Larangan Potong Kuku dan Rambut Yang Berqurban

Pertanyaan  

Ustadz mohon penjelasan tentang larangan untuk potong kuku dan rambut bagi yang berkurban.

Jawaban
Ustadz Farid Nu'man, SS

Bismillah al Hamdulillah …

Berikut ini larangannya, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِذَا دَخَلَتْ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلَا يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا

“Jika kalian memasuki tanggal 10 (Dzulhijjah) dan hendak berkurban maka janganlah dia menyentuh sedikit pun dari rambutnya dan kulitnya.” (HR. Muslim No. 1977)

Hadits ini menunjukkan bahwa siapa pun yang rencana berqurban, hendaknya dia tidak memotong rambutnya dan kukunya. Zhahirnya larangan ini berlaku untuk shahibul qurban (pemilik hewan qurban), bukan untuk hewannya. Sebab, apa perlunya memotong rambut dan kuku hewannya? Hal itu tidak ada dalam benak kita. Maka, dhamir (kata ganti) “hu” disitu kembali kepada shahibul qurban bukan hewannya.

Lalu, apakah ini juga berlaku buat keluarganya, bagi yang berqurban satu ekor untuk satu keluarga?  Para ulama seperti Syaikh Utsaimin dan Syaikh Abdullah Al Jibrin menyatakan itu cukup bagi shahibul qurban saja.

Berapa lamakah durasinya? Yaitu sejaik memasuki satu Zulhijjah sampai 10 Zulhijjah sesuai zahir haditsnya, setelah dia berqurban.

Lalu apa implikasi hukum pada larangan dalam hadits ini, apakah bermakna haram, makruh, atau larangan bersifat adab saja? Para ulama berbeda pendapat dalam hal itu, hanya saja dalam rangka keluar dari perselisihan sebaiknya tidak melakukannya.

Imam An Nawawi Rahimahullah menjelaskan:

وَاخْتَلَفَ الْعُلَمَاء فِيمَنْ دَخَلَتْ عَلَيْهِ عَشْر ذِي الْحِجَّة وَأَرَادَ أَنْ يُضَحِّيَ فَقَالَ سَعِيد بْن الْمُسَيِّب وَرَبِيعَة وَأَحْمَد وَإِسْحَاق وَدَاوُد وَبَعْض أَصْحَاب الشَّافِعِيّ : إِنَّهُ يَحْرُم عَلَيْهِ أَخْذ شَيْء مِنْ شَعْره وَأَظْفَاره حَتَّى يُضَحِّي فِي وَقْت الْأُضْحِيَّة ، وَقَالَ الشَّافِعِيّ وَأَصْحَابه : هُوَ مَكْرُوه كَرَاهَة تَنْزِيه وَلَيْسَ بِحَرَامٍ ، وَقَالَ أَبُو حَنِيفَة : لَا يُكْرَه ، وَقَالَ مَالِك فِي رِوَايَة : لَا يُكْرَه ، وَفِي رِوَايَة : يُكْرَه ، وَفِي رِوَايَة : يَحْرُم فِي التَّطَوُّع دُون الْوَاجِب

Ulama berbeda pendapat tentang orang yang memasuki 10 hari bulan Zulhijjah dan orang yang hendak berquban. Sa’id bin Al Musayyib, Rabi’ah, Ahmad, Ishaq, Daud, dan sebagian pengikut Asy Syafi’I mengatakan: sesungguhnya haram baginya memotong rambut dan kukunya sampai dia berqurban pada waktu berqurban. Imam Asy Syafi’i dan pengikutnya mengatakan: hal itu makruh, yakni makruh tanzih (makruh mendekati boleh), tidak haram. Imam Abu Hanifah mengatakan: tidak makruh. Imam Malik mengatakan: tidak makruh. Pada riwayat lain dari Malik; makruh. Pada riwayat lain: diharamkan bagi jamaah haji yang sunah, bukan yang wajib. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6/472)

Apakah hanya rambut kepala atau lainnya? Hal ini dijelaskan oleh Imam An Nawawi Rahimahullah:

قال أصحابنا والمراد بالنهي عن أخذ الظفر والشعر النهى عن إزالة الظفر بقلم أوكسر أو غيره والمنع مِنْ إِزَالَةِ الشَّعْرِ بِحَلْقٍ أَوْ تَقْصِيرٍ أَوْ نَتْفٍ أَوْ إِحْرَاقٍ أَوْ أَخْذِهِ بِنَوْرَةٍ أَوْ غَيْرِ ذَلِكَ وَسَوَاءُ شَعْرُ الْإِبْطِ وَالشَّارِبِ وَالْعَانَةِ وَالرَّأْسِ وَغَيْرُ ذَلِكَ مِنْ شُعُورُ بَدَنِهِ

Sahabat-sahabat kami (Syafi’iyyah) berkata bahwa yang dimaksud dengan larangan mengambil kuku dan rambut adalah larangan menghilangkan kuku baik dengan menggunting, mematahkan, atau lainnya. Sedangkan larangan menghilangkan rambut adalah dengan mencukur, memendekkan, mencabut, membakar, kerok, atau lainnya. Sama saja apakah rambut di ketiak, kumis, kemaluan, kepala, dan rambut-rambut lainnya di tubuh. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 13/138). Demikian. Wallahu A’lam