Syarah Kitab Bulughul Maram (Hadist 9)

Diterjemahkan dari kitab: Fat-hu Dzil Jalali wal-Ikram Bi-syarhi Bulughil Maram

Karya: Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Uthaimin.

Penerbit: Dar Ummil Qura

Penerjemah: Aunur Rafiq Saleh Tamhid Lc.


Hadist 9 

وَعَنْ أَبِي قَتَادَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ – فِي الْهِرَّةِ – : إنَّهَا لَيْسَتْ بِنَجَسٍ إنَّمَا هِيَ مِنْ الطَّوَّافِينَ عَلَيْكُمْ أَخْرَجَهُ الْأَرْبَعَةُ وَصَحَّحَهُ التِّرْمِذِيُّ وَابْنُ خُزَيْمَة

Dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda tentang kucing: “Sesungguhnya ia tidak najis, hanya saja ia termasuk binatang yang berkeliaran di sekitar kalian”. Diriwayatkan oleh empat (imam) dan dishahihkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Khuzaimah.[1]

 

Pelajaran Hadis Ini

1-Abu Qatadah menyampaikan hadis ini karena pada suatu hari ia masuk ke rumah menemui istrinya lalu istrinya menuangkan air wudhu’ yang akan digunakannya untuk berwudhu’ kemudian datang kucing dan memiringkan bejananya seraya meminum air yang akan digunakan untuk berwudhu’ tersebut. Istri Abu Qatadah pun melihatnya dengan penuh pengingkaran dan keheranan terhadap peristiwa tersebut, lalu Abu Qatadah menyampaikan  hadis ini, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda tentang kucing: “Sesungguhnya ia tidak najis”.

2-Apabila seseorang melihat orang lain merasa heran terhadap sesuatu maka hendaklah ia menghilangkan keheranannya itu, sebagaimana yang dilakukan Abu Qatadah kepada istrinya. Ini termasuk akhlak yang baik. Hendaklah seseorang melakukan sesuatu yang ingin diketahui saudaranya sekalipun tidak ditanyakan, jika hal tersebut tidak berbahaya. Ini juga termasuk petunjuk Nabi. Dalam kisah masuk Islamnya Salman al-Farisi disebutkan bahwa Salman duduk di belakang Nabi shallallahu alaihi wasallam untuk melihat tanda (cap) kenabian (yakni suatu tanda yang menunjukkan bahwa Muhammad adalah Rasul Allah). Salman pernah mendengar bahwa diantara tanda Nabi yang ummi itu adalah ‘cap kenabian yang ada diantara dua pundaknya’. Ketika Nabi duduk dan melihat Salman ada di belakangnya, seolah-olah ingin mengetahui sesuatu, maka Nabi pun menurunkan kain selendangnya tanpa diminta oleh Salman agar dia bisa melihatnya.

3- Sesungguhnya kucing itu suci sekalipun haram dimakan. Setiap yang haram dimakan pasti najis, karena “pada dasarnya semua binatang yang haram dimakan pasti najis”. Tetapi ada sesuatu yang hilang kenajisannya karena suatu sebab. Pada dasarnya kucing itu najis karena haram dimakan, tetapi Nabi menjelaskan sebab kesuciannya dengan suatu sebab yang tidak ada pada binatang lain yaitu “berkeliaran di sekitar kalian”.

4-Bahwa kucing tidak najis. Apakah hal ini bersifat umum? Tentu tidak. Yang tidak najis adalah air liurnya, apa yang keluar dari hidungnya, keringatnya, dan sisa minuman atau makanannya. Sedangkan kencing, tahi dan darahnya najis. Karena hal-hal ini berasal dari bintang yang haram dimakan maka hal-hal tersebut najis. Setiap sesuatu yang keluar dari perut binatang yang haram dimakan pasti najis, seperti kencing, tahi, darah, muntah dan lainnya.

5-Jika kucing minum dari air yang ada di sebuah tempat maka air itu tidak najis, baik air itu sedikit ataupun banyak, karena air yang ada di dalam bejana Abu Qatadah itu sedikit.

6-Tidak ada perbedaan antara kucing ini memakan sesuatu yang najis atau tidak. Kenapa? Karena keumuman hadis, “sesungguhnya ia tidak najis”. Kecuali jika Anda melihat bekas darah di mulutnya ada di air itu maka air tersebut menjadi najis. Jika Anda tidak melihat sesuatu maka air itu tetap bersih atau suci.

7-Sesungguhnya kesulitan bisa mendatangkan kemudahan. Sesungguhnya Allah telah mengangkat najis dari kucing karena sulit untuk dihindari, sebab ia “termasuk binatang yang berkeliaran di sekitar kalian”. Sekiranya ia najis padahal binatang ini berkeliaran di rumah, minum dari bejana, atau minum susu atau memakan makanan, pasti hal itu menimbulkan kesulitan.

8-Diqiaskan kepada kucing semua binatang haram yang menyerupainya tetapi jinak dan diperlukan penggunaannya seperti keledai dan baghal, atau tidak bisa dihindari seperti tikus.

9-Sesungguhnya tikus tidak najis karena ia “termasuk binatang yang berkeliaran di sekitar kalian”. Jika ada yang mengatakan, bukankah Nabi bersabda tentang tikus yang mati di dalam minyak samin: “Buanglah dia dan apa yang di sekitarnya”? Kami jawab: Benar, Nabi bersabda demikian. Tetapi sabda tersebut tentang tikus yang mati. Tikus yang mati menjadi najis. Kucing juga demikian bila mati menjadi najis. Yang demikian itu karena ‘illat yang karenanya diringankan telah hilang sekarang, karena sekarang telah menjadi bangkai tidak lagi berkeliaran.

10-Rahmat Allah kepada manusia karena telah meringankan mereka dari sesuatu yang sulit dihindari: “Sesungguhnya ia tidak najis, hanya saja ia berkeliaran di sekitar kalian”. Kaidah ini berlaku umum. Syari’at ini dibangun di atas landasan rahmat, memberi kemudahan dan toleransi. Tidak ada kerumitan dan kesulitan di dalamnya sama sekali. Kaidah ini didasarkan pada firman Allah: “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”. (al-Baqarah: 185). “Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan”. (al-Hajj: 78). Dan sabda Nabi  shallallahu alaihi wasallam: “Sesungguhnya agama itu mudah dan tidaklah seseorang memperketat agama kecuali pasti terkalahkan”. [2] Ketika mengirim para utusan, Nabi shallallahu alaihi wasallam berpesan kepada mereka: “Permudahlah dan jangan mempersulit, berilah kabar gembira dan jangan membuat mereka lari menjauh. Kalian hanya diutus untuk memudahkan bukan untuk mempersulit”.[3] Sesungguhnya agama ini mudah dari semua sisinya dan dimaksudkan untuk memperbaiki makhluk dengan berbagai sarana. Hukum syari’at tentang kucing ini menjadi bukti tentang hal ini. Karena itu, bila Anda melihat seseorang melakukan kemaksiatan bisa jadi Anda merasa jengkel dan marah. Kemarahan ini pertanda bahwa Anda masih memiliki kepekaan iman, tetapi Anda tidak boleh melakukan tindakan yang salah dan malah membuat orang tersebut makin jauh dari kebenaran. Anda berkewajiban memperbaikinya dengan cara yang lemah lembut dan bisa membuatnya senang kepada agama ini.

[1] Diriwayatkan oleh Abu Dawud, 75, Tirmidzi, 92, Nasa’I, 68, Ibnu Majah, 367, Ibnu Khuzaimah, 104, dan dishahihkan oleh al-Albani di dalam Shahih al-Jami’, 2437.

[2] Diriwayatkan oleh Bukhari, 39.

[3] Diriwayatkan oleh Bukhari, 69, dan Muslim, 1734.