Pertanyaan
Berapa kadar menyusu yang menjadikan mahram? Terimakasih
Alhamdulillah washalatau wassalamu ala rasulillah amma ba’du.
Para ulama berbeda pendapat soal bilangan susuan yang dapat menyebabkan terlarangnya perkawinan atau pernikahan.
Pendapat pertama adalah pendapat ulama dalam mazhab Syafii dan Hambali. Mereka menyatakan bahwa susuan yang dapat menyebabkan terlarangnya perkawinan adalah lima kali susuan. Berdasarkan hadits Aisyah radhiallahu anha yang diriwayatkan oleh Muslim dalam shahihnya,
كَانَ فِيمَا أُنْزِلَ مِنَ الْقُرْآنِ: عَشْرُ رَضَعَاتٍ مَعْلُومَاتٍ يُحَرِّمْنَ، ثُمَّ نُسِخْنَ، بِخَمْسٍ مَعْلُومَاتٍ، فَتُوُفِّيَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَهُنَّ فِيمَا يُقْرَأُ مِنَ الْقُرْآنِ ” (رواه مسلم)
“Dahulu, termasuk ayat yang tercantum dalam Al-Quran adalah ‘Sepuluh kali susuan yang diketahui dapat mengharamkan perkawinan’ kemudian dihapus dengan (ayat) ‘lima kalian (susuan) yang diketahui’ Hingga Rasulullah shallallahu alaihi wafat, dia termasuk yang dibaca dari Al-Quran.” (HR. Muslim, no. 1452)
Pemahaman dari pendapat ini adalah bahwa apabila kurang dari lima kali susuan, maka tidak memberikan pengaruh hukum diharamkannya perkawinan. Hal tersebut dengan catatan bahwa susuan yang dimaksud adalah susuan yang mengenyangkan dan terjadi pada saat bayi berusia kurang dari dua tahun. Maksudnya jika saat menyusui bayi tersebut di atas usia dua tahun, maka hal tersebut tidak mengakibatkan terhalangnya perkawinan. Patokan satu susuan adalah apabila bayi telah puas dalam sekali menyusu lalu dia berhenti. Adapun apabila saat menyusu dia sekali-sekali berhenti karena ingin ambil nafas misalnya, lalu dia menyusu lagi, maka kesemua itu dianggap satu susuan, bukan beberapa kali susuan.
Imam Nawawi berkata,
فأما إذا قطع الرضاع لضيق نفس أو لشئ يلهيه ثم رجع إليه أو انتقل من ثدى إلى ثدى كان الجميع رضعة، كما أن الاكل إذا قطعه لضيق نفس أو شرب ماء أو لانتقال من لون إلى لون كان الجميع أكلة
“Jika bayi menghentikan susuannya karena sesak nafas misalnya atau ada sesuatu yang mengalihkan perhatiannya kemudian dia kembali menyusu lagi atau berpindah dari satu payudara ke payudara, maka kesemuanya dianggap satu kali susuan, sebagaimana halnya ketika makan seseorang berhenti sejenak untuk ambil nafas atau minum atau berpindah dari satu lauk ke lauk lain, maka kesemuanya dianggap sebagai sekali makan.” (Al-Majmu Syarhul Muhazab, 18/214)
Pendapat kedua adalah pendapat ulama dalam mazhab Maliki dan Hanafi, bahwa jika terjadi penyusuan maka hal tersebut dengan sendirinya dapat mengharamkan perkawinan, baik sedikit atau banyak. Mereka berpendapat dengan keumuman ayat atau hadits yang berbicara tentang konsekwensi hukum menyusui secara mutlak. Yaitu firman Allah Taala;
وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ (سورة النساء: 23)
“(Termasuk wanita yang haram dinikahi adalah) ibu-ibu kalian yang menyusui kalian.” (QS. An-Nisa: 23)
Juga sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
يَحْرُمُ مِنْ الرَّضَاعِ مَا يَحْرُمُ مِنْ النَّسَبِ (متفق عليه)
“Diharamkan karena menyusui apa yang diharamkan berdasarkan nasab.” (Muttafaq alaih)
Mengambil pendapat mazhab Syafii dan Hambali berarti kita mengambil rukhshah (keringanan) yang Allah berikan. Sedangkan mengambil pendapat mazhab Hanafi dan Maliki berarti kita mengambil kehati-hatian. Wallahu a’lam bishawab.