Dianggap Kafir dan Murtad Lantaran Ikut Demokrasi

Pertanyaan  

Saudara saya mengganggap saya kafir dan murtad, lebih berhak diperangi dan di bunuh ketimbang orang musyrik. lantaran saya ikut demokrasi (pemilu). bagaimana menjelaskan kepada mereka ya Ustadz

Jawaban
K.H Aunur Rofiq Saleh Tamhid, Lc

Bismillahirrahmanirrahim

Ada dua hal yang perlu dijelaskan terkait pertanyaan di atas:

Pertama, menuduh kafir seorang Muslim

Tuduhan ini sangat berbahaya, karena bisa menyebabkan kafir bagi sang penuduh, jika tuduhan itu tidak benar. Sabda Nabi Saw:

“Siapa saja orang yang mengatakan kepada saudaranya, “Wahai kafir”, maka tuduhan kekafiran itu akan kembali kepada salah satu dari keduanya”. (HR. Bukhari, 6104)

Apalagi tuduhan itu terkait masalah yang tidak berkaitan dengan akidah yang jelas-jelas kafir apabila dilanggar. Dalam hadis disebut “kufran bawahan” kekafiran yang sangat nyata, misalnya seorang Muslim menyatakan secara tegas menolak hukum-hukum Allah dan memusuhinya, atau menyatakan diri keluar dari Islam (murtad).

Harus dibedakan antara orang Muslim yang bermaksiat dan orang Muslim yang menolak secara tegas hukum-hukum Allah. Karena Muslim yang bermaksiat, sekalipun besar kemaksiatannya, tidak boleh divonis kafir. Nabi saw saw menyebutkan, nanti di akhirat Allah akan mengentaskan orang-orang Muslim yang di dalam hatinya ada setitik debu dari kalimat “la ilaha illallah”, dari api neraka. Ini menunjukkan bahwa kemaksiatan itu tidak menyebabkan seorang Muslim keluar dari Islam, selama dia tetap meyakini islam.

Kedua, masalah demokrasi.

Terkait masalah sistem demokrasi ini, para ulama berbeda pendapat. Sebagian ulama mengharamkan total sistem demokrasi. Sebagian yang lain membolehkan memanfaatkan hal-hal yang positif dari sistem demokrasi dan menolak sedapat mungkin hal-hal yang negative dari system demokrasi.

Ulama yang membolehkan memanfaatkan hal-hal positif dari sistem demokrasi ini beralasan dengan apa yang pernah dilakukan Nabi saw. Ketika hendak kembali ke Mekah, sepulang dari Thaif, Nabi saw. meminta jaminan keamanan dari Muth’im bin Adi, seorang tokoh musyrik. Setelah mendapat jaminan keamanan dari Muthim bin Adi akhirnya Nabi saw masuk ke Mekah dengan pengawalan Muth’im bin Adi dan pasukannya. Pemberian Jaminan keamanan ini termasuk system Jahiliyah yang berlaku saat itu dan diterapkan secara konsekuen. Siapa saja orang yang telah mendapatkan jaminan keamanan dari salah seorang tokoh masyarakat jahiliyah maka orang tersebut harus dijaga tidak boleh diganggu. Nabi Saw. juga pernah ikut serta dalam “Hilful Fudhul”, “koalisi kebalikan” bersama orang-orang musyrik, untuk membela orang yang teraniaya di masa jahiliyah. Setelah islam datang, Nabi Saw bersabda, “Sekiranya diajak lagi untuk melakukan “hilful fudhul” niscaya aku (Nabi Saw) melakukannya”. Karena Inti dari koalisi kebaikan” ini untuk membela orang-orang yang teraniaya. Membela orang yang teraniaya, siapa pun dia, apapun pun agamanya, termasuk kebajikan yang diserukan oleh Islam.

Karena itu, dalam masalah ini, sebaiknya berhati-hati. Tidak mudah menuduh kafir terhadap orang yang berbeda Pendapat menyangkut masalah yang masih diperselisihkan oleh para ulama. Wallahu A’lam.