Pertanyaan
Saya mau minta pandangan terkait masalah saya. Posisi sekarang saya sudah berumah tangga 4 setengah tahun dan belum dikaruniai anak. Saya seorang PNS di gorontalo dan semenjak sudah keguguran setahun yang lalu saya sudah tidak pernah masuk kerja karena mau fokus promil bersama suami di Mamuju sulbar. Tapi setelah setahun kami tidak juga dikaruniai anak kendalanya ada pada suami yang perokok aktif sehingga mengidap oligospermia. Sekarang pihak kantor sudh mendesak saya masuk kerja jika tidak sy diminta mengundurkan diri dari PNS karena belum bisa mengajukan mutasi dengan alasan belum cukup 10 tahun bekerja. Kira-kira jika dalam pandangan islam apakah saya sebagai abdi negara sekaligus seorg istri sebaiknya kembali bekerja saja atau mengundurkan diri saja dan fokus pada rumah tangga saya sekarang? Suami memberi pilihan kepada saya tapi saya takut berdosa jika meninggalkan suami di mamuju dan hanya bisa bertemu 3 bulan sekali.
Wa’alaikumussalam wr. wb.
Saudari yg dimuliakan Allah, saran kami untuk masalah ini adalah bermusyawarah dengan suami tentang pilihan2 tersebut dengan menimbang manfaat dan mudharat dari setiap keputusan yg akan diambil. Apapun keputusannya, apakah tetap bekerja dan melanjutkan LDR atau berhenti dari PNS dan memilih full mendampingi suami semuanya akan ada kebaikan dan keberkahan didalamnya sepanjang keputusan yg diambil adalah hasil musyawarah bersama suami istri. Dan bagi seorang wanita yg sudah menikah, tentunya ridho suami adalah yg paling utama.
Seorang istri diperintahkan untuk taat kepada suaminya sepanjang bukan hal yg maksiyat.seperti apapun kondisi suaminya.
Ketaatan yang harus dilakukan seorang istri kepada suami adalah hal-hal yang ma’ruf dan baik dalam hal agama.
Dalam HR Ahmad, Nabi SAW pernah bersabda, “Jika seorang wanita menunaikan shalat lima waktu, berpuasa pada Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya; niscaya akan dikatakan padanya: ‘Masuklah ke dalam surga dari pintu manapun yang kau mau’.”
Rasulullah SAW bersabda: “Cukuplah seseorang dikatakan berdosa jika ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya,” (HR. Abu Daud-Ibnu Hibban).
Dalam Islam telah tegas dijelaskan dalam Alquran surat An Nisa ayat 34, Allah berfirman, “Kaum laki-laki itu pemimpin wanita. Karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan harta mereka. Maka wanita yang salehah ialah mereka yang taat kepada Allah dan memelihara diri ketika suaminya tidak ada menurut apa yang Allah kehendaki.”
Taat pada suami adalah salah satu kewajiban istri diantara sekian banyak kewajiban istri.
Istri harus taat pada suami dan menjalankan perintahnya. Meski, perintah tersebut juga harus sesuai dengan ajaran islam, tidak menyuruh pada maksiyat pada Allah, melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala hal yang dilarang Allah Swt.
Salahsatu point dalam konteks taat pada suami, adalah istri mengikuti tempat tinggal suami.
Menikah bukan hanya bertujuan untuk meneruskan keturunan, namun seyogyanya menikah merupakan ikatan sah dari dua insan berbeda, dua karakter yang berbeda, dua pikiran yang berbeda, dan dua sifat yang berbeda yang kemudian disatukan dalam bahtera rumah tangga sebagai suami isteri. Penyatuan tersebut tentu akan menimbulkan hak dan kewajiban antara keduanya, sehingga Allah SWT sebagai Sang Maha Pencipta dalam Firmannya telah memberikan aturan-aturan bagi manusia, agar manusia menyadari akan hak dan kewajibannya sebagai suami istri sehingga pada akhirnya dapat mengantarkan rumah tangganya sebagai suatu lingkungan yang harmonis sebagaimana nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an.
Jadi, apapun alasannya tidak dapat dibenarkan seorang istri berjauhan dari suami, Tidaklah patut jika seorang istri lebih mendahulukan pertimbangan memilih berpisah dari suami, meninggalkan tugas utama seorang perempuan ketika sudah menikah yakni taat pada suami dan ikut kemanapun bersama suami dan tinggal di tempat yg sudah dipilihkan suami.
Seorang perempuan yg sudah menikah izinnya adalah kepada suaminya karena tepat setelah menikah, tugas dan tanggung jawab orangtua sudah dilimpahkan/ diambil alih oleh suaminya.
Untuk dapat keluar dari masalah ini nampaknya diperlukan musyawarah antara anda berdua dengan cara yg baik yg dilandasi pengertian satu sama lain dengan mempertimbangkan sisi manfaat dan mudhorot dari tiap keputusan yg diambil. Berusaha mengambil jalan tengah yg terbaik dengan mengesampingkan ego masing2.
Semoga Allah memberi kemantapan hati pada saudari untuk dapat mengambil keputusan terbaik berdasarkan aturan syariat dan pertimbangan manfaat dan modhorot(kebaikan dan keburukan) bersama suami. Sehingga dapat mewujudkan rumahtangga sakinah yang sesungguhnya.
Wallaahu a’lam.