Sahkah Pernikahan Anak Adopsi Jika “Bintinya” Bukan Ayah Kandungnya ?

Pertanyaan  

Assalamu’alaykum, Saya mau penjelasan dari Bu ambar, Ada anak perempuan yang di adopsi dari bayi. Sekarang anak itu sudah besar. Sekarang anak tersebut sudah nikah. Diwaktu nikah, anak tersebut tidak memakai nama bapak kandung di belakang namanya. Contoh : sari binti Toni. Toni ini adalah bapak angkatnya. Dan yang menikahi adalah wali Hakim karena bapak kandung dan keluarga bapak kandung tidak tau keberadaannya.

  1. Apakah Boleh menyembunyikan status anak sampai sekarang.
  2. Apakah sah pernikahannya karena bukan nama bapak kandung yang disebutkan dibelakang nama anak tadi saat akad nikah. Sampai sekarang anak tersebut merasa itu nama bapak kandungnya padahal sebenarnya itu nama bapak angkat.
  3. Apakah berdosa ortu angkat dalam hal ini, karena memalsukan nama bapak kandung kepada wali Hakim (KUA), besan, dan menantunya.

Wassalamualaikum

Jawaban
Ustadzah Herlini Amran, MA.

Waalaikumussalam wr wb

Pengangkatan anak (adopsi/at Tabanni) yang menisbatkan anak angkat kepada orang tua angkat adalah tradisi masyarakat Arab zaman jahiliyah yang diharamkan dalam hukum Islam. Bisa tergolong kedalam kufur ashghar. Bahkan Allah swt menjelaskan larangan tersebut di Qs. Al Ahzab ayat 4-5:

“Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu dzihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anakmu. Yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja, dan Allah mengatakan yang haq (yang sebenarnya), dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maula-mu. dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu, dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Surat Al Ahzab ayat 4 tersebut diatas di turunkan berkenaan dengan Zaid bin Haritsah r.a. maula Nabi Saw. Dahulu Nabi mengangkatnya sebagai anak sebelum beliau menjadi Nabi, dan ia dikenal dengan sebutan “Zaid anak Muhammad”. Maka dengan turunnya Ayat ini Allah Swt menghapuskan penisbatan tersebut.

Penetapan asal usul anak dalam Islam sangat penting dalam hubungan antara anak, ayah, ibu dan keluarga lainnya. Dengan hubungan nasab ini akan melahirkan konsekwensi pada hukum lainnya seperti perwalian, mahrom, hukum waris dll. Inilah sebabnya Islam mengharamkan mengangkat anak dengan maksud menjadikan anak orang lain untuk dijadikan layaknya anak sendiri secara penuh dalam berbagai aspek hukum, sosial, ekonomi dan kekerabatan yang biasa dimiliki oleh anak kandung.

Hadits yang terkait pelarangan penisbatan diri dan nama seseorang kepada selain orang tua aslinya :

Nabi saw  bersabda (yang artinya): “Barangsiapa yang mengaku sebagai anak seseorang yang selain bapaknya (menisbatkan diri dan namanya kepada selain bapaknya), sedangkan ia tahu bahwa, dia bukan bapaknya, maka surga haram untuknya” (HR. Muttafaq ‘alaih dari sahabat Sa’ad bin Abi Waqqas).

Wallahu A’lam.