Istri Menolak Ajakan Suami Berhubungan Intim

Pertanyaan  

Assalamualaikum ustadz, kapan saat seorang istri boleh menolak ajakan suami untuk melakukan hubungan suami-istri? Apakah suami boleh marah saat istri menolak ajakannya?

Jawaban
Ustadz Farid Nu'man Hasan, SS

Wa’alaikumsalam wa Rahmatullah wa Barakatuh.

Bismillahirrahmanirrahim

Pada dasarnya, terlarang wanita menolak ajakan suami memenuhi hajatnya.

Hal ini berdasarkan hadits:

إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ

Jika seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidurnya, lalu istrinya menolaknya sehingga dia melalui malam itu dalam keadaan marah, maka malaikat melaknat istrinya itu hingga shubuh.

(HR. Muttafaq ‘Alaih)

Bahkan, kemarahan suami ini dapat membuat shalat si istri saat itu tidak diterima.

Nabi ﷺ menyebutkan di antara manusia yg shalatnya tidak diterima adalah:

وَامْرَأَةٌ بَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَلَيْهَا سَاخِطٌ

Istri yang tidur dimalam hari sedangkan suaminya sedang marah kepadanya. (HR. At Tirmidzi no. 369, Hasan)

Namun, jika penolakan istri memiliki alasan syar’iy maka dia tidak salah, tidak berdosa, apalagi dikatakan nusyuz lebih tidak lagi.

Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan:

هَذَا دَلِيلٌ عَلَى تَحْرِيمِ امْتِنَاعِهَا مِنْ فِرَاشِهِ لِغَيْرِ عُذْرٍ شَرْعِيٍّ

Ini adalah dalil haramnya bagi istri menolak ajakan suami tanpa ‘udzur syar’iy.

(Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 10/7)

Di udzur syar’iy tersebut adalah istri sedang haid, shaum wajib, sakit, dan sangat lelah.

Alasan ini benar, dan bukan kesalahan. Jika alasannya benar, maka berkata Imam Mulla Ali Al Qari Rahimahullah;

أما إن كان سخط زوجها من غير جرم فلا إثم عليها

Ada pun jika kemarahan suaminya itu bukan karena kesalahan ini maka tidak ada dosa bagi si istri.

(Misykah Al Mashabih, 4/109)

Dalam rumah tangga, termasuk urusan ranjang ada 3 sikap: memahami pasangan, memaklumi, dan memaafkannya.

Tanpa 3 sikap ini, berumahtangga dengan siapa pun akan bubar.

Maka, istri harus paham kebutuhan suami, apalagi kebutuhan suami yang tidak mungkin dilakoni kecuali oleh istrinya.

Suami pun harus mengerti, istrinya bukan wonder woman, wanita bertenaga super dan penampilan selalu menarik.

Tapi, suami masih bisa bersenang-senang dengan istri dengan cara lain yang minimalis.

Imam Ibnu Hajar Al Haitami Rahimahullah berkata:

وهو استخراج المني بغير جماع حراما كان كإخراج بيده أو مباحا كإخراجه بيد حليلته.

Yaitu mengeluarkan air mani dengan tanpa jima’ adalah haram, seperti mengeluarkannya dengan tangannya sendiri, atau boleh dengan tangan istrinya.

(Tuhfatul Muhtaj, 3/409)

Imam Al Hijawiy Rahimahullah berkata:

وللزوج الاستمتاع بزوجته كل وقت على أي صفة كانت إذا كان في القبل، وله الاستمناء بيدها

Seorang suami boleh bersenang-senang terhadap istrinya ditiap waktu yaitu dalam berbagai sifat (cara) jika melalui kemaluan, dan baginya boleh mengeluarkan air maninya dengan tangan istrinya. (Al Iqna’, 3/239)

Dalil pembolehan ini adalah ayat:

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ
إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ

Dan orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka tidak tercela. (QS. Al-Mu’minun: 5-6)

Demikian. Wallahu a’lam.