Syarah Kitab Bulughul Maram (Hadist 6 & 7)

Diterjemahkan dari kitab: Fat-hu Dzil Jalali wal-Ikram Bi-syarhi Bulughil Maram

Karya: Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Uthaimin.

Penerbit: Dar Ummil Qura

Penerjemah: Aunur Rafiq Saleh Tamhid Lc.

Hadist 6 

وَعَنْ رَجُلٍ صَحِبَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ تَغْتَسِلَ الْمَرْأَةُ بِفَضْلِ الرَّجُلِ أَوْ الرَّجُلُ بِفَضْلِ الْمَرْأَةِ وَلْيَغْتَرِفَا جَمِيعًا أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُد وَالنَّسَائِيُّ وَإِسْنَادُهُ صَحِيحٌ

“Dari seorang lelaki sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam, ia berkata: “Rasulullah shallallau alaihi wasallam melarang wanita mandi dengan sisa air laki-laki, atau laki-laki mandi dengan sisa air perempuan. Hendaklah keduanya menciduknya secara bersama-sama”. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasa’i. Isnadnya shahih.[1]

 

Kosakata Dan Penjelasan

Walyaghtarifa: Hendaklah keduanya menciduk, yakni mengambil air dengan kedua tangan.

Pelajaran Hadis Ini

1-Larangan ini tidak dimaksudkan untuk mengharamkan tetapi sebagai arahan dan bimbingan.

2-Pengarahan Nabi shallallahu alaihi wasallam agar suami istri mandi bersama apabila keduanya wajib mandi. Nabi shallallahu alaihi wasallam tidak hanya memberikan pengarahan tetapi juga mempraktikkannya dengan Aisyah radhiyallau ‘anha. Keduanya pernah mandi bersama dari satu bejana. Tangan keduanya saling bergantian menciduk air hingga Aisyah berkata: ‘Tinggalkan untukku, tinggalkan untukku’ apabila Nabi mendahuluinya.[2]

3-Suami boleh melihat aurat istrinya bahkan antara dia dan istrinya tidak ada batas aurat. Keduanya boleh mandi bareng dalam keadaan telanjang. Riwayat yang menyebutkan bahwa Aisyah pernah berkata: ‘Aku tidak pernah melihatnya dari Nabi dan Nabi pun tidak pernah melihatnya dariku” adalah riwayat yang lemah.[3] Dengan demikian suami boleh bertelanjang di hadapan istrinya dan istri pun boleh bertelanjang di hadapan suaminya.

4-Seorang suami seharusnya melakukan sesuatu yang bisa menguatkan cinta, kasih sayang dan romantisme bersama  istrinya.

[1] Diriwayatkan oleh Abu Dawud, 81 dan Nasa’I 238. Disahihkan oleh al-Albani di dalam Shahih Abi Dawud, 74.

[2] Diriwayatkan oleh Bukhari, 250, dan Muslim, 321.

[3] Diriwayatkan oleh Abu asy-Syaikh di dalam Akhlaq an-Nabiy wa Adabuhu, 251, di dalam sanadnya ada Muhammad bin al-Qasim al-Asadi, dia pendusta.

****

Hadist 7 

وَعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا : أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَغْتَسِلُ بِفَضْلِ مَيْمُونَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ

وَلِأَصْحَابِ السُّنَنِ : اغْتَسَلَ بَعْضُ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي جَفْنَةٍ فَجَاءَ يَغْتَسِلُ مِنْهَا فَقَالَتْ : إنِّي كُنْت جُنُبًا فَقَالَ : إنَّ الْمَاءَ لَا يَجْنُبُ وَصَحَّحَهُ التِّرْمِذِيُّ وَابْنُ خُزَيْمَةَ

 

“Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi shallallahu alaihwasallam pernah mandi dengan air sisa Maimunah”. Diriwayatkan oleh Muslim.[1]

Para penulis kitab as-Sunan meriwayatkan: “Sebagian istri Nabi shallallahu alaihi wasallam mandi dari sebuah bejana besar, lalu Nabi datang untuk mandi darinya. Maka istrinya berkata: ‘Sesungguhnya aku tadi sedang junub’. Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya air tidak bisa menjunubkan”. Dishahihkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Khuzaimah.[2]

 

Kosakata Dan Penjelasan

Ash-hab as-Sunan: Penulis kitab as-Sunan, yakni Abu Dawud, Tirmidzi, an-Nasa’I dan Ibnu Majah.

Ba’dhu azwaj an-Nabi: Sebagian istri Nabi, yakni Maimunah binti al-Harits al-Hilaliyah, sebagaimana diriwayatkan oleh ad-Daruquthni dan lainnya.

Jafnatin: Bejana besar, biasanya terbuat dari kayu.

La yujnibu: Tidak bisa menjunubkan, yakni tidak bisa membuat orang lain berjunub.

 

Pelajaran Hadis Ini

1-Sebagian istri Nabi shalallahu alaih wasallam yang memiliki kerabat menyampaikan kepada kerabatnya tentang apa yang dilakukan Nabi shallallahu alaihi wasallam berkaitan dengan perkara yang tidak diketahui kecuali oleh para wanita. Ibnu Abbas mengetahi hal ini dari Maimunah yang merupakan bibinya. Ini termasuk hikmah poligami yang dilakukan Nabi shallallahu alaihi wasallam, karena dari para istri itulah diketahui banyak hal yang berkaitan dengan kehidupan rumah tangga.

2-Boleh menyampaikan sesuatu yang biasanya orang merasa malu untuk menyampaikannya, demi menyebarkan ilmu. Karena Maimunah menyampaikan kepada Ibnu Abbas tentang sesuatu yang mungkin bagi sebagian orang merasa malu untuk menyampaikannya.

3-Penyampaian hal seperti ini tidak termasuk larangan dalam menyebarluaskan rahasia antar suami-istri, karena hal ini tidak ada kaitannya dengan hubungan seksual. Tetapi hanya merupakan penjelasan tentang hukum syaria’at yang bermanfaat bagi umat.

4-Orang lelaki boleh mandi dengan air sisa perempuan sekalipun perempuan yang mandi sebelumnya dalam keadaaan junub. Demikian pula sebaliknya, perempuan boleh mandi dengan air sisa lelaki.

5-Orang junub yang mandi dari air yang ada di sebuah bejana tidak memengaruhi air tersebut dan tidak menjadikannya najis.

6-Metode pengajaran yang sangat baik dari Nabi shallallahu alaihi wasallam dengan menjelaskan sebab dan alas an yaitu sabdanya: “Sesungguhnya air tidak bisa menjunubkan”. Siapapun tahu bahwa air tidak bisa menjunubkan tetapi Nabi ingin memberikan jawaban dengan kata yang digunakan oleh orang yang diajak bicara (“aku tadi sedang dalam keadaan junub”). Ini dalam ilmu balaghah disebut “muqabalah”.

[1] Diriwayatkan oleh Muslim, 323.

[2] Diriwayatkan oleh Abu Dawud, 68, Tirmidzi, 65, an-Nasa’I, 325, Ibnu Majah, 370, Ibnu Khuzaimah, 109, dan dishahihkan oleh al-Albani di dalam Shahih al-Jami’, 1927.

****