Hukum Naik Haji dari Hasil Gadai Emas

Pertanyaan  

Assalamualaikum Bapak.. Mau tanya, bagaimana hukumnya seseorang yang menunaikan ibadah haji, tapi hasil dari gadai emas miliknya? Mksh..

Jawaban
Ustadz Farid Nu'man, SS

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Bismillahirrahmanirrahim ..

Ada dua pembahasan ya, yaitu gadai emas dan haji dengan ongkos gadai emas tersebut.

Gadai pada dasarnya boleh, dan itu tertera dalam Al Qur’an:

وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَى سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوضَةٌ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آَثِمٌ قَلْبُهُ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ADA BARANG TANGGUNGAN yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian”  (QS. Al Baqarah: 283).

 

Juga tertera dalam hadits Shahih Bukhari:

وعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَدِرْعُهُ مَرْهُونَةٌ عِنْدَ يَهُودِيٍّ بِثَلَاثِينَ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ. رواه البخاري.

Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, berkata: Saat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam wafat, Beliau menggadaikan perisai perangnya kepada seorang Yahudi dgn 30 sha’ biji-bijian. (HR. Bukhari)

 

Yg penting syaratnya terpenuhi..

– barang yg digadai memiliki nilai ekonomi

– barang yg digadai mesti dipegang yg memberi hutang

– penghutang mestu melunasi hutang kalo udah tempo

– kalo tidak bisa, maka penghutang berhak menjualnya untuk membayarkan hutang tsb

– barang gadaian gak boleh dipakai selama masih dalam status gadai ..

– dan tidak boleh ada riba saat pengembalian uangnya

 

Nah, untuk gadai emas, mayoritas ulama membolehkan.

 

Syaikh Abdullah Al Faqih Hafizhahullah mengatakan:

فإنه لا خلاف بين العلماء في مشروعية الرهن أصلا, فيجوز رهن الماشية والعقار والذهب, لقوله تعالى: وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَى سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوضَةٌ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آَثِمٌ قَلْبُهُ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ{البقرة:283}.

Tidak ada perbedaan pendapat para ulama bahwa gadai pada dasarnya dibolehkan, maka dibolehkan menggadaikan ternak, barang, dan emas.  (Lalu dikutip Al Baqarah: 283)

(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 112442)

 

Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid Hafizhahullah  mengatakan:

ولا حرج في أن يكون الرهن من الذهب ، أو الفضة ، أو غير ذلك من الأموال ، لعموم قوله : (فَرِهَانٌ مَقْبُوضَةٌ ) .

Tidak apa-apa menggadaikan emas, perak, atau harta lainnya. Sesuai keumuman ayat: farihaanun maqbuudhah (maka hendaknya ada barang tanggungan).

(Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 198148)

Hanya saja, kebolehan ini bersyarat yaitu tidak diperkenankan adanya syarat tambahan nilai uang saat pengembalian  uang yang dipinjamkan,  sebab itu riba.

 

Syaikh Ali Ash Shabuni  mengatakan tentang Riba, adalah:

زيادة على أصل المال يأخذها الدائن من المدين

Tambahan atas harta pokok yang diambil oleh pemberi hutang kepada yang berhutang. (Shafwatut Tafasir, 1/143)

Kemudian, .. jika gadai emas itu boleh maka ongkos haji dari uang gadaian emas itu pun sah. Sebab, berhutang untuk haji adalah SAH, dengan syarat dia dalam keadaan mampu membayarnya, tidak sampai memaksakan diri dan keluarganya.

 

Imam Al Khathib Asy Syarbiniy Rahimahullah mengatakan:

إنما يجوز الاقتراض لمن علم من نفسه القدرة على الوفاء إلا أن يعلم المقرض أنه عاجز عن الوفاء

Sesungguhnya dibolehkan meminjam (buat haji) bagi yang tahu bahwa dirinya mampu untuk membayar hutangnya, KECUALI jika dia tahu tidak kuat membayarnya.

(Mughniy Muhtaj, 3/30)

 

Demikian. Wa Shalallahu ‘Ala Nabiyyina Muhammadin wa’ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam