Pasangan Menonton yang Tidak Senonoh

Pertanyaan  

Assalamualaikum wr wb ustadzah ada yang bertanya sama saya, kalau istri kita menonton yang tidak senonoh, apa yang seharusnya kita lakukan? Setelah menasehati dan mengingatkannya beberapa kali tapi masih tetap melakukannya.

Jawaban
Ustadzah Husna Hidayati, MHI

Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh

Banyaknya dinamika dalam pernikahan membuat istri lalai dan belum tentu semua istri memiliki sifat penurut dan taat. Banyak sekali kasus pembangkangan istri terhadap perintah suami. Dalam literatur Islam, sikap pembangkangan dan ketidaktaatan istri terhadap suami yang dikenal dengan istilah nusyuz. Dalam suasana seperti itu, suami harus cerdas dalam mengelola situasi. Suami harus bijaksana dalam mengambil setiap keputusan. Suami harus adil dalam memberi perlakuan. Suami harus memahami ilmunya ketika istri melakukan nusyuz.

Konsep global yang bisa diterapkan setelah nasehat dirasa tidak cukup merubah perilaku istri adalah surat an-Nisa ayat 34 tentang pemberian sangsi/ hukuman. Prinsipnya adalah bertahap dalam memberikan sanksi. Dimulai dari yang ringan sampai kemudian bertahap ke tingkat selanjutnya. Ayat 34 surah an-Nisa ini menjelaskan bahwa Allah telah memberikan hak kepada suami untuk memberikan konsekuensi terhadap istrinya yang nusyuz. Konsekuensi ini seperti ditegaskan dalam Al-Qur’an surat an-Nisa ayat 34 yang artinya;

‘Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar”.

Namun, belum tentu semua istri memiliki kondisi ketaatan yang sama dalam mensikapi nasihat suaminya. Sangat mungkin ada yang cukup hanya dengan nasihat lisan saat istri melakukan nusyuz. Namun ada juga yang mengabaikannya. Jika kondisinya seperti ini, perlu solusi lanjutan. Dari nasihat lisan, sedikit meningkat ke tingkat tindakan; pisah ranjang dengan istri. Sepertinya terkesan ekstrim dan tidak adil menegur perbuatan nusyuz dengan cara berpisah ranjang dengan istri. Namun sebenarnya tidak. Ukurannya adalah tingkat kedurhakaan istri. Semakin parah tingkat kedurhakaan dan pembangkangan istri terhadap suami, maka perlu ditingkatkan pula model hukuman suami untuk menyikapi perilaku istri tersebut. Terkecuali dalam kasus-kasus tertentu yang nasihat lisan saja sudah cukup untuk menyadarkan istri dari perilaku nusyuz. Ibarat batu, semakin keras komposisi batu, maka butuh alat yang semakin kuat pula untuk memecahkannya.

Dalam memahami yang harus dilakukan dalam proses menyadarkan istri melakukan nusyuz, kita juga perlu melihat bagaimana praktik Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam mengimplementasikan ayat tersebut. Namun jika kita cermati di masyarakat, meskipun Allah telah memberikan arahan apa yang harus dilakukan oleh suami terhadap isrtrinya yang nusyuz, tidak sedikit suami yang kemudian bila mendapati istrinya telah berbuat nusyuz, kemudian segera bereaksi dengan jurus ringan tangannya, dengan memukulnya.

Padahal, jika suami memahami ayat 34 surah an-Nisa di atas, sebenarnya jika suami mendapati istrinya berbuat nusyuz, maka hukuman yang dilakukan adalah bertahap sesuai levelnya. Dan tidak dibenarkan langsung melakukan hukuman fisik. Dalam tafsir al-Maroghi dikatakan. “Dan wanita-wanita yang diketahui mulai berbuat arogan serta dikhawatirkan tidak menjalankan hak-haknya dalam keluarga dalam perihal yang diridhoi, maka bagi kalian (para suami) agar menyikapinya dengan tahapan-tahapan sebagai berikut”.

Memulai dengan nasihat yang dapat membuatnya sadar, kemudian berpisah ranjang dan memalingkan diri darinya di atas ranjang, kemudian memukulnya dengan pukulan yang tidak keras. Dengan demikian, kita fahami bahwa hukuman fisik bagi istri berupa pukulan itu hanya berlaku bagi mereka yang level nusyuznya sudah sangat sukar dikendalikan dan dinasehati, serta telah melewati dua step sebelumnya. Jika istri masih berbuat nusyuz atau durhaka dan telah dilakukan dua step sebelumnya, maka dibolehkan bagi suami untuk memukulnya.

Namun, syariat tetap membatasi kebolehan memukul ini. Dalam Tafsir lbnu Katsir dijelaskan; dan firman-Nya: dan pukullah mereka, atau apabila istri-istrimu tidak tergoyahkan (nusyuznya) dengan nasehat dan pisah ranjang, maka dibolenkan bagimu memukul mereka dengan pukulan yang tidak melukai. Sebagaimana ditetapkan dalam sahih Muslim dari Jabir dari Nabi SAW: sesungguhnya beliau SAW bersabda dalam haji wada;

“Bertaqwalah kepada Allah dalam masalah wanita, karena mereka adalah penolong (kalian dalam mengarungi hidup). Hak kalian atas mereka yaitu, mereka tidak boleh memasukkan seorang pun ke dalam tempat tidur kalian; orang yang kalian benci, jika mereka melakukannya maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak berbekas. Hak mereka atas kalian adalah agar kalian memberi rizki dan pakaian kepada mereka dengan cara yang baik”.

Begitupun para fuqaha dalam mengomentari masyru’iyahnya suami memukul istrinya yang nusyuz, mayoritas mereka mensyaratkan agar tidak memukul dengan pukulan yang keras, tidak membekas, tidak menyebabkan luka, tidak berulang kali, tidak membuat memar atau patah tulang.

“Dan jangan melakukan pukulan yang menyebabkan kematian karena tujuan utamanya adalah untuk membuatnya menjadi wanita baik bukan membuatnya menjadi sakit atau malah mati”. Wallaahu alam.