Kalimat Yang Menjadi Jatuhnya Talak

Pertanyaan  

Ada seorg suami yang marah pada istrinya karen tidak diizinkan menikah lagi. Dalam keadaan marah tsb dia berkata: “ya sudah kita pisah saja”. Apakah ucapan tsb sudah termasuk talak?

Dan suami itu akhirnya tidak menafkahi istri dan anaknya. Padahal dia sudah punya 1 anak dan istrinya sedang hamil tua

Jawaban
Ustadz Fauzi Bahresy, SS.

Assalamu alaikum wr wb

Terkait dengan perkataan suami, “ya sudah kita pisah saja,” adalah perkataan yang membutuhkan penjelasan mengenai maksud dari perkataan tsb.

Sebab ungkapan cerai atau talak ada dua jenis.

  1. Ada yang yang bersifat sharih atau jelas seperti “saya cerai kamu” saya talak kamu”.
  2. Ada yang bersifat kinayah (kiasan). Misalnya, “Silahkan kamu pulang ke rumah orang tuamu!”

Bila suami mempergunakan ungkapan sharih (jelas), maka seketika jatuh talak. Namun bila yang dipergunakan kalimat kiasan, maka harus ditanyakan dulu maksudnya apakah diniatkan talak atau tidak? Jika sekedar menyuruh pulang tanpa niat menceraikan, maka tidak jatuh talak. Namun jika memang diniatkan cerai, maka jatuhlah talak baginya.

Nah terkait ucapan di atas (kita pisah saja), jumhur ulama memasukkannya ke dalam kategori kinayah sehingga membutuhkan konfirmasi terkait niat dan maksud pengucapannya.

Dalam hal ini madzhab Syafii dan sebagian madzhab Hambali memiliki pandangan berbeda. Mereka menganggap ungkapan “pisah” sebagai talak yang bersifat sharih sehingga tidak membutuhkan konfirmasi niat (lihat al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah). Mereka berdalil dengan surat at-Thalaq ayat 2 yang mempergunakan kata firaaq yang bermakna pisah.

Atau juga kata tasriih (تسريح) dalam al-Baqarah 229 yg bermakna sama (memisahkan atau melepaskan).

 

Hanya saja jumhur ulama berpandangan bahwa kata “pisah” atau “lepas” tidak merupakan ungkapan cerai atau talak yang bersifat sharih. Sebab keduanya banyak dipakai diluar makna talak.

Karena itu bila mengambil pendapat jumhur, harus dikonfirmasi dulu kepada suami di atas apakah yang ia maksud dg ungkapan itu talak atau bukan? Adapun kondisi marah tidak berpengaruh apa-apa.

Selanjutnya tindakan suami yang tidak memberikan nafkah kepada isteri dan anak, adalah keliru. Sebab sebagai suami ia tetap berkewajiban memberikan nafkah kepada isteri apalagi kepada anak. Nafkah kepada isteri baru terputus kalau sudah diceraikan dan melewati masa iddah. Namun dengan status sekarang yang belum jelas pisah, ia masih merupakan isterinya yang harus dinafkahi.

 

Wallahu a’lam