Diterjemahkan dari kitab: Fat-hu Dzil Jalali wal-Ikram Bi-syarhi Bulughil Maram
Karya: Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Uthaimin.
Penerbit: Dar Ummil Qura
Penerjemah: Aunur Rafiq Saleh Tamhid Lc.
– Hadist 41 –
وعن عائشة رضي الله عنها قالت: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ، فِي تَنَعُّلِهِ، وَتَرَجُّلِهِ، وَطُهُورِهِ، وَفِي شَأْنِهِ كُلِّهِ
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam suka mendahulukan yang kanan ketika memakai sandal, menyisir rambut, bersuci dan dalam segala urusannya. Muttafaq ‘alaih. [1]
Kosakata Dan Penjelasan
Yu’jibuhu: Suka, dan menganggap baik. Kesukaan ada dua: kesukaan syar’i dan alami. Nabi menyukai manisan dan madu, ini adalah kesukaan yang bersifat alami. Sedangkan kesukaan yang disebutkan dalam hadis ini bersifat syar’i, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkannya dalam sabdanya: “Hendaklah kalian mendahulukan anggota tubuh yang kanan. Hendaklah kalian mendahulukan anggota tubuh yang kanan”.[2] Kadang kata ‘ajiba (heran) dimaksudkan untuk mengingkari, sebagaimana firman-Nya: “Bahkan kamu menjadi heran (terhadap keingkaran mereka) dan mereka menghinakan”. (ash-Saaffaat: 12)
Fi tarajjulihi: Dalam menyisir rambut. Karena rambut Nabi terkadang sampai ke daun telinganya dan terkadang sampai ke pundaknya, sebab memanjangkan rambut di masa itu dianggap sebagai ‘ tanda laki-laki’ atau rujulah, kekuatan dan kegesitan.
Fi sya’nihi kullihihi: Dalam segala urusannya, yakni menyangkut perkara agama dan dunia. Tetapi keumuman ini dikecualikan dengan beberapa hal, seperti masuk kamar mandi, keluar dari masjid, melepas pakaian, melepas sandal dan melepas sepatu. Dalam hal ini ada tiga keadaan:
Pertama, apa yang ditegaskan oleh Sunnah bahwa Nabi mendahulukan yang kanan, maka dalam hal ini didahulukan yang kanan.
Kedua, apa yang ditegaskan oleh Sunnah bahwa Nabi mendahulukan yang kiri, maka dalam hal ini didahulukan yang kiri.
Ketiga, apa yang tidak ditegaskan, maka dalam hal ini didahulukan yang kanan, karena ia merupakan dasar dalam memuliakan.
Pelajaran Hadis Ini
1-Nabi shallallahu ‘alaii wasallam menyukai mendahulukan yang kanan dalam semua urusannya. Dalam hal ini Aisyah radhiyallahu ‘anha menyebutkan tiga hal yaitu memakai sandal, menyisir rambut dan bersuci. Tetapi keumumuman hadis ini tidak berlaku dalam semua hal, karena Nabi melarang beristinja’ dengan tangan kanan. Tetapi tidak ada halangan untuk dikatakan bahwa nash-nash yang ada bersifat umum dan ada hal-hal yang dikhususkan, seperti masuk kamar mandi, keluar dari masjid dan lainnya. [Imam Nawawi berkata: Kaidah syari’ah yang berlaku umum menganjurkan mendahulukan yang kanan dalam konteks memuliakan dan mendahulukan yang kiri dalam konteks kebalikannya.]
2-Anjuran mendahulukan yang kanan dalam memakai sandal, menyisir rambut, bersuci dan hal-hal baik lainnya yang serupa, seperti memakai baju, celana, bersiwak dan lainnya.
3-Apakah memanjangkan rambut termasuk sunnah atau tradisi? Menurut pendapat yang kuat, ia termasuk tradisi, sama seperti memakai sarung dan sorban.
4- Syari’ah bersifat konprehensif, meliputi urusan ibadah dan tradisi. Seorang hamba yang mendapat taufiq bisa beribadah kepada Allah dalam semua urusannya, dalam urusan makan, minum, pakaian, keluar-masuk suatu tempat, dan lainnya. Sehingga adat dalam kehidupannya bisa menjadi ibadat. Berbeda dengan orang yang lalai, ibadat bisa menjadi adat, sehingga ia melakukan shalat dan lainnya sebagai adat.
5-Seseorang harus memperhatikan kebersihan dirinya, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyisir rambutnya. Karena itu, seseorang tidak boleh membiarkan rambutnya kusut dan kotor, tetapi harus berusaha menata dan menjaga kebersihannya. Salah seorang sahabat bertanya kepada Nabi: ‘Wahai Rasulullah, salah seorang diantara kami menyukai baju bagus dan sandal bagus, bagaimana hukumnya?’ Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Allah Maha Indah menyukai keindahan”.[3]
6- Boleh memakai sandal, karena Nabi shallallahu alaihi wasallam memakainya. Bahkan dalam kondisi tertentu bisa menjadi wajib, seperti berjalan di tempat yang membahayakan bila tidak memakai sandal atau sepatu. Tetapi ada anjuran dari Nabi shallallahu ‘alaii wasallam agar sesekali kita berjalan tanpa menggunakan sandal:
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang memperbanyak kesenangan dan memerintahkan sesekali bertelanjang kaki”.[4]
7-[Menggunakan anggota tubuh yang kiri untuk hal-hal yang dianggap kotor adalah lebih tepat secara syari’ah, akal dan medis.
8-Syari’ah yang bijaksana datang untuk memperbaiki manusia dan melindung mereka dari semua macam bahaya.]
[1] Diriwayatkan oleh Bukhari, 168, dan Muslim, 268.
[2] Diriwayatkan oleh Bukhari, 2571.
[3] Diriwayatkan oleh Muslim, 91.
[4] Diriwayatkan oleh Abu Dawud, kitab at-tarajjul (bersandal), nomor 416.