Menyikapi Perbedaan Qunut Subuh

Pertanyaan  

Bolehkah kami sebagai pimpinan DKM membuat aturan agar sholat subuh di masjid kami selang seling. Sehari qunut, sehari tidak. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mempersatukan jema’ah. Untuk Hari yg ber-qunut sudah jelas bahwa makmum mengikuti imam yg ber-qunut. Sebagaimana pendapat ibnu Taimiyah, ibnu Qoyyim dan bin Baz. Ketika Hari Tidak ber-qunut maka imam yang memimpin (sebelum memulai shalat), menjelaskan mempersilahkan makmum yang hendak ber-qunut dapat melakukannya sendiri. Dan imam memberi jeda waktu agak panjang setelah itidal sebelum turun untuk sujud

Jawaban
Ustadz Farid Nu'man, SS

Bismillahirrahmanirrahim..

Apa yg direncanakan oleh DKM masjid tersebut adalah bagus. Itu cara meminimalisir perdebatan di masjid. Shalatnya tetap sah.

Saya sampaikan di sini, apa yang dijelaskan Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah tentang bagaimana akhlak luhur para ulama kita dalam menyikapi perselisihan pendapat di antara mereka.

Beliau berkata:

فَأَمَّا الْمُخَالِفُونَ فِي الْفُرُوعِ كَأَصْحَابِ أَبِي حَنِيفَةَ، وَمَالِكٍ، وَالشَّافِعِيِّ، فَالصَّلَاةُ خَلْفَهُمْ صَحِيحَةٌ غَيْرُ مَكْرُوهَةٍ. نَصَّ عَلَيْهِ أَحْمَدُ؛ لِأَنَّ الصَّحَابَةَ وَالتَّابِعِينَ، وَمَنْ بَعْدَهُمْ لَمْ يَزَلْ بَعْضُهُمْ يَأْتَمُّ بِبَعْضٍ، مَعَ اخْتِلَافِهِمْ فِي الْفُرُوعِ، فَكَانَ ذَلِكَ إجْمَاعًا، وَلِأَنَّ الْمُخَالِفَ إمَّا أَنْ يَكُونَ مُصِيبًا فِي اجْتِهَادِهِ، فَلَهُ أَجْرَانِ أَجْرٌ لِاجْتِهَادِهِ وَأَجْرٌ لِإِصَابَتِهِ، أَوْ مُخْطِئًا فَلَهُ أَجْرٌ عَلَى اجْتِهَادِهِ، وَلَا إثْمَ عَلَيْهِ فِي الْخَطَأِ، لِأَنَّهُ مَحْطُوطٌ عَنْهُ. فَإِنْ عَلِمَ أَنَّهُ يَتْرُكُ رُكْنًا أَوْ شَرْطًا يَعْتَقِدُهُ الْمَأْمُومُ دُونَ الْإِمَامِ، فَظَاهِرُ كَلَامِ أَحْمَدَ صِحَّةُ الِائْتِمَامِ بِهِ

Ada pun perbedaan pendapat dalam masalah cabang, seperti yang dialami oleh pengikut Imak Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Asy Syafi’iy, maka shalat dibelakang mereka adalah SAH dan tidak makruh. Imam Ahmad mengatakan bahwa para sahabat, tabi’in, dan generasi setelahnya, mereka senantiasa berimam kepada sesama mereka walau mereka berbeda dalam masalah furu’. Demikian itu (shalat berjamaah dengan yang berbeda masalah furu’, pen) adalah ijma’ mereka.

Sedangkan orang yang berbeda pendapat, jika dia benar pendapatnya maka pahalanya dua; satu karena ijtihadnya, satu karena benarnya. Ada pun yang ijtihadnya salah, dia dapat satu pahala, yaitu pahala ijtihadnya, sedangkan kesalahannya tidak berdosa baginya.

Jika seorang makmum mengetahui bahwa imamnya meninggalkan satu atau dua rukun, yang mana bagi makmum itu tidak boleh ditinggalkan, sedangkan si imam berpendapat boleh, maka menurut perkataan Imam Ahmad tetap SAH shalat berimam kepadanya. (Al Mughni, 2/141)

Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah bercerita tentang Imam Asy Syafi’iy Rahimahullah:

ثُمَّ مِنْ الْمَعْلُومِ بِالتَّوَاتُرِ عَنْ سَلَفِ الْأُمَّةِ أَنَّ بَعْضَهُمْ مَا زَالَ يُصَلِّي خَلْفَ بَعْضٍ مَعَ وُجُودِ مِثْلِ ذَلِكَ فَمَا زَالَ الشَّافِعِيُّ وَأَمْثَالُهُ يُصَلُّونَ خَلْفَ أَهْلِ الْمَدِينَةِ وَهُمْ لَا يَقْرَءُونَ الْبَسْمَلَةَ سِرًّا وَلَا جَهْرًا. وَمِنْ الْمَأْثُورِ أَنَّ الرَّشِيدَ احْتَجَمَ فَاسْتَفْتَى 

Kemudian, telah diketahui secara mutawatir dari generasi salaf bahwa mereka shalat berjamaah satu sama lain bersamaan dengan adanya hal itu (perselisihan pendapat). Imam Asy Syafi’iy dan orang-orang semisalnya shalat dibelakang penduduk Madinah (dulunya Malikiyah), di mana mereka tidak membaca Basmalah baik sirr (dilirihkan) atau jahr (dikeraskan). (Majmu’ Al Fatawa, 20/365)

Tentang merutin Qunut Subuh, Imam At Tirmidzi berkata:

قَالَ سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ إِنْ قَنَتَ فِي الْفَجْرِ فَحَسَنٌ وَإِنْ لَمْ يَقْنُتْ فَحَسَنٌ

“Berkata Sufyan Ats Tsauri: “Jika berqunut pada shalat shubuh, maka itu  bagus, dan jika tidak berqunut itu juga bagus.” (Lihat Sunan At Tirmidzi, keterangan hadits No. 401)

Tentang Qunut Subuh,  diceritakan tentang Imam Ahmad Rahimahullah :

فقد كان الإمام أحمدُ رحمه الله يرى أنَّ القُنُوتَ في صلاة الفجر بِدْعة، ويقول: إذا كنت خَلْفَ إمام يقنت فتابعه على قُنُوتِهِ، وأمِّنْ على دُعائه، كُلُّ ذلك مِن أجل اتِّحاد الكلمة، واتِّفاق القلوب، وعدم كراهة بعضنا لبعض.

“Imam Ahmad Rahimahullah berpendapat bahwa qunut dalam shalat fajar (subuh) adalah bid’ah. Dia mengatakan: “Jika aku shalat di belakang imam yang berqunut, maka aku akan mengikuti qunutnya itu, dan aku aminkan doanya, semua ini lantaran demi menyatukan kalimat, melekatkan hati, dan menghilangkan kebencian antara satu dengan yang lainnya.” (Syaikh Ibnu Al ‘Utsaimin, Syarhul Mumti’, 4/25. Mawqi’ Ruh Al Islam)

Demikian. Wallahu a’lam