Berhubungan Suami Istri Ketika Istri Hendak Haid

Pertanyaan  

Assalamu’alaikum ustadz, Saya mau tanya, bagaimana bila suami istri berhubungan saat istri hendak haid, tapi belum benar2 keluar darah haidnya. Karena biasanya beberapa hari sebelum darah haid keluar ada tanda2 akan haid seperti bercak coklat. Berhubungan tapi tidak keluar mani. Hanya menggesek2 saja. Dan kalau ternyata harus membayar kifarat, berapa dan ke mana. Mohon penjelasannya.

Jawaban
Ustadzah Herlini Amran, MA.

Flek yang keluar sebelum haid atau sesudah haid memang biasa dialami oleh para wanita. Dalam hadis yang diriwayatkan dari Ummu Athiyah radhiyallahu ‘anha,

كُنَّا لاَ نَعُدُّ الْكُدْرَةَ وَالصُّفْرَةَ بَعْدَ الطُّهْرِ شَيْئًا

“Kami dulu tidak menganggap shufrah dan kudrah yang keluar pasca-haid sebagai bagian dari haid.” (HR. Bukhari 326 dan Abu Daud 307)

Shufrah adalah cairan berwarna kekuningan. Sedangkan kudrah adalah cairah keruh kecoklatan.
Hadis diatas menjelaskan tentang flek yang keluar setelah bersuci, tidak lagi dianggap sebagai darah haid. Sama halnya dengan flek yang keluar sebelum haid. Apabila tidak langsung diiringi dengan keluarnya haid, maka flek tsb dianggap darah istihadhoh. Namun bila diiringi dengan disertai rasa nyeri dan terjadi haid tidak lama setelah itu, maka flek tsb sudah termasuk masa haid. Misalnya pagi hari keluar flek, setelah itu tidak keluar lagi sampai sore, Setelah sore baru keluar darah haid yg banyak, maka flek yang keluar pada pagi hari tadi sudah dianggap masa haid.

Pada saat flek telah keluar, yang menandakan akan datangnya haid, maka seorang suami tidak dibenarkan berhubungan dengan istrinya, Sebagaimana dalam surat al Baqarah ayat 222 :

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.

Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang menyetubuhi wanita haidh, maka ia telah terjerumus dalam dosa besar.”

Para Imam Mazhab mewajibkan membayar kaffarah bagi suami istri yang telah berhubungan disaat haid tersebut, namun mereka berbeda dalam menetapkan dendanya.

Jika seorang suami terlanjur mencampuri istrinya yang sedang haid maka menurut hadis Ibnu Abbas, ia diwajibkan membayar dena/kafarat : Dari Nabi SAW mengenai laki-laki yang menggauli istrinya yang sedang haid, bahwa ia harus bersedekah satu dinar atau setengah dinar.

satu dinar jika hubungan itu dilakukan pada masa awal haid, atau seperlima dinar jika dilakukan pada pertengahan-akhir haid.

Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan jumlah kafaratnya, ada yang mengatakan harus dengan memerdekakan budak wanita atau cukup hanya dengan membayar satu dinar saja. Namun kebanyakan ulama salaf berpendapat, laki-laki tersebut hanya diwajibkan bertobat dan beristigfar saja dengan tidak mengulangi lagi perbuatannya

mazhab Hanafi berpendapat bahwa denda tersebut hanya diwajibkan atas suami dan tidak kepada istri.Karena larangan itu ditujukan pada suami.

Pendapat-pendapat di atas berdasarkan pada hadis berikut, “Seorang laki-laki menjimak istrinya yang sedang haid, apabila itu dilakukan saat darah haid istrinya berwarna merah maka dikenai denda satu dinar, sedangkan jika dilakukan saat darahnya sudah berwarna kekuningan, dendanya seperlima dinar.” (HR Tirmidzi).

Bila sudah terlanjur melakukannya, maka taubat yang dilakukan adalah dengan :
1- Membayar dena/kafaratnya sebanyak 1 dinar, diberikan kepada fakir miskin
2- Beristighfar memohon ampun kepada Allah swt karena telah melanggar larangan Allah swt dalam QS. 2 : 222
3- Menyesali dosa yang sudah dilakukan dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
Wallahu a’lam bishshowab