Tidak Tuntas Qadha Puasa Hingga Ramadhan Berikutnya Datang, Bagaimana Solusinya?

Pertanyaan  

Assalamu’alaikum wr. wb.

Banyak kalangan muslimah yang punya hutang puasa Ramadan tahun lalu tapi dia tidak mengqadha puasanya hingga bulan Sya’ban berakhir dan bertemu Ramadan lagi. Apa hukumnya dan apakah dia masih tetap harus qadha puasanya?

Jawaban
Ustadz Abdullah Haidir, Lc

Waalaikumussalam wr.wb

Bismillah wal hamdulillah.

Seorang wanita muslimah yang mengalami haid, maka dia tidak boleh shalat dan puasa. Hanya bedanya, terkait dengan puasa Ramadan yang dia tinggalkan harus dia qada, berbeda dengan shalat yang tidak harus diqada. Sebagaimana perkataan Aisyah radhiallahu anha,

كانَ يُصِيبُنَا ذلكَ، فَنُؤْمَرُ بقَضَاءِ الصَّوْمِ، ولَا نُؤْمَرُ بقَضَاءِ الصَّلَاةِ

“Kami mengalami hal tersebut (haid), maka kami diperintahkan qadha puasa dan tidak diperintahkan qadha shalat.” (Muttafaq alaih; Shahih Bukhari, no. 321, Shahih Muslim, 335)

Permasalahannya adalah, kapan waktunya mengqada puasanya? Waktunya berlaku sampai datang Ramadan berikutnya. Meskipun tentu saja, lebih cepat ditunaikan qadanya, lebih baik.
Dalam kitab Al Mausuah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah disebutkan,

وَقَضَاءُ رَمَضَانَ يَكُونُ عَلَى التَّرَاخِي. لَكِنَّ الْجُمْهُورَ قَيَّدُوهُ بِمَا إِذَا لَمْ يَفُتْ وَقْتُ قَضَائِهِ، بِأَنْ يُهِل رَمَضَانُ آخَرُ، لِقَوْل عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهَا ” كَانَ يَكُونُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَهُ إِلاَّ فِي شَعْبَانَ، لِمَكَانِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Qadha Ramadan sifatnya dapat ditunda (tidak harus langsung setelah bulan Ramadan). Akan tetapi jumhur ulama membatasi jangan sampai qadha Ramadan tidak terlaksana hingga datang Ramadan berikutnya. Berdasarkan ucapan Aisyah radhiallahu anha, ‘Saya dahulu punya hutang puasa Ramadan, baru dapat saya qadha pada bulan Sya’ban karena mendampingi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.”

Jika bertemu Ramadan berikutnya masih belum selesai juga qadha puasanya, jika hal itu terjadi karena uzur, maka tidak berdosa baginya, jika tanpa uzur maka dia berdosa dan hendaknya bertaubat. Baik ada uzur atau tanpa uzur, siapa yang menunda qadha puasa Ramadan hingga bertemu Ramadan berikutnya, maka dia tetap diwajibkan qada puasanya plus membayar fidyah dengan cara memberi makan seorang miskin sesuai jumlah hari qadhanya. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, juz 28, hal 76)

Ketentuan ini berlaku bukan hanya bagi wanita haid, bagi siapapun yang uzur tidak berpuasa pada bulan Ramadan, laki-atau Perempuan, baik karena sakit atau safar, maka mereka semua diharuskan mengqada puasanya jika kondisi sudah normal dan pulih kesehatannya. Termasuk wanita hamil atau menyusui bayi jika tidak berpuasa karena tak kuat atau khawatir kesehatan diri atau bayinya, menurut pendapat mayoritas ulama, maka merekapun harus mengqada puasanya jika kondisinya sudah pulih atau normal.

Adapun bagi orang tua renta yang tak mampu berpuasa atau orang sakit yang tidak ada harapan sembuh, boleh baginya tidak berpuasa dan sebagai gantinya dia membayar fidyah dengan memberi makan kepada seorang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan puasanya, bentuknya dapat berupa makanan siap santap atau bahan mentah berupa beras seukuran 1 kg kurang sedikit. Golongan ini yang oleh para ulama terkandung dalam firman Allah Taala,

وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُۥ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُۥ

“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin…” (QS al-Baqarah; 184).

Wallahu a’lam