai dukun, apakah istri berdosa juga, dan apakah hasil dagangan haram atau halal?

Jawaban
Ustadz Farid Nu'man Hasan, SS

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Bismillahirrahmanirrahim

Ya, perbuatan itu terlarang. Berdasarkan hadits berikut:

مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً

Siapa yang mendatangi peramal dan bertanya kepadanya tentang sesuatu maka shalatnya tidak akan diterima 40 hari/malam. (HR. Muslim no. 2230).

Hadits lain:

نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغِيِّ وَحُلْوَانِ الْكَاهِنِ

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang penghasilan jual beli anjing, pelacuran, dan upah perdukunan. (HR. Muslim no. 1567)

Istri mesti menasihati dan mencegah, sebab bagian dari dakwah dan amar ma’ruf nahi munkar bagi istri kepada suaminya yg telah melakukan kemungkaran besar.

Jika suaminya ngotot seperti itu, tidak mau berubah, tentu istri tidak berdosa yang penting sudah diupayakan berkali-kali agar suami tidak melakukannya.

Sedangkan penghasilan toko atau kiosnya, tentu hal yang terpisah atau hal yang lain. Tetap sebagai jual beli halal selama barang-barangnya halal dan sistem jual belinya juga halal.

Hanya saja dari sisi keberkahannya akan rusak sebab berjualan dengan cara-cara yang haram. Ada pun bagi istri, jika tidak ada alternatif sumber penghasilan lain, maka tidak apa-apa tetap menerima uang belanja dari suaminya itu.

Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata:

فإن تابت هذه البغي وهذا الخَمَّار ، وكانوا فقراء جاز أن يصرف إليهم من هذا المال قدر حاجتهم ، فإن كان يقدر يتجر أو يعمل صنعة كالنسج ، والغزل ، أعطي ما يكون له رأس مال”

Jika wanita pelacur dan pelaku judi bertaubat, sementara mereka dalam keadaan fakir, dibolehkan memakai harta ini sesuai dengan kebutuhannya. Kalau dia mampu untuk berjualan atau bekerja keterampilan seperti menenun dan memintal, maka diberikan modal untuknya.” (Majmu Fatawa, 29/308)

Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid menjelaskan:

وأما المحرم لكسبه فهو الذي اكتسبه الإنسان بطريق محرم كبيع الخمر ، أو التعامل بالربا ، أو أجرة الغناء والزنا ونحو ذلك ، فهذا المال حرام على من اكتسبه فقط ، أما إذا أخذه منه شخص آخر بطريق مباح فلا حرج في ذلك ، كما لو تبرع به لبناء مسجد ، أو دفعه أجرة لعامل عنده ، أو أنفق منه على زوجته وأولاده ، فلا يحرم على هؤلاء الانتفاع به ، وإنما يحرم على من اكتسبه بطريق محرم فقط .

Harta haram yang dikarenakan usaha memperolehnya, seperti jual khamr, riba, zina, nyanyian, dan semisalnya, maka ini haram hanya bagi yang mendapatkannya saja. Tapi, jika ada orang lain yang mengambil dari orang itu dengan cara mubah, maka itu tidak apa-apa, seperti dia sumbangkan untuk masjid dengannya, bayar gaji pegawai, nafkah buat anak dan istri, hal-hal ini tidak diharamkan memanfaatkan harta tersebut. Sesungguhnya yang diharamkan adalah bagi orang mencari harta haram tersebut.

(Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 75410)

Demikian. Wallahu a’lam.