Hukum Panitia Qurban Menghibahkan Kulit Untuk Masjid

Pertanyaan  

Jika peng-qurban tidak boleh menjual kulit hewan qurban, atau bagian hewan lainnya, lalu bagaimana hukumnya jika panitia qurban di masjid menghibahkan kulit hewan qurban ke masjid, lalu masjid (dalam hal ini pengurusnya) menjual kulit hewan qurban tsb dan uangnya dimasukan sebagai kas masjdi? Lalu, apakah masjid adalah institusi yang berhak menerima daging/kulit hewan qurban?

Jawaban
Ustadz Farid Nu'man, SS

Bismillahirrahmanirrahim..

Tertulis dalam Ta’sisul Ahkam:

التصدق بجميع الهدي وكل ما يتصل به

Semua bagian qurban itu disedekahkan dan semua hal yang terkait dengannya. (Ta’sisul Ahkam, 3/313)

Imam Al ‘Aini Rahimahullah mengatakan:

وفيه من استدل به على منع بيع الجلد قال القرطبي وفيه دليل على أن جلود الهدي وجلالها لا تباع لعطفها على اللحم وإعطائها حكمه وقد اتفقوا على أن لحمها لا يباع فكذلك الجلود والجلال

Dalam hadits ini (hadits Ali Radhiallahu ‘Anhu di atas) terdapat dalil bagi pihak yang mengatakan terlarangnya menjual kulit. Berkata Al Qurthubi: “Pada hadits ini terdapat dalil bahwa kulit hewan qurban dan Jilal (daging punuk Unta) tidaklah dijual belikan, karena hukum menyedekahkannya itu satu kesatuan dengan daging. Mereka (para ulama) sepakat bahwa daging tidak boleh dijual, begitu juga kulitnya.” (‘Umdatul Ahkam, 15/254)

Syaikh Abdullah Al Faqih Hafizhahullah mengatakan:

فلا يجوز لكم إعطاء الجلد كأجرة للجزار، كما لا يجوز بيع شيء من الأضحية بما في ذلك الجلد له أو لغيره

Maka, tidak boleh bagimu memberikan kulit sebagai upah bagi penjagal, sebagaimana tidak boleh menjual bagian apa pun dari hewan qurban, seperti kulit atau lainnya. (Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyah no. 58258)

Ada pula yang membolehkan, yakni Al Auza’i, Ishaq, Ahmad, Abu Tsaur, dan segolongan Syafi’iyah. Abu Tsaur beralasan karena semua ulama sepakat bahwa kulit boleh dimanfaatkan, maka menjual kulit termasuk makna “memanfaatkan.”

Menurut mayoritas ulama adalah tidak boleh. Berkata Imam Ash Shan’ani Rahimahullah:

واختلفوا في جلدها وشعرها مما ينتفع به فقال الجمهور لا يجوز وقال أبو حنيفة يجوز بيعه بغير الدنانير والدراهم يعني بالعروض

Para ulama berbeda pendapat tentang menjual kulit dan bulunya, yang termasuk bisa dimanfaatkan. Mayoritas ulama mengatakan tidak boleh, Abu Hanifah berpendapat boleh menjualnya dengan bukan dinar dan dirham, yakni dengan ’uruudh (barang berharga selain emas). (Subulus Salam, 4/95)

Imam An Nawawi Rahimahullah menjelaskan:

ومذهبنا أنه لا يجوز بيع جلد الهدى ولا الأضحية ولا شيء من أجزائهما

Pendapat madzhab (Syafi’iyyah) kami adalah tidak boleh menjual kulit hewan qurban, tidak pula boleh dijual sedikit pun bagian-bagiannya. (Syarh Shahih Muslim, 9/65)

Beliau juga mengatakan:

وحكى بن المنذر عن بن عمر وأحمد واسحق أنه لا بأس ببيع جلد هديه ويتصدق بثمنه قال ورخص في بيعه أبو ثور

Ibnul Mundzir menceritakan bahwa Ibnu Umar, Ahmad, dan Ishaq menyatakan bahwa boleh menjual kulit hewan qurban, dan mensedekahkan uangnya. Katanya: Abu Tsaur memberikan keringanan dalam menjual kulit. (Ibid)

Lalu, Imam An Nawawi juga menceritakan bahwa Al Auza’i dan An Nakha’i membolehkan menjual kulit dengan ayakan, timbangan, dan semisalnya. Al Hasan Al Bashri membolehkan kulit diberikan untuk penjagal. Lalu semua pendapat ini dikomentari Imam An Nawawi, katanya:

وهذا منابذ للسنة والله أعلم

Semua ini berlawanan dengan sunah. Wallahu A’lam. (Ibid)

Demkianlah adanya perbedaan pendapat dalam hal menjual kulit. Namun, yang shahih –wallahu a’lam- adalah tidak boleh menjualnya sesuai zahir hadits tersebut, dan apa yang dikatakan oleh Imam An Nawawi, bahwa menjualnya adalah: “Berlawanan dengan sunah.” Wallahu A’lam

Solusinya: jika kulit hewan qurban begitu banyak maka sedekahkan sesuai fungsi awalnya, atau bisa juga diambil pemiliknya. Tapi jika tidak ada yang menginginkan karena tidak bisa mengolahnya atau tidak tahu buat apa. Maka, bisa saja diberikan sebagai hadiah ke salah satu pantia, sehingga itu menjadi miliknya, lalu dia menjualnya. Ini boleh sebab itu sudah menjadi milik pribadi dan dia bebas untuk memperlakukannya. Jika hasil penjualan itu untuk kepentingan masjid lagi maka tentu sangat baik.

Demikian. Wallahu A’lam