Pertanyaan
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh ustadz, lebih utama mengaqiqahkan orangtua yang dulu belum di aqiqah atau kurban atas nama orangtua?
Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh
Sebagian ulama, seperti Qatadah, melarang berqurban bagi yang belum aqiqah.
Beliau berkata:
لَا تُجْزِئُ عَنْهُ حَتَّى يُعَقَّ عَنْهُ
Tidak sah qurban sampai dia aqiqah dulu.
(Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf no. 24269)
Hanya saja pendapat ini menyendiri. Umumnya para ulama menilai keduanya sebagai Sunnah yang berdiri sendiri dengan sebab yang berbeda, dan tidak saling menganulir.
Jika rezeki lapang maka lakukan saja kedua-duanya diwaktu yang bersamaan dengan kata lain hewannya masing-masing.
Jika dalam keadaan susah dan sempit, apakah boleh satu ekor dengan dua niat yaitu aqiqah dan qurban sekaligus? Mayoritas ulama mengatakan tidak boleh, kecuali Hambaliyah yang mengatakan boleh.
Imam Al Buhuti berkata:
وَلَوْ اجْتَمَعَ عَقِيقَةٌ وَأُضْحِيَّةٌ ، وَنَوَى الذَّبِيحَةَ عَنْهُمَا ، أَيْ : عَنْ الْعَقِيقَةِ وَالْأُضْحِيَّةِ أَجْزَأَتْ عَنْهُمَا نَصًّا
Jika aqiqah dan kurban berkumpul, dan berniat dalam satu sembelihan untuk keduanya (aqiqah dan kurban), maka hal itu dibolehkan secara tekstual oleh nash (perkataan Imam Ahmad).
(Kasysyaf Al Qinaa’, 3/29)
Ulama Hambaliy kontemporer, seperti Syaikh Muhammad bin Ibrahim Rahimahullah telah memilih pendapat ini dengan mengatakan:
لو اجتمع أضحية وعقيقة كفى واحدة صاحب البيت ، عازم على التضحية عن نفسه فيذبح هذه أضحية وتدخل فيها العقيقة .
وفي كلامٍ لبعضهم ما يؤخذ منه أنه لابد من الاتحاد : أن تكون الأضحية والعقيقة عن الصغير. وفي كلام آخرين أنه لا يشترط ، إذا كان الأب سيضحي فالأضحية عن الأب والعقيقة عن الولد .
الحاصل : أنه إذا ذبح الأضحية عن أُضحية نواها وعن العقيقة كفى” انتهى .
Jika bertemu antara waktu aqiqah dengan waktu kurban, maka cukup dengan satu hewan sembelihan, dengan berniat untuk berkurban untuk dirinya dan berniat untuk aqiqah anaknya. Sebagian dari mereka justru berpendapat harus dijadikan satu, yaitu; kurban dan aqiqah untuk bayi. Namun pendapat yang lain tidak mensyaratkan hal itu, jika seorang ayah mau berkurban, maka kurban itu untuk sang ayah dan aqiqah untuk si anak.
Kesimpulannya adalah: Jika seseorang berniat untuk berkurban, pada waktu bersamaan ia berniat untuk aqiqah maka hal itu sudah cukup.
(Fatawa Syaikh Muhammad bin Ibrahim, 6/159)
Sementara itu ada pandangan kompromis dari Syaikh Abdullah Al Faqih sbb:
فهذه المسألة اختلف فيها أهل العلم على قولين منهم من أجازها كما هو مذهب أحمد رحمه الله ومن وافقه . ومنهم من منعها لأن المقصود مختلف، فالمقصود بالأضحية الفداء عن النفس ومن العقيقة الفداء عن الطفل وعليه فلا يتداخلان. ولاشك أن الأخذ بهذا القول أولى لمن كانت عنده سعة وقدرة عليه فمن لم تكن له سعة فالأخذ بمذهب أحمد أولى له .
Masalah menyatukan niat (qurban dan aqiqah) adalah diperselisihkan ulama, ada yang membolehkan seperti Imam Ahmad dan pihak yang sepakat dengannya.
Di antara mereka ada yang melarangnya, karena keduanya memiliki maksud yang berbeda. Qurban itu merupakan tebusan untuk diri sendiri, sedangkan aqiqah tebusan untuk kelahiran anak, oleh karena itu keduanya tidak saling mencakup.
Maka, tidak ragu lagi inilah (pendapat yang melarang) adalah pendapat yang lebih utama untuk diikuti bagi yang sedang lapang rezekinya. Ada pun bagi yang sempit rezekinya maka pendapat Imam Ahmad lebih utama baginya.
(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 885)
Demikian. Wallahu a’lam.