Menggabungkan Niat Puasa Qadha dan Sunnah

Pertanyaan  

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Ustadz bagaimana hukumnya menggabungkan puasa Qodha Ramadhan dengan puasa 6 hari di bulan Syawal dengan 1 niat sekaligus ataukah dipisahkan niatnya Ustadz? Sebelumnya saya ucapkan Jazaakallahu Khoyron Ustadz atas jawabannya. Barakallahu Fiik.

Jawaban
Ustadz Farid Nu'man Hasan, SS

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Bismillahirrahmanirrahim..

Penggabungan niat puasa, dua atau lebih, pada hari yang sama, tidak kita temukan secara khusus dalam Al Quran dan As Sunnah. Oleh karena itu, terjadi pro kontra (khilafiyah) para ulama terhadap masalah ini.

Dalam kumpulan fatwa Al Lajnah Ad Daimah, kerajaan Arab Saudi, disebutkan:

هل يجوز صيام التطوع بنيتين: نية قضاء، ونية سنة ….

Apakah boleh berpuasa sunah dengan dua niat: niat qadha dan niat sunah sekaligus ..?

Jawab:

لا يجوز صيام التطوع بنيتين، نية القضاء ونية السنة

Tidak boleh berpuasa sunnah dengan dua niat, baik niat qadha dan niat sunah .. (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah, no. 6497)

Perlu diketahui, bahwa puasa qadha itu wajib, dia sebaiknya didahulukan dibanding puasa sunnah. Tapi kadang, ada orang berpuasa qadha –misal qadha Ramadhan- bertepatan di hari Senin atau Kamis, bisa jadi dia juga mendapatkan pahala sunah Senin-Kamis. Semoga demikian. Jadi niatkan saja puasa Qadha-nya, kalau pun dilakukan di hari Senin atau Kamis, atau bertepatan di hari Ayyamul bidh (tgl 13,14,15), semoga Allah ﷻ juga memberikan pahala sunnah kepadanya.

Sementara itu, umumnya ulama mengatakan SAH alias boleh saja menggabungkan itu, yaitu dengan meniatkan qadhanya walau dilakukan di hari shaum sunnah, maka pahala shaum sunnahnya juga didapatkan, sebab yang wajib dapat meng-cover yang sunnah, tapi yang sunnah tidak dapat meng-cover yang wajib.

Imam As Suyuthi Rahimahullah berkata:

ذكره السنجي في شرح التلخيص صام في يوم عرفة مثلا قضاء أو نذرا أو كفارة ونوى معه الصوم عن عرفة فأفتى البارزي بالصحة والحصول عنهما

“As Sanji menyebutkan dalam Syarh At Talkhish, berpuasa ‘Arafah misalnya, qadha, atau nadzar, atau kafarah, dan diniatkan juga bersamanya puasa ‘Arafah, maka Al Bariziy memfatwakan bahwa hal itu sah dan mendapatkan kedua puasa itu.” (Imam As Suyuthi, Al Asybah wan Nazhaair, 1/22)

Lalu, Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah juga berpendapat sah. Syaikh Abdullah Al Faqih ditanya tentang seseorang yang shaum ‘arafah plus juga shaum qadha, Beliau menjawab -diantaranya:

والظاهر أنه يجزئك التشريك بين نية القضاء ونية صوم يوم عرفة؛ لأن مقصود الشرع يتحقق، إذ المراد أن يحصل صوم يوم عرفة، وقد حصل، كما أنه لو اغتسل يوم الجمعة للجنابة أجزأه عن غسل الجنابة والجمعة عند الأئمة الأربعة. قال العلامة العثيمين رحمه الله في فتاوى الصيام: من صام يوم عرفة، أو يوم عاشوراء وعليه قضاء من رمضان فصيامه صحيح، لكن لو نوى أن يصوم هذا اليوم عن قضاء رمضان حصل له الأجران: أجر يوم عرفة، وأجر يوم عاشوراء مع أجر القضاء، هذا بالنسبة لصوم التطوع المطلق الذي لا يرتبط برمضان. انتهى

“Yang benar adalah bahwa cukup bagi Anda mencampur (menggabung) antara niat qadha dan niat shaum ‘arafah, karena hal itu sudah mengcover maksud syariat, maksudnya target shaum ‘arafahnya sudah tercapai. Sebagaimana seseorang yang mandi di hari Jumat, maka itu sudah cukup bagi mandi junub dan mandi Jumatnya menurut imam yang empat. Al ‘Allamah Utsaimin Rahimahullah berkata dalam Fatawa Ash Shiyam: “Barangsiapa yang melakukan puasa pada hari ‘Arafah, atau shaum hari ‘Asyura, sedangkan dia masih ada hutang puasa Ramadhan, maka puasa sunnahnya itu tetap sah. Tetapi apabila niatnya melakukan puasa pada hari ‘Arafah atau pada hari ‘Asyura DENGAN NIAT SHAUM QADHA RAMADHAN JUGA, maka ia akan mendapati dua pahala. Yaitu ganjaran puasa ‘Arafah dan‘Asyura, disertai dengan ganjaran qadhanya itu. Penjelasan ini untuk puasa muthlaq, yaitu yang tidak ada hubungan apa-apa dengan puasa Ramadhan.” (Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyah no. 16431)

Imam Khathib Asy Syarbini Rahimahullah mengatakan:

ولو صام فيه -أى فى شوال – قضاء عن رمضان أو غيره أو نذرا أو نفلا آخر حصل له ثواب تطوعها

“Seandainya dia berpuasa padanya –yaitu di bulan Syawal- mengqadha Ramadhan atau selainnya, atau nadzar, atau sunnah lainnya maka dia mendapatkan pahala sunnahnya.” (Imam Khathib Asy Syarbini, Mughni Muhtaj, 1/49)

Dalam fatwa Darul Ifta Al Mishriyah, disebutkan:

وبناء عليه: فيجوز للمرأة المسلمة أن تقضي ما فاتها من صوم رمضان في شهر شوال، وتكتفي به عن صيام الست من شوال، ويحصل لها ثوابها؛ لكون هذا الصيام قد وقع في شهر شوال إلا أن الأكمل والأفضل أن يصوم المسلم أو المسلمة القضاء أولاً، ثم الست من شوال، أو الست من شوال أولا، ثم القضاء؛ لأن حصول الثواب بالجمع لا يعني حصول كامل الثواب

“Berdasarkan hal itu, maka boleh bagi wanita muslimah mengqadha puasa Ramadhannya di bulan Syawwal, dan itu sudah mencukupi puasa enam hari syawwalnya, dan dia mendapatkan pahalanya (puasa Syawwal) karena qadhanya itu dia lakukan di bulan Syawwal. Hanya saja yang lebih sempurna dan lebih utama adalah pertama-tama hendaknya muslim dan muslimah melakukan qadha, kemudian enam hari Syawwal, atau enam hari Syawwal dulu, kemudian qadha. Sebab, mendapatkan pahala dengan sebab menggabungkan amal ibadah tidak berarti mendapatkan pahala yang sempurna.” (Fatwa ini diunggah Kamis, 6 Agustus 2015, di www.almasrawy.com)

Kesimpulan:

– Para ulama berselisih atas kebolehan membarengi dua niat puasa; puasa qadha dan sunnah, umumnya membolehkan dan sah. Kalau mau tidak mengundang kontroversi atau perdebatan memang lebih baik jalankan sesuai waktunya saja. Kalau pun mau menjalankan qadha yang bersamaan dengan hari shaum sunnah, niatkan saja qadha-nya, sambil berharap mendapatkan pahala sunnahnya.

Demikian. Wallahu A’lam