Pertanyaan
“Seburuk-buruknya lelaki menginginkan wanita yang baik”. Apakah pernyataan tersebut adil untuk wanita? Sedangkan lelaki itupun tidak baik.
Dalam kehidupan ini manusia yang dikaruniai akal oleh Allah swt akan selalu menginginkan yang terbaik untuk dirinya. Ini adalah hal yang sangat wajar dan ini merupakan fitrah manusia secara umum. Misalnya seseorang yang akan membeli makanan, tentu dia akan memilih makanan yang bersih dan terbungkus rapi apalagi masih ada segelnya, belum disentuh orang lain, bukan makanan yang sudah dipegang orang, yang segelnya rusak bekas dicicipi dan dijamah orang lain yang tidak jadi membeli makanan tersebut.
Apalagi dalam memilih pasangan hidupnya yang akan mendampingi dirinya dan mendidik anak-anaknya. Begitulah laki-laki tentu dia akan selektif dalam memilih yang terbaik untuk hidupnya walaupun dirinya sendiri tidak baik.
Laki-laki manapun secara fitrah tentu akan memilih wanita yang akan menjadi pasangan hidupnya kelak adalah wanita yang baik, yang menjaga kehormatan diri dan agamanya. Hal ini bukan menunjukkan ketidak adilan bagi wanita sebagaimana yang anda pertanyakan. Dalam Islam, orangtualah yang bertanggung jawab dalam memilih pasangan hidup bagi anak perempuannya. Dalam surat an Nur ayat 32 :
وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَىٰ مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ ۚ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Ayat diatas ditujukan kepada orang tua atau wali agar menikahkan anggota keluarganya yang masih sendirian. Tentu saja kriteria dalam memilihkan jodoh tersebut berdasarkan agama dan akhlak.
Oleh karena itulah Islam tidak membenarkan pacaran. Disamping menambah dosa karena banyak larangan yang dilanggar (bisa terjerumus kedalam perbuatan zina), bahkan penentu pilihan sebagai pasangan hidup lebih cenderung kepada ketertarikan seks sebagai penentunya, kepribadian dan akhlak tertutupi dengan cinta semu dan penilaian subjektif.
Itulah sebabnya orang tua/wali bertanggung jawab di hadapan Allah dalam memilihkan pasang hidup bagi anaknya, agar mendapatkan suami yang sholih, bertanggung jawab dan dapat membimbing istrinya bukan dibiarkan memilih sendiri berdasarkan hawa nafsunya. Wallohu a’lam