Syarah Kitab Bulughul Maram (Hadist 55) Bab Mengusap Khuf

Diterjemahkan dari kitab: Fat-hu Dzil Jalali wal-Ikram Bi-syarhi Bulughil Maram

Karya: Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Uthaimin.

Penerbit: Dar Ummil Qura

Penerjemah: KH. Aunur Rafiq Saleh Tamhid Lc.

– Hadist 55

 

وَعَنْ صَفْوَانَ بْنِ عَسَّالٍ ( قَالَ: { كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ ( يَأْمُرُنَا إِذَا كُنَّا سَفْرًا أَنْ لَا نَنْزِعَ خِفَافَنَا ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ وَلَيَالِيَهُنَّ, إِلَّا مِنْ جَنَابَةٍ وَلَكِنْ مِنْ غَائِطٍ, وَبَوْلٍ, وَنَوْمٍ } أَخْرَجَهُ النَّسَائِيُّ, وَاَلتِّرْمِذِيُّ وَاللَّفْظُ لَهُ, وَابْنُ خُزَيْمَةَ وَصَحَّحَاه

55- Dari Shafwan bin Assal, ia berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kami, apabila kami sedang bepergian, agar kami tidak melepas khuf-khuf kami selama tiga hari dan tiga malam, kecuali karena junub. Tetapi tidak perlu melepasnya jika karena buang air besar, kencing dan tidur. Diriwayatkan oleh Nasa’I, Tirmidzi, lafazh ini riwayatnya, dan Ibnu Khuzaimah, ia menshahihkannya.[1]

 

Derajat Hadis

Hadis ini shahih.

Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan ath-Thahawi menshahihkannya. Tirmidzi mengutip dari al-Bukhari bahwa ia berkata: Hadis hasan, tentang penentuan waktu dalam hala ini tidak ada yang lebih shahih dari hadis ini. An-Nawawi berkata: Ia dating dengan beberapa sanad yang shahih.

Ibnu Abdul Hadi berkata di dalam al-Muharrar: Diriwayatkan oleh Ahmad, 17625, Nasa’I, Ibnu Majah, 478, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban, 1100.

 

Pelajaran Hadis Ini

1-Memberikan kemudahan kepada umat, yaitu dengan memudahkan hukum-hukum safar mengenai bersuci dan hal-hal yang terkait dengannya, shalat dan hal-hal yang terkait dengannya, puasa dan hal-hal yang terkait dengannya. Anda dapati syari’ah mempermudah berbagai hukum terkait dengan orang yang berpergian.

2-Menjelaskan hikmah tasyri’ (legislasi) dan bahwa ia sesuai dengan kondisi. Ini jelas sekali dalam berbagai ibadah dan muamalah. Dalam ibadah misalnya, musafir boleh mengusap khuf selama tiga hari dan tiga malam, sedangkan orang yang mukim (tidak bepergian) dibolehkan mengusap khuf selama satu hari satu malam. Shalat empat raka’at boleh diqashar dan dijama’ dalam perjalanan. Demikian pula dalam muamalat: Menjual ruthab (kurma mengkal) dengan kurma kering diharamkan, tetapi bila orang-orang memerlukan ruthab dan tidak punya uang maka dibolehkan membeli ruthab dengan kurma kering, dengan beberapa syarat yang dikenal dalam ‘ariyah (pinjam meminjam). Ini semua menunjukkan prinsip memudahkan. Bahkan ada kaidah yang termuat dalam firman Allah: “Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya”. (al-An’am: 119)  Setiap yang haram tetapi manusia terpaksa memakannya maka ia menjadi halal. Ini menunjukkan bahwa syari’at mempertimbangkan keadaan.

3- Orang yang memakai khuf tidak perlu melepasnya karena adanya perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kami agar tidak melepas”. Ini menguatkan apa yang telah kami tegaskan bahwa orang yang memakai khuf tidak perlu melepasnya, karena tindakan melepas termasuk sikap berlebihlebihan, padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengusapnya padahalbeliau lebih bertakwa kepada Allah dan lebih mengenal Allah.

4- Musafir mengusap khuf selama tiga hari tiga malam.

5- Bagi orang yang berhadas junub tidak boleh mengusap khuf, karena hadas janabat lebih kuat dari hadas kencing dan buang air besar. Karena itu, bagi orang yang berhadas junub tidak boleh mengusap khuf, kecuali dalam keadaan darurat, seperti gib.

6- Mengusap hanya ada pada hadas kecil.

7- Buang air besar, kencing dan tidur membatalkan wudhu’, karena sabdanya, “tetapi tidak perlu melepasnya jika karena buang air besar, kencing dan tidur”.  Zhahir (tekstual) hadis ini tidak membedakan antara buang air besar yang sedikit dan yang banyak. Demikian pula kencing sedikit dan banyak. Demikian pula tidur sedikit dan banyak, tetapi ada dalil-dalil lain yang membedakan antara tidur sedikit dan tidur banyak. Jika tidur sedikit tidak membatalkan wudhu’, akan dijelaskan lebih rinci pada bab tentang hal-hal yang membatalkan wudhu’ insya Allah.

8- Hadis Shafwan ini tidak membatasi hal-hal yang membatalkan wudhu’, karena ada hal lain yang tidak disebutkan di dalam hadis ini, diantaranya kentut dan memakan daging unta. Shafwan hanya menyebutkan beberapa contoh saja, tidak menunjukkan pembatasan.

9- [Sebagaimana tidur membatalkan wudhu’, demikian pula setiap hal yang menghilangkan akal dan menutupinya, seperti pingsan, terbius, mabuk dan sejenisnya.

10-  Boleh mengusap dua kaos kaki dan sejenisnya, yang memiliki kesamaan hukum dengan dua khuf, yakni menutupi tempat yang wajib dibasuh, ada keperluan untuk memakainya, ada kesulitan dalam melepasnya, dan terbuat dari bahan apa saja, baik dari wol atau katun dan lainnya.

Imam Nawawi berkata di dalam al-Majmu’: Para sahabat kami menuturkan dari Umar dan Ali radhiyallahu ‘anhuma dibolehkannya mengusap dua kaos kaki sekalipun tipis. Mereka menuturkannya juga dari Abu yususf, Muhammad, Ishaq dan Dawud.

 

Perbedaan Pendapat Para Ulama

Imam Ahmad berpendapat boleh mengusap dua kaos kaki, keduanya dibuat seperti khuf bentuknya dan bukan dari kulit.

Ibnul Mundzir berkata: Tentang dibolehkannya mengusap dua kaos kaki diriwayatkan dari Sembilan sahabat yaitu Ali, Ammar, Ibnu Mas’ud, Anas, Ibnu Umar, al-Barra’, Bilal, Ibnu Abi Aufa dan Sahal bin Sa’ad.

Ia merupakan pendapat Atha’, al-Hasan, Ibnu al-Musayyab, Ibnu al-Mubarak, ats-Tsauri, Ishaq, Abu Yusuf, Muhammad bin al-Hasan, berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, 17741, Abu Dawud, 159, dan Tirmidzi, 99, dari Mughirah bin Syu’bah: “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengusap dua kaos kaki dan dua sandal”.

Tirmidzi berkata: Hasan shahih.

Al-Albani berkata: Semua perawinya terpercaya, karena mereka adalah para perawi Bukhari di dalam Shahih-nya dan bisa dijadikan hujjah.

Imam madzhab yang tiga berpendapat dalam ketetapan madzhab mereka yang paling akhir, boleh mengusap keduanya.

Para ulama berbeda pendapat mana diantara keduanya yang lebih utama: membasuh atau mengusap?

Syafi’iyah berpendapat, membasuh lebih utama, dengan syarat ia tidak meninggalkan mengusap karena menginginkan sunnah.

Para ulama Hanbali berpendapat, mengusap lebih utama dari membasuh.

Ibnul Qayyim berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak memaksakan menentang keadaan yang ada berkaitan dengan kedua kakinya. Jika keduanya sedang memakai khuf maka Nabi mengusap keduanya, jika sedang terbuka maka Nabi membasuhnya.

Ibnul Qayyim berkata: Ini merupakan pendapat yang paling adil.]

[1]  Diriwayatkan oleh Tirmidzi, 96, Nasa’I, 127, Ibnu Khuzaimah, 17, Ibnu Majah. Tirmidzi berkata: Hadis ini hasan shahih. Demikian pula Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Majah menshahihkannya. Lihat: al-Muharrar, nomor 67. Al-Albani juga menshahihkannya di dalam al-Irwa’, 104.