Apakah Harus Jujur Aib ke Calon Pasangan?

Pertanyaan  

Assalamualaikum ustadzah jika seorang perempuan dulunya pernah melakukan kesalahan besar, tapi sekarang sudah bertaubat dan hijrah. Kemudian ada laki-laki yang ingin menikah dengannya dan menanyakan keperawanannya, apakah harus jujur atau boleh menutupi masa lalunya?

Jawaban
Ustadzah Herlini Amran, MA.

Wa’alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh.

Setiap orang memiliki masa lalu masing-masing. Pada saat masa lalunya pernah melakukan suatu dosa maksiat, dan dia telah bertaubat pada Allah dengan taubatan nashuha, maka Islam mengajarkan umatnya untuk menutup aib dirinya, tidak membuka dan mengungkit kembali masa lalu dan dosa yang pernah dia perbuat. Merahasiakan dosa tersebut dihadapan makhluk dan memohon ampunan serta menyesali diri dihadapan Allah swt, berjanji tidak akan pernah mengulangi kembali maksiat tsb. Sabda Rasul saw :

مَنْ أَصَابَ مِنْ هَذِهِ الْقَاذُورَاتِ شَيْئًا فَلْيَسْتَتِرْ بِسِتْرِ اللَّهِ

“Siapa yang tertimpa musibah maksiat dengan melakukan perbuatan semacam ini (perbuatan zina), hendaknya dia menyembunyikannya, dengan kerahasiaan yang Allah berikan.” (HR. Malik dalam Al-Muwatha’, 3048 dan al-Baihaqi dalam Sunan as-Sughra, 2719).

Ibnu Abd al Barr mengomentari hadis di atas bahwa wajib bagi seorang muslim menutupi aib dirinya atau aib orang lain ketika dia melakukan perbuatan keji (maksiat).

Mestinya pada saat ta’aruf, aib masa lalu tidak perlu ditanyakan dan diungkit, atau diceritakan kembali. Apalagi saat ini sudah bertaubat dan menyesali diri, telah menjadi seseorang yang sholih/ah, taat kepada Allah dan RasulNya dan bisa saja saat menikah dan mendapatkan seorang suami yang sholih lagi baik, dia akan menjadi istri sholihah, yang terbaik buat suami dan ibu yang terbaik buat-anak-anaknya.

Tentu saja setiap orang berbeda dalam menetapkan kriteria calon pasangan hidupnya, seperti pertanyaan di atas, sang laki-laki barangkali menganggap penting arti sebuah keperawanan dan menetapkan salah satu kriteria istrinya adalah perawan sehingga dia menanyakannya.

Oleh karena itu, pihak perempuan berhak bertanya kembali, sejauh mana pertanyaan tentang keperawanan tersebut. Apakah menjadi persyaratan dalam kriteria calon istrinya. Jika memang itu menjadi salah satu kriterianya, pihak perempuan bisa menjawabnya dengan jujur, berterus terang dengan kesalahan masa lalunya, namun sekarang sudah bertaubat dan memohon ampunan kepada Allah swt. Dari pada berdusta yang akan membuat rumah tangga bertengkar di kemudian hari.

Namun apabila saat ta’aruf tidak ditanyakan tentang keperawanan, maka tutuplah aib yang pernah terjadi, jangan pernah mengungkit dan menceritakannya kembali. Buktikan saja setelah menikah akan menjadi istri yang terbaik dan sholihah, sehingga kekecewaan suami yang mendapati istrinya tidak perwaran lagi akan terobati. Wallohu a’lam.

Konsultasi Terkait