Pertanyaan
Assalamu’alaikum, kami bersaudara 5. Orang tua kami sudah meninggal dunia 14 th yg lalu, orang tua meninggalkan usaha berupa tambak ikan dan udang yg sampai sekarang dikelola oleh adik dan hasilnya dibagi berlima setelah dikeluarkan zakatnya sebesar 5 %. 5% itu selalu kami keluarkan setiap kali panen, itu termasuk zakat atau sodakoh. 5% ini kami salurkan ke ke orang yg tidak mampu berupa beras, pernah juga gerobak makanan. Yg saya tanyakan, apa boleh sekali sekali untuk bpk bpk yg sehabis solat jum’at yg berupa makanan. Yg ingin saya tanyakan juga, apa boleh uang yg 5% ini kami belikan barang berupa piring untuk makan orang2 yg habis solat jum’at. Dan kami niatkan pahalanya untuk orang tua kami yg sudah meninggal, boleh tidak ya?
Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh
Bismillahirrahmanirrahim..
Semoga Allah berkahi usaha antum dan keluarga..
Zakat adalah sedekah wajib yang sudah ada aturannya. Termasuk aturan dalam siapa saja yang berhak menerimanya. Allah Ta’ala sudah merincinya dalam surat at Taubah ayat 60, yaitu:
1. Fakir
2. Miskin
3. Amil zakat
4. Mualaf
5. Pembebasan budak
6. Gharimin (org yg dililit hutang)
7. Fisabilillah
8. Ibnu Sabil
Nah, siapa pun yang termasuk delapan golongan ini maka dia termasuk mustahiq zakat.
Terkait apa yang antum tanyakan, bolehkah zakat disalurkan kepada orang-orang yang selesai shalat Jumat? Tergantung keadaan mereka, jika mereka termasuk fakir, miskin, atau Ibnu Sabil (musafir yang kehabisan bekal), atau gharimin, tentu boleh. Tapi, tentunya tidak mudah untuk mengetahui mereka termasuk mustahiq atau tidak, sebab kita tidak mengenalnya. Khawatir zakat kita tidak tepat sasaran. Maka, lebih baik zakatnya disalurkan kepada yang kita sudah tahu bahwa dia fakir, miskin, atau banyak hutang, misalnya. Apalagi jika mereka saudara kerabat kita sendiri, maka itu lebih utama.
Bisa juga zakat kita salurkan ke lembaga zakat terpercaya, dan merekalah nanti yang menyalurkannya. Biasanya mereka sudah banyak link atau info tentang keberadaan mustahiq.
Ada pun jamaah shalat Jumat, bisa kita berikan mereka sedekah biasa saja, bukan zakat. Karena sedekah sunnah itu tidak wajib terikat oleh delapan golongan di atas.
Ada pun pertanyaan kedua, uang zakat disalurkan dalam wujud barang, misalnya piring, maka ini terlarang. Zakat uang mesti disalurkan dalam wujud uang juga. Kecuali, jika kita khwatir si mustahiq tidak bisa memanfaatkan uangnya untuk kebaikan, maka boleh diberikan dlm bentuk kebutuhan pokoknya.
Syaikh Utsaimin Rahimahullah ditanya:
“هل يجوز تحويل مبلغ الزكاة إلى مواد عينية غذائية وغيرها فتوزع على الفقراء؟” .
Apakah boleh mengubah zakat menjadi barang2 kebutuhan pokok dan selainnya, lalu diberikan ke kaum fakir?
فأجاب :
” لا يجوز، الزكاة لا بد أن تدفع دراهم… “. انتهى
Jawaban:
Tidak boleh, zakat itu harus dibayar dengan dirham (uang).
(Al Liqa Asy Syahri, 12/41)
Beliau juga berkata:
” زكاة الدراهم لابد أن تكون دراهم ، ولا تخرج من أعيان أخرى إلا إذا وكلك الفقير فقال : إن جاءك لي دراهم فاشتر لي بها كذا وكذا ، فلا بأس … “. انتهى .
Zakat dirham harus dikeluarkan dalam bentuk dirham, tidak boleh dalam bentuk materi lain, KECUALI jika anda menjadi wakil orang fakir (mustahiq), dan berkata: “Jika anda membawa dirham (bayar zakat), BELIKANLAH ini dan ini, .. begini tidak masalah.”
(Majmu’Fatawa wa Rasail, 18/303)
Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid Hafizhahullah mengatakan:
إذا كان هناك فقير معين ، يحتاج إما إلى دواء أو غذاء ، أو نحو ذلك من احتياجاته ، ويعلم أنه سيترتب على صرف الزكاة له نقوداً مفسدة واضحة ، أو كانت المصلحة تقتضي عدم إعطاء ذلك الفقير النقود ، ففي هذه الحال أجاز بعض العلماء صرفها له مواد عينية بدلاً من النقود .
Jika ada org fakir tertentu yg butuh obat atau makanan, atau kebutuhan lainnya, dan diketahui bahwa jika dia dizakati dgn uang akan merusak uangnya scr jelas, dalam keadaan seperti ini sebagian ulama MEMBOLEHKAN MENGGANTI UANG DGN BARANG-BARANG.
Beliau juga berkata:
والخلاصة : أن إخراج السلع والمواد العينية بدلا من زكاة المال لا تجوز ولا تجزئ ، إلا إذا وجدت الحاجة والمصلحة الداعية لذلك .
Kesimpulan: mengeluarkan barang atau materi untuk mengganti zakat mal adalah TIDAK BOLEH dan TIDAK SAH, KECUALI jika anda dapatkan adanya keperluan untuk itu, dan adanya maslahat yang mengharuskannya.
(Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 138684)
Ada pun bersedekah sunnah atas nama orang tua yang sudah wafat adalah boleh dan sah, tidak ada perbedaan pendapat ulama dalam hal itu.
Dari Sa’ad bin ‘Ubadah Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
قلت يا رسول الله إن أمي ماتت أفأتصدق عنها قال نعم قلت فأي الصدقة أفضل قال سقي الماء .
“Aku berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku wafat, apakah aku bersedekah untuknya? Beliau menjawab: Ya. Aku berkata: “Sedekah apa yang paling afdhal?” Beliau menjawab: “Mengalirkan air.”
(HR. An Nasa’i No. 3664, Ibnu Majah No. 3684. Shahih)
Imam Ibnu Katsir Rahimahullah, dalam kitab tafsirnya:
فأما الدعاء والصدقة فذاك مجمع على وصولهما، ومنصوص من الشارع عليهما.
“Adapun doa dan bersedekah, maka keduanya telah disepakati (ijma’) akan sampai kepadanya (mayit), dan keduanya memiliki dasar dalam nash syariat.”
(Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, Juz.7, Hal. 465)
Demikian. Wallahu a’lam.