Insilakh

Oleh: KH. Aunur Rafiq Saleh Tamhid, Lc

وَا تْلُ  عَلَيْهِمْ  نَبَاَ  الَّذِيْۤ  اٰتَيْنٰهُ  اٰيٰتِنَا  فَا نْسَلَخَ  مِنْهَا  فَاَ تْبَعَهُ  الشَّيْطٰنُ  فَكَا نَ  مِنَ  الْغٰوِيْنَ

“Dan bacakanlah (Muhammad) kepada mereka, berita orang yang telah Kami berikan ayat-ayat Kami kepadanya, kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang yang sesat.”
(QS. Al-A’raf: 175)

• Ayat ini memperingatkan bahaya orang yang telah dikaruniai pengetahuan tentang ayat-ayat Allah lalu tidak komit dengan ayat-ayat yang diketahuinya dan melepaskan diri dari ajaran-ajaran yang terkandung di dalam ayat-ayat tersebut. Baik dengan menentang ayat-ayat itu, meninggalkan berbagai konsekwensinya, atau mengkhianati Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman (al-Anfal: 27).

• Fenomena ini dalam ayat di atas disebut insilakh. Bentuknya bisa berupa menyampaikan suatu pendapat atau sikap tidak sesuai dengan ajaran-ajaran ayat Allah yang telah diketahuinya, karena kepentingan pribadi, materi, jabatan dan duniawi. Atau membela kebatilan dan pihak-pihak pengusung kebatilan dalam memusuhi Islam dan kaum muslimin, padahal ayat-ayat Allah mewajibkan orang-orang beriman membela kebenaran Islam dan orang-orang beriman.

• Hukuman tindakan ini sangat menghinakan yaitu disergap dan dikuasai setan dan menjadi sesat sehingga pengetahuannya tentang Islam atau ayat-ayat Allah tidak bermanfaat baginya. Ia suka memutarbalikkan ayat-ayat Allah demi menyenangkan musuh-musuh Allah dan demi mendapatkan dunia. Bahkan ia tidak akan pernah bisa puas dengan dunia yang dikejarnya dengan menjual agamanya, sebagaimana disebutkan ayat berikutnya:

وَلَوْ  شِئْنَا  لَرَفَعْنٰهُ  بِهَا  وَلٰـكِنَّهٗۤ  اَخْلَدَ  اِلَى  الْاَ رْضِ  وَا تَّبَعَ  هَوٰٮهُ   ۚ فَمَثَلُهٗ  كَمَثَلِ  الْـكَلْبِ   ۚ اِنْ  تَحْمِلْ  عَلَيْهِ  يَلْهَثْ  اَوْ  تَتْرُكْهُ  يَلْهَثْ   ۗ ذٰلِكَ  مَثَلُ  الْقَوْمِ  الَّذِيْنَ  كَذَّبُوْا  بِاٰ يٰتِنَا   ۚ فَا قْصُصِ  الْقَصَصَ  لَعَلَّهُمْ  يَتَفَكَّرُوْنَ

“Dan sekiranya Kami menghendaki niscaya Kami tinggikan (derajat)nya dengan (ayat-ayat) itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan mengikuti keinginannya (yang rendah), maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya dijulurkan lidahnya dan jika kamu membiarkannya ia menjulurkan lidahnya (juga). Demikianlah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka berpikir.”
(QS. Al-A’raf: 176)

• Sebagian ulama menyebutkan contohnya dalam sejarah dengan Umaiyah bin Abi ash-Shalt dan Bal’am bin Ba’ura.

• Umaiyah bin Abi ash-Shalt memilik pengetahuan yang cukup tentang berbagai syariah umat terdahulu. Ketika Rasulullah saw diutus, Umaiyah mengetahui berbagai tanda, ayat dan mukjizatnya tetapi dia tidak mau mengikutinya bahkan lebih suka mendukung orang-orang musyrik dan menyanjung mereka, demi mendapatkan kedudukan dan harta dari orang-orang musyrik.

• Sedangkan Bal’am bin Ba’ura hidup di zaman Nabi Musa as. Ia seorang alim salah satu suku Banu Israil yang doanya dikabulkan Allah tetapi doanya yang maqbul itu justru dimanfaatkan untuk menentang Nabi Musa as dan para pengikutnya hingga Allah membalikkan doanya itu kepada dirinya sendiri dan para pendukungnya lalu merugi dunia dan akhirat. Sejak itu doanya tidak maqbul lagi dan hidupnya makin terhinakan seperti anjing yang terus menjulurkan lidahnya. Bahkan sebagian riwayat menyebutkan, saat mendoakan kehancuran Nabi Musa as, lidah Bal’am keluar menjulur sampai ke dada.