Istri Wajib Izin ke Suami Saat Ibadah Sunnah?

Pertanyaan  

Assalamualaikum ustadz, saya sudah berkeluarga dengan dua orang anak. Untuk menjaga keharmonisan rumah tangga, saya selalu menjadwalkan melakukan hubungan suami istri. Namun ada kalanya dalam hati merasa jengkel/sebel, dikala saya sudah meluangkan waktu & persiapan, tetapi tidak terlaksana karena istri sedang dalam halangan atau melakukan ibadah sunnah. Apakah setiap melaksanakan ibadah sunnah, istri wajib meminta ijin suami dulu?

Jawaban
Ustadz Farid Nu'man Hasan, SS

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Terlarang bagi seorang istri mendahulukan ibadah sunnah dibanding kewajiban melayani kebutuhan suaminya.

Hal ini diharamkan menurut mayoritas ulama, disebabkan dia telah mengalahkan kewajiban oleh yang sunnah. Mentaati suami dalam hal yang bukan maksiat adalah kewajiban bagi istri, apalagi kewajiban itu adalah aktifitas yang tidak bisa dilakukan oleh orang lain kecuali istrinya, maka sudah selayaknya istri mendahulukan itu.

Hal ini berdasarkan hadits:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ( لا يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلا بِإِذْنِهِ ) .

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Tidak halal bagi seorang istri berpuasa dan suaminya sedang ada di rumah, kecuali dengan izinnya.” (HR. Muttafaq ‘Alaih)

Tetapi jika shaumnya adalah shaum wajib, seperti Ramadhan atau qadha, maka tidak perlu izin suaminya sebab Allah Ta’ala yang mewajibkannya dan mengizinkannya.

Sebagaimana hadits:

لا تَصُومُ الْمَرْأَةُ وَبَعْلُهَا شَاهِدٌ إِلا بِإِذْنِهِ غَيْرَ رَمَضَانَ .

“Janganlah seorang istri berpuasa sedangkan suaminya sedang ada di rumah, kecuali seizinnya, pada selain shaum. Ramadhan.” (HR. Abu Daud No. 4258, At Tirmidzi No. 782, shahih)

Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid Hafizhahullah berkata:

( إِلا بِإِذْنِهِ ) يَعْنِي فِي غَيْر صِيَام أَيَّام رَمَضَان , وَكَذَا فِي غَيْر رَمَضَان مِنْ الْوَاجِب إِذَا تَضَيّقَ الْوَقْت . والحديث دليل عَلَى تَحْرِيم الصَّوْم الْمَذْكُور عَلَيْهَا وَهُوَ قَوْل الْجُمْهُور . وَفِي الْحَدِيث أَنَّ حَقّ الزَّوْج آكَد عَلَى الْمَرْأَة مِنْ التَّطَوُّع بِالْخَيْرِ , لأَنَّ حَقّه وَاجِب وَالْقِيَام بِالْوَاجِبِ مُقَدَّم عَلَى الْقِيَام بِالتَّطَوُّعِ

(Kecuali dengan izinnya) yaitu pada shaum selain Ramadhan, demikian juga puasa selain Ramadhan yang wajib jika waktunya sempit. Hadits ini menjadi dalil diharamkannya puasa tersebut atas seorang istri, dan ini merupakan pendapat mayoritas ulama. Hadits ini juga menunjukkan hak suami lebih ditekankan oleh istrinya dibanding ibadah sunnah. Sebab hak suami wajib dijalankan, dan menjalankan wajib lebih didahulukan dibanding menjalankan sunnah. (Selesai dari Syaikh Muhammad Shalih Al Munjid)

Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiallahu ‘Anhu berkata:

وَأنَّهُ لاَ يَـقـْـبَلُ نَافِلَةً حَتَّى تُؤَدَّى الْفَريِْضَة

Tidaklah diterima ibadah sunnah sampai ditunaikan yang wajibnya. (Imam Abu Nu’aim, Hilyatul Auliya, 1/36)

Umar bin Abdul Aziz Rahimahullah berkata:

إن أفضل العبادة أداء الفرائض و اجتناب المحارم

Sesungguhnya ibadah yang paling utama adalah menunaikan kewajiban dan menjauhi larangan. (Jawaahir min Aqwaal As Salaf No. 65)

Hal ini sebaiknya ada keterbukaan dari suami, tentang apa diinginkannya. Jika memang keberatan katakan keberatan, jangan dipendam di hati. Agar istri pun bisa beribadah dengan baik dan atas kerelaan suaminya.

Wallahu A’lam.