Hukum Sungkem dan Saweran di Pernikahan

Pertanyaan  

Bolehkah dalam acara pernikahan menggunakan acara saweran dan sungkeman? Bagaimana hukumnya?

Jawaban
Ustadz Farid Nu'man, SS

Bismillahirrahmanirrahim..

Jika saweran yang dimaksud adalah saling bantu mengumpulkan uang untuk pembiayaan pernikahan maka ini bagus.

Jika saweran yang dimaksud adalah adanya orkes dangdut, penyanyinya wanita dan berjoget dihadapan penonton laki-laki bukan mahram, lalu penonton mengumpulkan uang untuk penyanyi tersebut. Maka, ini maksiat dan diharamkan.

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا

“Ada dua kelompok penghuni neraka yang belum saya lihat sekarang, yaitu kaum yang membawa cemeti (cambuk) seperti ekor sapi yang digunakan untuk memukul manusia. Dan para wanita yang berpakaian tetapi telanjang, menggoyang-goyangkan tubuhnya, memiringkan kepalanya, seperti punuk unta yang miring. Para wanita itu tidak akan masuk surga, bahkan tidak mendapatkan wanginya surga, padahal wanginya surga itu sudah bisa tercium dari perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim No. 2128)

Ada pun tradisi sungkeman, Jalan mwmbungkuk dan  merangkak, kepada orangtua sebagai prosesi untuk meminta restunya, maka cara ini bertentangan dengan adab Islam. Meminta restunya sendiri adalah hal yang disyariatkan.

Namun jika tidak dengan cara membungkuk dan tidak dengan cara merangkak, jalan sambil berjongkok, tapi jalan biasa saja lalu mencium tangan orang tua, atau mencium kakinya, ini tidak apa-apa.

Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, Beliau berkata:

 يا رسول الله أينحني بعضنا لبعض ؟ : قال ( لا ) . قلنا أيعانق بعضنا بعضا ؟ : قال ( لا . ولكن تصافحوا ) . 

Wahai Rasulullah, apakah kami mesti membungkuk terhadap yang lain? Beliau menjawab: “Tidak.” Kami bertanya: “Apakah kami mesti berpelukan?” Beliau menjawab: “Tidak, tetapi berjabat tanganlah.” (HR. Ibnu Majah No. 3702)

Hadits ini pada dasarnya dhaif, seperti kata Syaikh Husein Salim Asad dalam Tahqiqnya atas Musnad Abi Ya’la. (No. 4287). Namun karena ada tiga jalur lain yang menjadi mutaba’ah (menguatkan) yakni jalur Syu’aib bin Al Habhab, jalur Katsir bin Abdullah, dan jalur Al Mahlab bin Abi Shufrah, maka menurut Syaikh Al Albani hadits ini HASAN. (As Silsilah Ash Shahihah No. 160)

Apakah makna larangan ini? Para ulama terbagi menjadi dua pendapat antara mengharamkan dan memakruhkan.

Imam Ibnu ‘Allan, seorang ulama madzhab Syafi’i, berkata:

ومن البدع المحرمة الانحناء عند اللقاء بهيئة الركوع.

Termasuk bid’ah diharamkan adalah penghormatan saat berjumpa dengan cara membungkuk. (Dalilul Falihin, 6/181)

Imam Al Bujairimi Asy Syafi’iy berkata:

الانحناء لمخلوق كما يفعل عند ملاقاة العظماء حرام عند الإطلاق أو قصد تعظيمهم لا كتعظيم الله، وكفر إن قصد تعظيمهم كتعظيم الله تعالى

Membungkuk kepada makhluk, sebagaimana yg dilakukan saat berjumpa dgn para pejabat adalah haram secara mutlak. Atau untuk memuliakan mereka, walau tidak seperti mengagungkan Allah. Jika sampai seperti mengagungkan Allah maka itu kafir.  (Hasyiyah Al Bujairimi ‘Alal Khathib, 4/241)

Sebagian ulama memakruhkan, tidak sampai mengharamkan.

Tertulis dalam Al Fatawa Al Hindiyah:

الانحناء للسلطان أو لغيره مكروه لأنه يشبه فعل المجوس

Membungkuk kepada raja atau SELAINNYA adalah makruh. Karena itu menyerupai perilaku Majusi. (Al Fatawa Al Hindiyah, 5/369)

Imam Asy Syarbiniy berkata:

يكره حني الظهر مطلقا لكل أحد من الناس , وأما السجود له فحرام

Dimakruhkan membungkukan punggung secara mutlak kepada siapa pun, ada pun sujud kepadanya haram.

(Mughni Al Muhtaj, 4/218)

Apa pun hukumnya, maka hindari membungkuk, merunduk, jongkok,  kepada makhluk walau untuk penghormatan.

Mencium Kaki Orang Tua atau Orang Shalih: Boleh

Syaikh Muhammad ibn Shalih Al ‘Utsaimin menulis dalam Syarh Riyadhush Shalihin:

المهم أن هذين الرجلين قبلا يد النبي صلى الله عليه وسلم ورجله فأقرهما على ذلك وفي هذا جواز تقبيل اليد والرجل للإنسان الكبير الشرف والعلم كذلك تقبيل اليد والرجل من الأب والأم وما أشبه ذلك لأن لهما حقا وهذا من التواضع

“Dua orang tamu Nabi ﷺ  memang telah mencium kaki beliau. Nabi ﷺ  menyetujui tanpa mengingkari. Maka, hukumnya boleh mencium tangan dan kaki seseorang karena kemuliaannya, sebagaimana mencium tangan dan kaki Bapak maupun Ibu, karena memang hak mereka. Inilah bentuk dari sikap tawadhu’.” (selesai)

Hal ini juga dilakukan  para imam. Dalam Siyar  A’lamin Nubala’, Imam Adz Dzahabi Rahimahullah menceritakan:

قال محمد بن حمدون بن رستم: سمعت مسلم بن الحجاج، وجاء إلى البخاري فقال: دعني أقبل رجليك يا أستاذ الأستاذين، وسيد المحدثين، وطبيب الحديث في علله .(سير أعلام النبلاء ط الحديث، شمس الدين أبو عبد الله محمد بن أحمد بن عثمان بن قَايْماز

“Muhammad ibn Hamdun berkata, ‘Saya mendengar Imam Muslim saat bertandang pada Imam Bukhari berkata: “Biarkanlah aku mencium kedua kakimu, wahai gurunya para guru, tuannya para muhaddits, dan tabibnya hadits dalam mengetahui illatnya.” (selesai)

Demikian. Wallahu a’lam