Pertanyaan
Assalaamu’alaikum Ustadz Farid, semoga sehat dan berkah selalu menyertai Ustadz. Mau tanya apa hukumnya seorang suami yang rajin ibadah, tapi agak malas mencari nafkah keluarga sehingga istri harus ikut mencari bahkan sekarang malah istri yang jadi tulang punggung keluarga. Atas jawabannya jazakallaahu khoiran.
Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh
Bismillahirrahmanirrahim
Nafkah seorang suami kepada istrinya adalah wajib. Ini sama-sama telah diketahui umat Islam. Status suami sebagai pemimpin di rumah tangga, salah satu sebabnya adalah dia menafkahi istrinya.
Allah Ta’ala berfirman:
ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعۡضَهُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٖ وَبِمَآ أَنفَقُواْ مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡۚ
Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. (QS. An-Nisa’, Ayat 34)
Ayat ini menunjukkan kepemimpinan laki-laki itu ada sebab, yaitu dia menafkahi istrinya. Menurut Imam Al Qurthubi, jika suami tidak mampu menafkahinya teranulirlah status kepemimpinannya, maka apalagi jika karena malas.
Imam Al Qurthubi Rahimahullah mengatakan:
أَنَّهُ مَتَى عَجَزَ عَنْ نَفَقَتِهَا لَمْ يَكُنْ قَوَّامًا عَلَيْهَا، وَإِذَا لَمْ يَكُنْ قَوَّامًا عَلَيْهَا كَانَ لَهَا فَسْخُ الْعَقْدِ، لِزَوَالِ الْمَقْصُودِ الَّذِي شُرِعَ لِأَجْلِهِ النِّكَاحُ. وَفِيهِ دَلَالَةٌ وَاضِحَةٌ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ عَلَى ثُبُوتِ فَسْخِ النِّكَاحِ عِنْدَ الْإِعْسَارِ بِالنَّفَقَةِ وَالْكُسْوَةِ، وَهُوَ مَذْهَبُ مَالِكٍ وَالشَّافِعِيِّ.
Sesungguhnya, dikala dia tidak mampu menafkahi istrinya maka lenyaplah kepemimpinannya atas istrinya. Jika dia sudah tidak lagi sebagai pemimpin, maka istrinya boleh melakukan fasakh (pembatalan) atas nikahnya, karena maksud diadakannya pernikahan (yaitu tanggung jawab nafkah) telah hilang. Ini menjadi dalil yang jelas atas kuatnya kebolehan melakukan fasakh nikah dikala seorang suami kesulitan memberikan nafkah dan pakaian. Inilah pendapat Imam Malik dan Imam Asy Syafi’i. (Tafsir Al Qurthubi, jilid. 5, hal. 169)
Kewajiban nafkah telah ijma’ (konsensus), walau istri kaya dan berpenghasilan sendiri, seperti yang dikatakan Imam Ibnu Hazm Rahimahullah:
وَاتَّفَقُوا أَن الْحر الَّذِي يقدر على المَال الْبَالِغ الْعَاقِل غير الْمَحْجُور عَلَيْهِ فَعَلَيهِ نَفَقَة زَوجته الَّتِي تزَوجهَا زواجا صَحِيحا إذا دخل بهَا وَهِي مِمَّن تُوطأ وَهِي غير ناشز وَسَوَاء كَانَ لَهَا مَال أَو لم يكن
Para ulama sepakat bahwa laki-laki yang merdeka (bukan budak) yang memiliki harta, baligh, aqil, dalam kondisi tidak ada halangan, wajib memberikan nafkah untuk istrinya yang dinikahi dalam ikatan pernikahan yang sah, dia sudah menggaulinya, baik istrinya orang berharta atau tidak. (Maratibul Ijma’, hal. 79)
Maka, memiliki suami rajin ibadah tentu bagus dan patut disyukuri. Sebab, ada juga yang malas ibadah dan malas nafkah sekaligus. Tapi, jangan lupa, ibadah itu bukan hanya shalat, puasa, dan baca Al Quran, tapi juga menafkahi anak dan istri. Anak dan istri itu hakikatnya adalah amanah Allah Ta’ala, bukan dekorasi di rumah tangga. Bahkan menafkahi istri menjadi salah satu ciri orang bertaqwa, seperti yang Allah Ta’ala tegaskan di awal surah Al Baqarah:
وَمِمَّا رَزَقۡنَٰهُمۡ يُنفِقُونَ
dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka. (QS. Al Baqarah: 3)
Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu menjelaskan makna ayat ini:
نفقة الرجل على أهله
Nafkah seorang laki-laki (suami) kepada keluarganya. (Al Mawardi, An Nukat wa Al’ Uyun, jilid. 1, hal. 70)
Di sisi lain, istri mesti mendorong, memotivasi suaminya, agar terus berusaha, bekerja, jaga wibawa diri, walau penghasilannya dianggap kecil. Yang penting suami usaha dulu, dan jangan tergesa-gesa minta cerai walau sudah punya alasan untuk itu. Tentunya bersabar dan mencari solusi bersama adalah lebih baik.
Demikian. Wallahu a’lam.