Pertanyaan
Assalamu’alaikum wr. wb.
Apakah boleh istri tetap mempertahankan pekerjaannya, karena suami belum cukup untuk menafkahi istrinya, belum lagi harus memberikan nafkah untuk orang tuanya yang sudah lansia dan tidak bekerja?
Pada dasarnya, nafkah keluarga menjadi tanggung jawab suami (ayah) selama masih berstatus suami istri.
“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf.” (QS al-Baqarah: 233).
Para istri diperkenankan bekerja di luar rumah dengan menjaga adab-adab sebagai Muslimah. Usaha dan profesi yang dilakoninya adalah profesi yang halal. Sebagai istri dan ibu rumah tangga, tidak meninggalkan tugasnya yakni sebagai istri (dari suami) dan ibu (dari anak-anak), serta mendapatkan persetujuan suami.
Akan tetapi, walaupun tanggung jawab anak-anak dan rumah menjadi tanggung jawab inti seorang istri (ibu), tetapi ini menjadi tanggung jawab bersama suami istri dan harus dilakukan bersama juga dengan suami saling bahu membahu.
Jika istri juga bekerja dan memiliki pendapatan, maka pendapatan suami dan istri itu menjadi pendapatan dan milik masing-masing. Seorang ayah atau suami yang bekerja mencari nafkah dan mendapatkan gaji itu menjadi miliknya. Begitu pula, jika istri bekerja dan mendapatkan gaji / penghasilan, maka itu menjadi miliknya.
Hal ini harus difahami karena suami dan istri memiliki dzimmah maliyah (tanggung jawab keuangan) yang terpisah dan berdiri sendiri, termasuk kepemilikan harta. Sebagaimana dijelaskan oleh Wahbah Az-Zuhayli, “Istri memiliki hak atas materi berupa mahar dan nafkah; dan hak non materi berupa perlakuan yang baik, interaksi yang menyenangkan, dan keadilan.” (Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, Beirut, Darul Fikr: 1985 M, VII/327).
Lebih daripada itu, yg harus dimaklumi dalam sebuah rumahtangga, ketika istri bekerja dan suami bekerja, selayaknya sudah tidak lagi bicara apakah suami wajib menafkahi atau tidak. Atau apakah uang istri harus utuh hanya menjadi miliknya sendiri, pada akhirnya baik istri dan suami saling membutuhkan dan saling bekerjasama dalam memenuhi kebutuhan nafkah lahir maupun batin.
Istri butuh nafkah dari suami, begitu pun dengan suami, butuh nafkah dari istri. Saling mengisi dan saling memahami posisi. Sebab ada kalanya istri yang pandai mencari nafkah, juga ada kalanya suami yang pandai mencari nafkah.
Kita banyak menemukan istri yang memang penghasilannya lebih besar daripada suami, tetapi itu bukan berarti istri dapat “menjajah” suami seenaknya saja. Ada kalanya suami juga dihadapkan pada PHK atau selama bertahun-tahun sulit mendapatkan pekerjaan yang baru. Di sinilah peran istri berfungsi, untuk bisa terus mendukung suami, mendoakannya sampai kemudian bisa bekerja kembali.
Dan sekalipun istri bekerja, entah itu menjadi guru, pedagang, dosen, pengusaha atau lainnya, bukan berarti suami berdiam diri, berpangku tangan, malah mengandalkan istrinya. Suami juga harus tetap berusaha untuk berpenghasilan seberapapun, agar dapat memenuhi kewajibannya memberi nafkah bagi keluarganya.
Perlu difahami, bahwa istri memiliki hak sepenuhnya atas harta yg diupayakannya sendiri. Jadi boleh sebagian penghasilannya diberikan pada orangtua yg sudah tidak mampu mencari nafkah.
Semoga berkenan dengan jawaban ini dan bermanfaat. Wallaahu a’lam.