Syarah Kitab Bulughul Maram (Hadist 8)

Diterjemahkan dari kitab: Fat-hu Dzil Jalali wal-Ikram Bi-syarhi Bulughil Maram

Karya: Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Uthaimin.

Penerbit: Dar Ummil Qura

Penerjemah: Aunur Rafiq Saleh Tamhid Lc.

 

Hadist 8 

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طُهُورُ إنَاءِ أَحَدِكُمْ إذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ وَفِي لَفْظٍ لَهُ فَلْيُرِقْهُ وَلِلتِّرْمِذِيِّ  أُخْرَاهُنَّ أَوْ أُولَاهُنَّ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Bersihnya (sucinya) bejana salah seorang diantara kalian apabila dijilat anjing ialah dengan mencucinya tujuh kali , yang pertamanya (dicampur) dengan tanah”. Diriwayatkan oleh Muslim.[1]

Dalam sebuah lafazhnya disebutkan: “Hendaklah ia membuang air itu”.

Dalam riwayat Tirmidzi disebutkan: “Yang terakhirnya atau yang pertamanya”.[2]

 

Kosakata Dan Penjelasan

Walagha: Menjilat, yakni minum dengan ujung lidah. Anjing dan kucing minum dengan menggunakan lidahnya.

Ulahunna: Yang pertamanya, dari tujuh kali ini. Ada tiga cara untuk melakukannya:

Pertama, mencucinya pertama kali dengan air kemudian menggosoknya dengan tanah.

Kedua, menggosoknya dengan tanah kemudian disiram dengan air.

Ketiga, mencampur tanah dengan air kemudian mencuci dengannya.

Ukhrahunna au ulahunna: Yang terakhirnya atau yang pertamanya. Yang rajih (kuat) bahwa keraguan ini berasal dari perawi bukan untuk memberikan pilihan. Riwayat ulahunna lebih kuat karena perawinya yang banyak dan diriwayatkan pula oleh Bukhari dan Muslim. Juga karena cucian pertama yang dicampur dengan tanah lebih bersih.

 

Pelajaran Hadis Ini

1-Bahwa anjing itu najis. Demikian pula seluruh bagian badannya.

2-Najis anjing termasuk najis mughallazhah (berat). Najis ada tiga macam:

(1) Najis mughallazh (berat) yaitu najis anjing.
(2) Najis mukhaffaf (ringan). Najis ringan ada dua:
    a– Kencing bayi laki-laki yang belum makan makanan selain ASI,
    b– Madzi yang keluar dari seseorang setelah timbul syahwat, ia bukan kencing dan bukan mani.                Membersihkannya cukup dengan diperciki atau disiram air.
(3) Najis sedang antara kedua najis di atas, yaitu semua najis yang tidak masuk kategori kedua najis sebelumnya, termasuk najis babi.

3-Tidak cukup untuk menghilangkan najisnya kecuali dengan tujuh kali cucian.

4- Apabila anjing menjilat bejana maka tidak cukup hanya dibersihkan pada bekas jilatannya tetapi bekas jilatan itu harus dibuang kemudian bejana itu dicuci tujuh kali, salah satunya dicampur dengan tanah dan dilakukan pada cucian yang pertama.

5- Pengggunaan tanah ini wajib dan tidak bisa diganti dengan bahan pembersih lainnya kerena beberapa hal:

  • Dengan menggunakan tanah dapat dicapai kebersihan dan kesucian yang tidak bisa dicapai oleh bahan pembersih lainnya.
  • Terbukti dalam berbagai penelitian ilmiah bahwa tanah memiliki kekhususan untuk membersihkan najis ini. Ini termasuk kemukjizatan ilmiah yang terkandung dalam syari’ah Nabi Muhammad yang tidak berbicara kecuali berdasarkan wahyu semata. Bahkan secara medis ditemukan melalui mikroskop modern bahwa di dalam air liur anjing terdapat kuman-kuman dan penyakit yang tidak bisa dihilangkan hanya dengan air saja tetapi harus dicampur juga dengan tanah.

6- Tetapi sebagian ulama berpendapat, jika di suatu saat ditemukan bahan pembersih yang khasiatnya sama dengan khasiat tanah maka bahan pembersih tersebut bisa menggantikan tanah.

7- Terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama, apakah benda kering atau binatang buruan yang digigit anjing harus dicuci tujuh kali dan salah satunya harus dicampur dengan tanah? Sebagian ulama menyamakannya dengan jilatan ini sehingga mereka mewajibkan mencucinya tujuh kali dan salah satunya dicampur dengan tanah. Sedangkan ulama yang lain tidak mewajibkannya, karena kata walagha (menjilat) berarti menjilat sesuatu yang basah atau air. Disamping itu, Nabi tidak pernah mewajibkan para sahabat yang berburu binatang buruan dengan menggunakan anjing untuk mencuci tangkapan anjing itu tujuh kali dan salah satunya dicampur dengan tanah. Ini menunjukkan bahwa hal ini dimaafkan dan ditoleransi oleh syari’at. Apabila syari’at telah menoleransinya maka dalam kondisi ini Allah pasti telah menghilangkan bahayanya. Sama seperti orang yang memakan bangkai dalam keadaan terpaksa, maka bahaya bangkai itu telah dihilangkan Allah bagi orang yang terpaksa. Pendapat kedua ini lebih kuat dan menjadi pilihan pendapat syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

8- Demikian pula terjadi perbedaan pendapat apakah sesuatu yang terkena kencng atau tahi anjing harus dicucui tujuh kali dan salah satunya dicampur dengan tanah? Jumhur ulama berpendapat wajib dicuci tujuh kali dan salah satunya dicampur dengan tanah, karena kencing atau tahi anjing lebih kotor ketimbang air liurnya. Mereka berkata: Semua najis anjing harus dicuci tujuh kali dan salah satunya dicampur dengan tanah. Tetapi sebagian ulama tidak mewajibkan hal tersebut, karena hukum tersebut hanya terkait dengan ‘jlatan’ sedangkan kencing dan kotorannya sama seperti najis-najis yang lain. Disamping itu Nabi tentu mengetahui banyak anjing yang kencing di berbagai tempat di masa itu tetapi Nabi tidak pernah memerintahkan hal tersebut. Mereka juga mengatakan: Di dalam air liur anjing terdapat kekhususan yang tidak ada pada kencing dan tahinya, yaitu ada semacam virus dan penyakit yang dikenal dengan nama cacing pita.

9- Zhahir (tekstual) hadis menyebutkan anjing secara umum, yang kecil dan yang besar, yang dipiara dan yang liar, yang berwarna hitam, putih dan lainnya. Ini merupakan pendapat jumhur ulama. [Sebagian ulama berkata bahwa anjing yang digunakan untuk berburu, menjaga ladang dan ternak, dikecualikan dari keumuman ini. Hal ini didasarkan pada kaidah toleransi syari’ah dan kemudahannya karena kesulitan bisa mendatangkan kemudahan.]

10- Anjing haram dimakan, karena ada kaidah yang mengatakan: “Setiap yang najis pasti haram dan tidak setiap yang haram pasti najis”. Disamping berdasarkan larangan Nabi shallallahu alaihi wasallam untuk memakan: “Setiap binatang buas yang bertaring”.[3] Tidak diragukan bahwa anjing termasuk binatang yang bertaring. Hadis yang sedang kita syarah ini juga menunjukkan bahwa anjing haram untuk dimakan. Karena apabila kita diwajibkan menjauhi jilatannya maka bagaimana kita akan memasukkan dagingnya ke dalam mulut kita?

[1] Diriwayatkan oleh Muslim, 279.

[2] Diriwayatkan oleh Tirmidzi, 91, dan dishahihkan oleh al-Albani di dalam Shahih al-Jami’, 8116.

[3] Diriwayatkan oleh Bukhari, 5527, dan Muslim, 1932.