Hukum I’tidal Agak Membungkuk

Pertanyaan  

Asalamualaikum ustadz, bagaimana hukumnya itidal yang tidak tegak, alias agak bungkuk, tetapi tumakninah, apakah sah shalatnya atau tidak?

Jawaban
Ustadz Abdullah Haidir, Lc.

Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh

I’tidal adalah berdiri kembali setelah ruku. Para ulama sepakat bahwa gerakan i’tidal disertai thuma’ninah merupakan rukun shalat. Tidak sah shalat tanpa melakukannya. Pada dasarnya posisi ideal dan sempurna I’tidal adalah berdiri tegak. Namun jika berdirinya agak membungkuk, apalagi jika ada uzur syar’i, dan diserta thuma’ninah, maka perkara tersebut ditolerir sepanjang dia sudah dianggap berdiri, bukan dianggap ruku. Hanya saja memang posisi tersebut tidak sempurna.

Zakaria Al-Anshari tokoh ulama mazhab Syafii dalam kitabnya, Asnal-Mathalib, mengatakan,

(الرُّكْنُ السَّابِعُ وَالثَّامِنُ الِاعْتِدَالُ وَطُمَأْنِينَتُهُ) لِخَبَرِ «إذَا قُمْت إلَى الصَّلَاةِ» (وَلَيْسَ) الِاعْتِدَالُ مَقْصُودًا فِي نَفْسِهِ (بَلْ لِلْعَوْدِ إلَى مَا كَانَ) عَلَيْهِ قَبْلَ الرُّكُوعِ وَإِنْ صَلَّى غَيْرَ قَائِمٍ وَلِهَذَا عُدَّ رُكْنًا قَصِيرًا

“(Rukun yang ketujuh adalah I’tidal dan thuma’ninah), berdasarkan hadits, ‘Jika engkau berdiri (setelah ruku) untuk melanjutkan shalat’. I’tidal bukan yang dimaksud secara langsung, tapi yang dimaksud adalah kembali ke posisi semula sebelum ruku walaupun tidak tegak berdiri. Karenanya I’tidal dianggap sebagai rukun yang pendek….” (Asnal-Mathalib, 1/157)

Hal senada juga diucapakn oleh Ar-Ruhaibany, ulama dari kalangan mazhab Hambali dalam kitabnya, ‘Mathalib Ulin Nuha.’Beliau berkata,

“Tidak mengapa berdiri i’tidal jika sedikit membungkuk, dengan disertai thuma’ninah, karena posisi itu seseorang dikatakan berdiri, bukan ruku. Karena patokan berdiri adalah selama tidak dianggap ruku, meskipun yang sempurna adalah berdiri tegak.” (Mathalib Ulin-Nuha, 1/196)

Kesimpulannya, seorang yang ingin i’tidal, bangun dari ruku’, maka dia sudah dianggap sah i’tidalnya jika sudah bangun dari ruku dan dianggap berdiri walau sedikit membungkuk sepanjang dilakukan dengan thuma’ninah. Apalagi jika hal tersebut dilakukan karena ada uzur, seperti sakit dan semacamnya. Wallahu a’lam.