Diterjemahkan dari kitab: Fat-hu Dzil Jalali wal-Ikram Bi-syarhi Bulughil Maram
Karya: Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Uthaimin.
Penerbit: Dar Ummil Qura
Penerjemah: Aunur Rafiq Saleh Tamhid Lc.
– Hadist 40 –
عَنْ أَبي هُريْرَةَ رضيَ اللَّه عَنْه قال : سمِعْت رَسُولَ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم يقُول : « إِنَّ أُمَّتي يُدْعَوْنَ يَوْمَ القِيامَةِ غُرّاً محَجَّلِينَ مِنْ آثَارِ الوضوءِ فَمنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يُطِيل غُرَّتَه ، فَليفعلْ » متفقٌ عليه
-Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya umatku datang pada hari Kiamat dengan wajah dan kedua tangan yang bercahaya dari bekas wudhu’. Karena itu, siapa diantara kalian yang bisa memperpanjang cahayanya maka hendaklah ia melakukan”. Muttafaq ‘alaih. Lafazh ini riwayat Muslim.[1]
Kosakata Dan Penjelasan
Ummati: Umatku. Kata “ummat” dalam al-Quran memiliki empat makna: 1-Waktu (Yusuf: 45). 2-Imam (an-Nahl: 12). 3-Millah (az-Zukhruf (22). 4-Golongan yang dihimpun oleh satu hal (Fathir: 24).
Ya’tuna: Datang. Dalam riwayat yang lain disebutkan dengan lafazh: “yud’auna” (dipanggil). Dua riwayat ini tidak bertentangan, karena mereka dipanggil lalu datang, sebagaimana difirmankan Allah: “Tiap-tiap umat dipanggil untuk (melihat) buku catatan amalnya”. (al-Jatsiyah: 28)
Yaumal qiyamah: Hari kiamat. Disebut hari Kiamat karena beberapa hal:
Pertama, karena pada hari itu manusia bangkit dari kubur-kubur mereka untuk menghadap Allah: “Hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam”. (al-Muthaffifin: 6)
Kedua, karena pada hari itu keadilan ditegakkan: “Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari Kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun”. (al-Anbiya’: 47)
Ketiga, karena pada hari itu saksi-saksi berdiri: “Sesungguhnya Kami menolong Rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat)”. (al-Mukmin: 51)
Ghurran: Dengan wajah bercahaya. Arti asalnya ialah kuda yang di wajahnya ada warna putih.
Muhajjalin: Dengan kedua tangan bercahaya. Arti asalnya ialah warna putih yang ada di tangan dan kaki.
“Karena itu, siapa diantara kalian yang bisa memperpanjang cahayanya maka hendaklah ia melakukan”. Ini merupakan sisipan (mudraj) dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Apakah bisa diperpanjang? Tidak bisa, karena ghurrah adalah warna putih yang ada di wajah sedangkan wajah terbatas panjang dan lebarnya. Karena itu, dalam riwayat lain sisipan ini tidak disebutkan.
Pelajaran Hadis Ini
1-Sesungguhnya umat ini, umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, akan datang pada hari Kiamat dengan wajah yang putih bercahaya. Demikian pula tangan dan kaki mereka.
2-Cahaya dan putih ini hanya ada pada anggota wudhu’ saja, yakni yang dibasuh yaitu wajah, kedua tangan dan kedua kaki. Sedangkan kepala tidak disebutkan, karena cahaya hanya ada di wajah.
3-Sesungguhnya balasan diberikan sesuai jenis amal perbuatan. Karena mereka bersuci dengan membasuh berbagai anggota wudhu’ ini dalam rangka melaksanakan perintah Allah dan meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka balasan mereka diberikan seperti amal perbuatan mereka. Karena itu, di dalam al-Quran terdapat banyak ayat yang menyebutkan: “Sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan”. (as-Sajdah: 17) Ini menunjukkan kesempurnaan keadilan Allah. Allah berfirman: “Dan barangsiapa mengerjakan amal-amal yang saleh dan ia dalam keadaan beriman, maka ia tidak khawatir akan perlakuan yang tidak adil (terhadapnya) dan tidak (pula) akan pengrangan haknya”. (Thaha: 112) Bahkan dengan karunia dan rahmat-Nya, Allah menjadikan balasan kebaikan lebih banyak dari amal perbuatan yang ada. Satu kebaikan dibalas dengan sepuluh sampai tujuh ratus kali lipatnya bahkan sampai tak terbatas.
4- [Wudhu’ termasuk kekhususan umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan tidak ada pada umat-umat terdahulu. Karena Allah menjadikan cahaya di wajah, kedua tangan dan kedua kaki mereka sebagai tanda khusus bagi mereka, karena bekas wudhu’, berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Muslim, 247, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Bagi kalian tanda yang tidak ada pada seorang pun dari umat-umat lain, kalian datang kepadaku dengan wajah dan kedua tangan dan kaki yang bercahaya, karena bekas wudhu’”.]
5- Keutamaan wudhu’, karena balasannya pada hari Kiamat sangat menonjol dan terlihat nyata oleh semua makhluk. Di dalamnya terdapat pahala yang sangat besar sehingga umat ini dikenal di kalangan seluruh umat melalui wudhu’ ini.
6-Keutamaan shalat, karena apabila keutamaan salah satu syaratnya demikian besar maka shalat pasti lebih utama. Karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Shalat adalah cahaya”.[2]
7-Di dalam hadis ini ada dalil yang menetapkan adanya hari kebangkitan dan balasan, dan bahwa manusia akan datang bergolong-golongan. Allah berfirman: “Dan (pada hari itu) kamu lihat tiap-tiap umat berlutut. Tiap-tiap umat dipanggil untuk (melihat) buku catatan amalnya”. (al-Jatsiyah: 28)
Perbedaan Pendapat Para Ulama
[Abu Hanifah, Syafi’I, Ahmad dan para pengikut mereka menganggap sunnah membasuh anggota wudhu’ melebihi batas yang diwajibkan. Ini merupakan pendapat jumhur ulama. Mereka berdalil dengan bagian akhir hadis ini: “Siapa diantara kalian yang bisa memanjangkan cahayanya maka hendaklah ia melakukan”. Imam Nawawi berkata: Para ulama kami sepakat untuk membasuh melebihi batas siku dan mata kaki.
Imam Malik dan penduduk Madinah tidak menganjurkan membasuh melebihi batas yang diwajibkan. Ini merupakan salah satu riwayat dari Imam Ahmad dan pilihan Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim. Sebagian ulama kontemporer, seperti Syaikh Muhammad bin Ibrahim Ali as-Syaikh, syaikh Abdur Rahman as-Sa’di, syaikh Abdul Aziz bin Baz dan lainnya juga memilih pendapat ini. Mereka berdalil dengan beberapa hal, diantaranya bahwa bagian akhir dari hadis ini merupakan tambahan dari Abu Hurairah bukan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana dalam riwayat Ahmad, 8208, dan dijelaskan oleh beberapa ahli hadis. Di dalam Musnad Ahmad, Nu’aim al-Mujmar, perawi hadis, berkata: “Saya tidak tahu perkataannya “siapa diantara kalian yang bisa memanjangkan cahayanya maka hendaklah ia melakukan”, apakah dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam atau dari perkataan Abu Hurairah?”.]
[1] Diriwayatkan oleh bukhari, 136, dan Muslim, 246.
[2] Diriwayatkan oleh Muslim , 223, dari Abu Malik al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu.