Waktu Memotong Hewan Qurban

Pertanyaan  

Ustadz, ada ketentuan khusus tidak terkait waktu untuk berqurban? Apakah boleh jika hewan qurban di potongnya besoknya setelah shalat id ?

Jawaban
Ustadz Abdullah Haidir, Lc.

Berkurban telah ditetapkan waktunya. Awal waktunya adalah setelah terbit matahai pada hari Idul Adha (tanggal 10 Zulhijah) setelah berlalu waktu seukuran shalat dua rakaat dan dua khutbah. Jika sudah berlau waktu tersebut, maka penyembelihan hewan kurban sudah dibolehkan, apakah imam sudah selesai shalat atau belum, apakah pekurban shalat Id atau tidak, apakah dia tinggal di desa atau di kota.

Namun sebagian ulama menyatakan patokan tersebut apabila dia berada di pedalaman atau di tempat yang tidak dilaksanakan shalat Idul Adha. Adapun jika di pemukiman yang dilaksanakan shalat Idul Adha, maka awal waktunya berpatokan pada selesainya pelaksanaan shalat Idul Adha.  Hal ini lebih hati-hati dan keluar dari perbedaan pendapat. [1]

Rasulullah shallallahu alaihi  wa sallam bersabda,

مَن ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلاةِ، فَلْيَذْبَحْ شاةً مَكانَها

“Siapa yang menyembelih sebelum shalat (Id), hendaknya menyembelih seekor kambing (setelah shalat Id) sebagai gantinya.” [2]

Berikutnya waktu penyembeliahn berlaku hingga sesaat sebelum matahari terbenam di hari ketiga hari tasyrik, yaitu tanggal 13 Zulhijah.

Waktu yang paling utama menyembelih adalah di hari pertama hingga sebelum matahari tergelincir (sebelum zuhur).[3]

Adapun ketiga hari tasyrik sebagai waktu menyembelih kurban adalah berdasarkan hadits Rasulullah saw;

كلُّ مِنًى منحَرٌ، وكلُّ أيَّامِ التَّشريقِ ذَبْحٌ (رواه أحمد والطبراني)

“Semua Mina adalah tempat penyembelihan (hadyu) dan seluruh hari tasyrik adalah (waktu) penyembelihan.” (HR. Ahmad dan Thabrani)

Menyembelih hewan kurban dimalam hari dibolehkan oleh jumhur ulama, namun mereka menganggap makruh, bahkan sebagian ulama dalam mazhab Maliki menyatakan tidak sah.[4]

Jika waktunya berakhir, maka berakhirlah kesempatan melakukan pemotongan hewan kurban yang bersifat sunah. Adapun jika kurbannya bersifat wajib seperti nazar, maka para ulama mengatakan harus diqadha kapan dia dapat melakukannya.

[1]. Lihat Al-Majmu Syarah Al-Muhazab, 7/66, Subulussalam, 2/533

[2]. HR. Muslim (1960).

[3]. Al-Fiqhul Islamy wa Adillatuhu, 3/606

[4]. Al-Majmu Syarah Al-Muhazab, 7/68, Al-Fiqhul Islamy, 3/603.