Pertanyaan
Assalamualaikum ustadz, bagaimana hukumnya mendengarkan ceramah lewat sosial media? alasannya mereka menggali ilmu bisa dimana saja, padahal setiap minggu ada kajian majlis ta’lim di dekat rumahnya, tapi karena dia disibukkan dengan bisnisnya, jadi dia berpendapat begitu, tidak usah ke majelis, lmu bisa digali dimana saja. Mohon jawabannya ustad.
Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh
Bismillahirrahmanirrahim..
Kita diperintahkan untuk menuntut ilmu, sebagaimana hadits terkenal:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Menuntut ilmu adalah wajib atas setiap muslim. (HR. Ibnu Majah no. 224, shahih)
Zaman dulu, menuntut ilmu dengan cara mendatangi guru ke majelisnya baik di masjid, atau di rumahnya. Bahkan kadang mereka mengembara sampai berbeda negara.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sendiri mengisyaratkan bahwa menuntut ilmu itu ditempuh lewat perjalanan:
وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
Siapa yang menempuh perjalanan untuk menuntut ilmu maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga. (HR. Muslim no. 2699)
Makna perjalanan dahulu bisa dengan jalan kaki atau kendaraan. Saat ini bisa dengan sarana-sarana yang sudah sesuai dengan kemajuan zaman.
Dahulu dengan buku secara hard copy, saat ini bisa dgn soft copy melalui ebook, atau online. Termasuk fatwa-fatwa para ulama pun sudah disediakan secara online.
Dahulu tidak ada kaset ceramah agama, lalu awal abad 20 mulai ada kaset dengan pita, lalu berubah menjadi CD di akhir abad 20 sampai saat ini, kemudian berkembang menjadi video ceramah.
Ini semua bagian dari upaya intisyarul ‘ilmi, penyebaran ilmu, dengan media yang disesuaikan zaman.
Kita lihat hadits berikut:
نَضَّرَ اللهُ امْرَءاً سَمِعَ مِنَّا حَدِيْثاً فَحَفِظَهُ – وفي لفظٍ: فَوَعَاها وَحَفِظَها – حَتَّى يُبَلِّغَهُ، فَرُبَّ حامِلِ فِقْهٍ إلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ، وَرُبَّ حامِلِ فِقْهٍ لَيْسَ بِفَقِيْهٍ
“Semoga Allah mencerahkan wajah orang yang mendengar hadits dariku, lalu dia menghafalnya – dalam lafazh riwayat lain: lalu dia memahami dan menghafalnya –, hingga (kemudian) dia menyampaikannya (kepada orang lain), terkadang orang yang membawa ilmu agama menyampaikannya kepada orang yang lebih paham darinya, dan terkadang orang yang membawa ilmu agama tidak memahaminya.”
(Hadits shahih, mutawatir, diriwayatkan oleh lebih dari 20 sahabat nabi)
Ada pun dari sisi penuntut ilmu, tidak apa-apa dia belajar melalui buku, atau video-video para ulama dan ustadz yang bisa dipercaya.
Imam ‘Izzuddin bin Abdissalam Rahimahullah berkata:
أما الاعتماد على كتب الفقه الصحيحة الموثوق بها فقد اتفق العلماء في هذا العصر على جواز الاعتماد عليها والاستناد إليها لأن الثقة قد حصلت بها كما تحصل بالرواية ولذلك اعتمد الناس على الكتب المشهورة في النحو واللغة والطب وسائر العلوم لحصول الثقة بها وبعد التدليس
Ada pun berpegang kepada buku-buku fiqih yang shahih dan terpercaya, maka para ulama zaman ini sepakat atas kebolehan bersandar kepadanya. Sebab, seorang yang bisa dipercaya sudah cukup mencapai tujuan sebagaimana tujuan pada periwayatan. Oleh karena itu, manusia yang bersandar pada buku-buku terkenal baik nahwu, bahasa, kedokteran, atau disiplin ilmu lainnya, sudah cukup untuk mendapatkan posisi “tsiqah/bisa dipercaya” dan jauh dari kesamaran.
(Imam As Suyuthi, Asybah wa Nazhair, Hal. 310. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah. Beirut)
Namun demikian, walau cara ini dibolehkan, hadir ke majelis ilmu jelas lebih utama. Tapi, memang kondisi orang berbeda-beda. Kesibukan manusia berbeda-beda, dan seseorang di tengah kesibukannya masih menyempatkan menuntut ilmu agama walau lewat buku atau melihat video, itu masih lebih baik dari pada tidak sama sekali. Hendaknya sesama muslim memberikan toleransi kepada saudaranya dalam hal ini.
Tapi, kebolehan hal ini tidak berlaku bagi para Qari Al Quran, sebab khusus itu mesti talaqqi kepada guru.
Maka dikatakan:
فعلى قارئ القرآن ان يأخذ قرائته على طريق التلقّى و الإسناد عن الشيوخ الآخذين عن شيوخهم كى يصل الى تأكد من أن تلاوته تطابق ما جاء عن رسول الله صلى الله عليه و سلم
Wajib bagi qari untuk mengambil bacaan Al Qurannya dengan metode talaqqi, dan mengambik sanad dari para guru yang jyga mengambil dari guru-guru mereka agar terjadi kesinambungan bacaannya dan sebagai pemastian bahwa bacaannya sesuai dengan apa yang dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. (Haqqut Tilawah, Hal. 46). Demikian. Wallahu a’lam.