Pertanyaan
Assalamualaikum ustad ingin bertanya, bagaimana hukumnya jual beli kucing anggora dalam islam, bolehkah?
Wa Alaikum salam wa rahmatullah wa barakatuh. Bismillah wa Alhamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘ala Rasulillah wa Ba’d:
Ada beberapa hadits yang menunjukkan larangan jual beli kucing. Di antaranya:
Dari Jabir Radhiallahu Anhu, katanya:
نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن ثمن الكلب والسنور
“Rasulullah SHallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang harga dari Anjing dan Kucing.” (HR. At Tirmidzi No. 1279, Abu Daud No. 3479, An Nasa’i No. 4668, Ibnu Majah No. 2161, dll)
Imam At Tirmidzi mengatakan, hadits ini idhthirab (guncang), dan tidak shahih dalam hal menjual kucing. (Lihat Sunan At Ttirmidzi No. 1279) dan Imam An Nasai mengatakan hadits ini: munkar! (Lihat Sunan An Nasai No. 4668)
Syaikh Muhammad bin Abdurrahman Al Mubarakfuri Rahimahullah mengatakan:
وقال الخطابي: وقد تكلم بعض العلماء في إسناد هذا الحديث. وزعم أنه غير ثابت عن النبي صلى الله عليه وسلم. وقال أبو عمر بن عبد البر: حديث بيع السنور لا يثبت رفعه. هذا آخر كلامه.
“Berkata Al Khathabi: sebagian ulama membicarakan isnad hadits ini dan mengira bahwa hadits ini tidak tsabit (shahih) dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Berkata Abu Umar bin Abdil Bar: hadits tentang menjual kucing tidak ada yang shahih marfu. Inilah akhir ucapannya. (Syaikh Muhammad bin Abdurrahman Al Mubarakfuri, Tuhfah Al Ahwadzi, 4/501. Cet. 2, 1383H-1963M. Maktabah As Salafiyah. Lihat juga Imam Abu Thayyib Syamsul Azhim Abadi, Aunul Mabud, 9/271. Darul Kutub Al Ilmiyah)
Berkata Imam Ibnu Abdil Bar Rahimahullah:
وليس في السنور شيء صحيح وهو على أصل الإباحة وبالله التوفيق
“Tidak ada yang shahih sedikit pun tentang kucing, dan dia menurut hukum asalnya adalah mubah (untuk dijual). (Imam Ibnu Abdil Bar, At Tamhid, 8/403. Muasasah Al Qurthubah)
Pendhaifan yang dilakukan para imam di atas telah dikritik oleh Imam lainnya. Berkata Imam An Nawawi Rahimahullah:
وَأَمَّا مَا ذَكَرَهُ الْخَطَّابِيّ وَأَبُو عَمْرو بْن عَبْد الْبَرّ مِنْ أَنَّ الْحَدِيث فِي النَّهْي عَنْهُ ضَعِيف فَلَيْسَ كَمَا قَالَا ، بَلْ الْحَدِيث صَحِيح رَوَاهُ مُسْلِم وَغَيْره . وَقَوْل اِبْن عَبْد الْبَرّ : إِنَّهُ لَمْ يَرْوِهِ عَنْ أَبِي الزُّبَيْر غَيْر حَمَّاد بْن سَلَمَة غَلَط مِنْهُ أَيْضًا ؛ لِأَنَّ مُسْلِمًا قَدْ رَوَاهُ فِي صَحِيحه كَمَا يُرْوَى مِنْ رِوَايَة مَعْقِل بْن عُبَيْد اللَّه عَنْ أَبِي الزُّبَيْر ؛ فَهَذَانِ ثِقَتَانِ رَوَيَاهُ عَنْ أَبِي الزُّبَيْر ، وَهُوَ ثِقَة أَيْضًا . وَاَللَّه أَعْلَم .
“Ada pun apa yang dikatakan Al Khathabi dan Ibnu Abdil Bar, bahwa hadits ini dhaif, tidaklah seperti yang dikatakan mereka berdua, bahkan hadits ini shahih diriwayatkan oleh Imam Muslim dan selainnya. Sedangkan ucapan Ibnu Abdil Bar bahwa tidak ada yang meriwayatkan hadits ini dari Abu Az Zubair selain Hammad bin Salamah saja, itu merupakan pernyataan yang salah darinya juga, karena Imam Muslim telah meriwayatkan dalam Shahihnya sebagaimana diriwayatkan dari riwayat Maqil bin Abaidillah dari Abu Az Zubair, dan keduanya adalah tsiqah, dan dua riwayat dari Az Zubair juga tsiqah . (Imam An Nawawi, Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 5/420. Mawqi’ Ruh Al Islam. Lihat juga Imam Al Mula ‘Ali Al Qari, Mirqah Al Mafatih Syarh Misykah Al Mashabih, Mawqi’ Ruh Al Islam. )
Berkata Syaikh Al Mubarakfuri Rahimahullah:
لا شك أن الحديث صحيح فإن مسلما أخرجه في صحيحه كما ستعرف
“Tidak ragu lagi, bahwa hadits ini adalah shahih karena Imam Muslim telah mengeluarkannya dalam kitab Shahihnya sebagaimana yang akan kau ketahui.” (Tuhfah Al Ahwadzi, 4/500)
Imam Al Mundziri Rahimahullah mengatakan:
والحديث أخرجه البيهقي في السنن الكبرى من طريقين عن عيسى بن يونس وعن حفص بن غياث كلاهما عن الأعمش عن أبي سفيان عن جابر ثم قال : أخرجه أبو داود في السنن عن جماعة عن عيسى بن يونس . قال البيهقي : وهذا حديث صحيح على شرط مسلم دون البخاري .
“Hadits ini dikeluarkan oleh Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra dari dua
jalan, dari ‘Isa bin Yunus dan dari Hafsh bin Ghiyats, keduanya dari Al Amasy dari Abu Sufyan dari Jabir. Kemudian dia berkata: Abu Dua mengeluarkannya dalam As Sunan, dari Jamaah dari Isa bin Yunus. Berkata Al Baihaqi: Hadits ini shahih sesuai syarat Muslim tanpa Al Bukhari. (Tuhfah Al Ahwadzi , 4/500-501, Aunul Mabud , 9/270)
Hadits Imam Muslim yang dimaksud adalah: dari Abu Az Zubair, dia berkata:
سألت جابرا عن ثمن الكلب والسنور؟ قال: زجر النبي صلى الله عليه وسلم عن ذلك.
Aku bertanya kepada Jabir tentang harga anjing dan kucing? Beliau berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang hal itu.” (HR. Muslim No. 1569, Ibnu Hibban No. 4940)
Hadits ini shahih. Dan, secara zhahir menunjukkan keharaman jual beli kucing, Imam An Nawawi menyebutkan:
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَة وَطَاوُسٍ وَمُجَاهِد وَجَابِر بْن زَيْد أَنَّهُ لَا يَجُوز بَيْعه ، وَاحْتَجُّوا بِالْحَدِيثِ
Dari Abu Hurairah, Thawus, Mujahid, Jabir bin Zaid, bahwa tidak boleh menjual kucing. Mereka berhujjah dengan hadits ini. (Al Minhaj, 5/420)
Dalam Nailul Authar, Imam Asy Syaukani mengatakan:
وفيه دليل على تحريم بيع الهروبه قال أبو هريرة ومجاهد وجابر وابن زيد
“Dalam hadits ini terdapat dalil haramnya menjual kucing, inilah pendapat Abu Hurairah, Jabir, dan Ibnu Zaid.” (Nailul Authar, 5/145)
Nampak ada perbedaan dengan apa yang dikatakan Imam An Nawawi dan Imam Abu Thayyib yang menyebutkan Jabir bin Zaid (sebagai satu orang), sedangkan di sisi lain Imam Asy Syaukani dan Syaikh Al Mubarakuri menyebut Jabir, lalu Ibnu Zaid, sebagai dua orang yang berbeda.
Perbedaan lain adalah tentang posisi Thawus. Beliau disebut oleh Imam An Nawawi (dalam Al Minhaj) dan Imam Abu Thayyib (dalam ‘Aunul Ma’bud) termasuk yang mengharamkan, tetapi oleh Imam Asy Syaukani (dalam Nailul Authar) dan Syaikh Al Mubarakfuri (Tuhfah Al Ahwadzi) disebutkan bahwa Thawus membolehkan menjual kucing. Wallahu A’lam
Ada pun jumhur (mayoritas) ulama mengatakan bahwa menjual kucing adalah boleh, karena dhaifnya hadits tersebut. (Tuhfah Al Ahwadzi, 4/500).
Namun, hadits tersebut ternyata shahih sebagaimana diriwayatkan Imam Muslim dan lainnya.
Tetapi, apakah makna pelarangan ini? Apakah bermakna haram? Demikianlah yang menjadi pandangan sebagian ulama. Namun sebagian lain mengartikan bahwa larangan ini menunjukkan makruh saja, yaitu makruh tanzih (makruh yang mendekati kebolehan) sebab menjual kucing bukanlah perbuatan yang menunjukan akhlak baik dan muru’ah (citra diri). (Ibid)
Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan;
وَأَمَّا النَّهْي عَنْ ثَمَن السِّنَّوْر فَهُوَ مَحْمُول عَلَى أَنَّهُ لَا يَنْفَع ، أَوْ عَلَى أَنَّهُ نَهْي تَنْزِيه حَتَّى يَعْتَاد النَّاس هِبَته وَإِعَارَته وَالسَّمَاحَة بِهِ كَمَا هُوَ الْغَالِب . فَإِنْ كَانَ مِمَّا يَنْفَع وَبَاعَهُ صَحَّ الْبَيْع ، وَكَانَ ثَمَنه حَلَالًا هَذَا مَذْهَبنَا وَمَذْهَب الْعُلَمَاء كَافَّة إِلَّا مَا حَكَى اِبْن الْمُنْذِر . وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَة وَطَاوُسٍ وَمُجَاهِد وَجَابِر بْن زَيْد أَنَّهُ لَا يَجُوز بَيْعه ، وَاحْتَجُّوا بِالْحَدِيثِ . وَأَجَابَ الْجُمْهُور عَنْهُ بِأَنَّهُ مَحْمُول عَلَى مَا ذَكَرْنَاهُ ، فَهَذَا هُوَ الْجَوَاب الْمُعْتَمَد .
“Ada pun tentang larangan mengambil harga kucing, hal itu dimungkinkan karena hal itu tidak bermanfaat, atau larangannya adalah tanzih (hal yg tidak pantas dilakukan), sehingga manusia ada yang memberinya tempat yang luas, mencedarainya, menelantarkannya, dan bermurah hati, sebagaimana yang biasa terjadi. Jika dia termasuk yang membawa manfaat maka menjualnya adalah penjualan yang sah dan harganya adalah halal. Inilah pendapat madzhab kami dan madzhab semua ulama kecuali apa yang diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir. Bahwa dari Abu Hurairah, Thawus, Mujahid, Jabir bin Zaid, mereka tidak membolehkan menjualnya, mereka berhujjah dengan hadits tersebut. Jumhur menjawab bahwa hadits tersebut maknanya sebagaimana yang kami sebutkan, dan ini adalah jawaban yang dapat dijadikan pegangan.” (Al Minhaj, 5/420. Mawqi’ Ruh Al Islam)
Demikian. Wallahu A’lam.