Bolehkah Mengucapkan Salam Agama Lain?

Pertanyaan  

Ustadz yang dirahmati Allah SWT, masih hangat dalam perbincangan publik perihal seorang pejabat muslim ketika membuka sebuah acara memberikan salam dengan ucapan salam dari beberapa agama, bagaimana hukumnya?

Jawaban
Ustadz Farid Nu'man, SS

Masalah ini ada beberapa bentuk atau keadaan.

1⃣ Jika yg disalami semuanya adalah non muslim, baik sendiri, beberapa, atau banyak org

Kondisi ini, mayoritas ulama mengatakan HARAM mengucapkan salam (yaitu Assalamualaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh).

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi  ﷺ bersabda:

لَا تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلَا النَّصَارَى بِالسَّلَامِ

“Janganlah memulai salam kepada Yahudi dan Nasrani.”  (HR. Muslim no. 2167)

Imam An Nawawi Rahimahullah menjelaskan sebagai berikut:

“Segolongan ulama berpendapat bolehnya memulai salam kepada mereka, pendapat ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Abu Umamah, Abu Muhairiz, dan ini salah satu pendapat sahabat-sahabat kami seperti yang diceritakan Al Mawardi tetapi dia mengatakan ucapan salamnya adalah “Assalamu ‘Alaika” bukan “’Alaikum.” Kelompok ini beralasan dengan hadits-hadits yang masih umum tentang perintah untuk menyebarkan salam. INI ADALAH ALASAN YANG BATIL, karena hadits tersebut masih umum dan telah dikhususkan oleh oleh hadits “Janganlah memulai salam kepada Yahudi dan Nasrani”.

Sebagian sahabat kami (Syafi’iyyah)  berpendapat dimakruhkan memulai salam kepada mereka, bukan haram. Pendapat ini lemah juga, sebab larangan menunjukkan haram. Maka, yang benar adalah HARAMnya memulai salam kepada mereka. Al Qadhi menceritakan dari segolongan ulama bahwa dibolehkan memulai salam jika ada daruat, ada kebutuhan, dan ada sebab. Ini adalah pendapat Alqamah, An Nakha’i, dan Al Auza’i, dia berkata: “Jika engkau mengucapkan salam maka orang-orang shalih pernah melakukan, jika engkau tidak mengucapkan maka orang-orang shalih juga ada yang meninggalkannya.” (Al Minhaj Syarh Shahih, 14/145)

Pembahasan Imam An Nawawi menunjukkan pendapat yang mengharamkan adalah pendapat yang kuat, sesuai dengan hadits di atas.  Menurutnya,  lafaz larangan menunjukkan haram. Pengharaman ini merupakan pendapat mayoritas ulama.

Imam Ash Shan’ani Rahimahullah menjelaskan:

فِيهِ دَلِيلٌ عَلَى تَحْرِيمِ ابْتِدَاءِ الْمُسْلِمِ لِلْيَهُودِيِّ وَالنَّصْرَانِيِّ بِالسَّلَامِ لِأَنَّ ذَلِكَ أَصْلُ النَّهْيِ وَحَمْلُهُ عَلَى الْكَرَاهَةِ خِلَافُ أَصْلِهِ وَعَلَيْهِ حَمَلَهُ الْأَقَلُّ. وَإِلَى التَّحْرِيمِ ذَهَبَ الْجُمْهُورُ مِنْ السَّلَفِ وَالْخَلَفِ وَذَهَبَ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ ابْنُ عَبَّاسٍ إلَى جَوَازِ الِابْتِدَاءِ لَهُمْ بِالسَّلَامِ وَهُوَ وَجْهٌ لِبَعْضِ الشَّافِعِيَّةِ إلَّا أَنَّهُ قَالَ الْمَازِرِيُّ إنَّهُ يُقَالُ: السَّلَامُ عَلَيْك بِالْإِفْرَادِ، وَلَا يُقَالُ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ، وَاحْتَجَّ لَهُمْ بِعُمُومِ قَوْله تَعَالَى: {وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا} [البقرة: 83] وَأَحَادِيثُ الْأَمْرِ بِإِفْشَاءِ السَّلَامِ. وَالْجَوَابُ أَنَّ هَذِهِ الْعُمُومَاتِ مَخْصُوصَةٌ بِحَدِيثِ الْبَابِ وَهَذَا إذَا كَانَ الذِّمِّيُّ مُنْفَرِدًا

“Pada hadits ini terdapat dalil haramnya seorang muslim  memulai salam kepada Yahudi dan Nasrani, karena itu merupakan hukum asal dari larangan. Ada yang mengartikan makruh dan itu menyelisihi hukum asalnya, yang memahami seperti ini lebih sedikit. Sedangkan pengharaman adalah pendapat mayoritas salaf dan khalaf. Segolongan ada yang membolehkan di antaranya Ibnu Abbas, juga satu golongan Syafi’iyah hanya saja Al Maziri mengatakan ucapan salamnya adalah: “Assalamu ‘Alaika” dalam bentuk tunggal, bukan “Assalamu ‘Alaikum.” Alasan mereka membolehkan adalah keumuman ayat: “Berkatalah kepada manusia perkataan yang baik.” (QS. Al Baqarah: 83) dan hadits-hadits yang memerintahkan menyebarkan salam. Jawaban utk alasan mereka adalah, dalil-dalil ini masih umum dan sudah dikhususkan oleh hadits yang kita bahas dalam bab ini, dan ini (pengharaman memulai salam) berlaku jika kafir dzimmi tesebut seorang diri.” (Subulus Salam, 2/499)

Larangan ini adalah larangan salam Islam, TETAPI  memulai sapaan biasa seperti “hai”, “mari pak”, selamat pagi …tidak apa-apa. Sebab ini bukan salam Islam yang dimaksud.

2⃣ Jika Perkumpulan Yang Bercampur Muslim dan Non Muslim

Untuk yang seperti ini boleh saja memulai salam (Assalamualaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh) kepada perkumpulan yang di dalamnya ada muslim dan non muslim. Sebab Rasulullah ﷺ melakukannya tapi Rasulullah ﷺ TIDAK memakai salam agama lainnya walau Rasulullah tahu bagaimana salam mereka.

Dalilnya, dari Usamah bin Zaid Radhiallahu ‘Anhuma, katanya:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَكِبَ حِمَارًا، عَلَيْهِ إِكَافٌ تَحْتَهُ قَطِيفَةٌ فَدَكِيَّةٌ، وَأَرْدَفَ وَرَاءَهُ أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ، وَهُوَ يَعُودُ سَعْدَ بْنَ عُبَادَةَ فِي بَنِي الحَارِثِ بْنِ الخَزْرَجِ، وَذَلِكَ قَبْلَ وَقْعَةِ بَدْرٍ، حَتَّى مَرَّ فِي مَجْلِسٍ فِيهِ أَخْلاَطٌ مِنَ المُسْلِمِينَ وَالمُشْرِكِينَ عَبَدَةِ الأَوْثَانِ وَاليَهُودِ، وَفِيهِمْ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أُبَيٍّ ابْنُ سَلُولَ، وَفِي المَجْلِسِ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَوَاحَةَ، فَلَمَّا غَشِيَتِ المَجْلِسَ عَجَاجَةُ الدَّابَّةِ، خَمَّرَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أُبَيٍّ أَنْفَهُ بِرِدَائِهِ، ثُمَّ قَالَ: لاَ تُغَبِّرُوا عَلَيْنَا، فَسَلَّمَ عَلَيْهِمُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ وَقَفَ، فَنَزَلَ فَدَعَاهُمْ إِلَى اللَّهِ، وَقَرَأَ عَلَيْهِمُ القُرْآنَ  

“Bahwa Nabi ﷺ  mengendarai keledai  yang pelananya bersulam beludru Fadaki, sementara Usamah bin Zaid membonceng di belakang beliau ketika hendak menjenguk Sa’ad bin ‘Ubadah di Bani Al Harits Al Khazraj, dan peristiwa ini terjadi sebelum perang Badar.

Beliau kemudian berjalan melewati  majelis yang di dalamnya   bercampur antara kaum muslimin, orang-orang musyrik, para penyembah patung, dan orang-orang Yahudi. Dan di dalam majelis tersebut terdapat pula Abdullah bin Ubay bin Salul dan Abdullah bin Rawahah. Saat majlis itu dipenuhi kepulan debu hewan kendaraan, Abdullah bin Ubay menutupi hidungnya dengan selendang sambil berkata, “Jangan kepulkan kami dengan debu.” Kemudian Nabi ﷺ mengucapkan salam pada mereka lalu berhenti dan turun, Nabi ﷺ mengajak mereka menuju Allah sambil membacakan Al Qur’an kepada mereka.”  (HR. Bukhari no. 6254)

Imam An nawawi Rahimahullah menjelaskan:

وَيَجُوزُ الِابْتِدَاءُ بِالسَّلَامِ عَلَى جَمْعٍ فِيهِمْ مُسْلِمُونَ وَكُفَّارٌ أَوْ مُسْلِمٌ وَكُفَّارٌ وَيَقْصِدُ الْمُسْلِمِينَ لِلْحَدِيثِ السَّابِقِ أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَلَّمَ عَلَى مَجْلِسٍ فِيهِ أَخْلَاطٌ مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُشْرِكِينَ

“Dibolehkan memulai salam kepada kumpulan yang di dalamnya terdapat kaum muslimin dan kafir, atau seorang muslim dan kumpulan kaum kafir, dengan maksud untuk kaum muslimin, berdasarkan hadits sebelumnya bahwa Nabi ﷺ pernah salam kepada majelis yang bercampur atara muslimin dan musyrikin.”

(Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 14/145)

Imam Ash Shan’ani  Rahimahullah menjelaskan:

وَهَذَا إذَا كَانَ الذِّمِّيُّ مُنْفَرِدًا وَأَمَّا إذَا كَانَ مَعَهُ مُسْلِمٌ جَازَ الِابْتِدَاءُ بِالسَّلَامِ يَنْوِي بِهِ الْمُسْلِمَ لِأَنَّهُ قَدْ ثَبَتَ أَنَّهُ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – سَلَّمَ عَلَى مَجْلِسٍ فِيهِ أَخْلَاطٌ مِنْ الْمُشْرِكِينَ وَالْمُسْلِمِينَ.

Larangan ini (memulai salam) jika  kafir dzimmi  seorang diri, sedangkan jika bersamanya ada seorang muslim maka boleh memulai salam dengan niat untuk si muslim. Karena telah shahih bahwa Nabi ﷺ.   mengucapkan salam majelis yang bercampur antara musyrikin dan muslimin. (Subulussalam, 2/499)

Kesimpulan:

–  Tidak boleh memulai ucapan salam kepada mereka, tapi dibolehkan sekedar sapaan.

–  Boleh mengucapkan salam saat mereka berkumpul dengan umat Islam, bahkan walau hanya ada satu orang Islam, yaitu dengan salam Islam saja.

– Apa yang dilakukan sebagian pejabat dengan memborong semua salam, padahal dia muslim, maka dia telah meninggalkan contoh Rasulullah  ﷺ, selain itu bentuk kekalahan mental dihadapan orang kafir, juga bentuk tasyabbuh bil kuffar (menyerupai serta mengikuti orang kafir).

Demikian. Wallahu A’lam

Wa Shallallahu ‘Ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala Aalihi wa Shahibihi wa Sallam