Sederhana dalam Mencintai

Oleh: Ustadz Farid Nu’man Hasan, SS

Cinta itu anugerah kata orang bijak. Adanya jagat raya dan makhluk di dalamnya juga disebabkan cinta.

Cinta ada yang menjadi sebab bahagia di dunia dan surga di akhirat, ada juga yang menjadi sebab sengsara dunia dan akhirat.

Dengan alasan cinta seseorang bisa menjadi ulama, ahli ibadah, pahlawan, dan pengukir sejarah

Dengan alasan cinta pula seseorang bisa menjadi bedebah, koruptor, pelakor, dan hidung belang.

Islam datang mengarahkan cinta, memberikan pedoman bahwa cinta kepada Allah, Rasul, dan Jihad adalah cinta tertinggi. (QS. At Taubah: 24), maka buktikanlah!

Ada pula yang alami atau natural, siapa pun memiliki rasa ini, seperti mencintai istri, anak-anak, harta benda, emas perak, kendaraan, sawah ladang, dan kesenangan dunia. (QS. Ali ‘Imran: 14), maka sederhanalah dan hati-hatilah!

Ada pula yang rendah yaitu ketika kecintaan terhadap dunia mengorbankan akhiratnya. Walau mereka berilmu, Allah Ta’ala rendahkan mereka. (QS. Al A’raf: 176, Huud: 15-16), maka jauhilah jangan jual akhirat untuk mengambil dunia.

Sesungguhnya Islam mengajarkan sikap i’tidal dan wasath, yaitu lurus dan pertengahan, termasuk dalam cinta kepada hal yang alami.

Sebab, mencintai makhluk tidak akan mampu memenuhi semua hasrat, atau kita akan sakit dan kecewa saat mereka gagal memenuhinya.

Bukankah banyak fans berat yang berbalik membenci idolanya karena kecewa setelah sebelumnya mengaguminya?

Maka, wajar jika para hukama (Orang-orang bijak) mengatakan:

خير الأمور أوسطها

Sebaik-baik perkara adalah yang pertengahannya (Ibnu Abdil Bar, dalam Al Istidzkar)

Inilah Islam, Allah Ta’ala berfirman:

وَكَذَٰلِكَ جَعَلۡنَٰكُمۡ أُمَّةٗ وَسَطٗا لِّتَكُونُواْ شُهَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ

Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) ”umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia. (QS. Al-Baqarah, Ayat 143)

Jabir bin Samurah Radhiallahu ‘Anhu menceritakan tentang shalat dan khutbah Rasulullah ﷺ:

كُنْتُ أُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَانَتْ صَلَاتُهُ قَصْدًا وَخُطْبَتُهُ قَصْدًا

Saya pernah shalat (Jumat) bersama Rasulullah ﷺ, lama shalat dan khutbah beliau pertengahan (tidak terlalu panjang atau terlalu pendek). (HR. Muslim no. 866).

Wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin Wa ‘ala Aalihi Wa Shahbihi Wa Sallam.