Diterjemahkan dari kitab: Fat-hu Dzil Jalali wal-Ikram Bi-syarhi Bulughil Maram
Karya: Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Uthaimin.
Penerbit: Dar Ummil Qura
Penerjemah: Aunur Rafiq Saleh Tamhid Lc.
Hadist 30
وَعَنْ حُمْرَانَ : أَنَّ عُثْمَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ دَعَا بِوُضُوءٍ, فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ, ثُمَّ تَمَضْمَضَ, وَ اسْتَنْشَقَ, وَاسْتَنْثَرَ, ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ, ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ اليُمْنَى إَلَى المِرْفَقِ ثَلَاَثَ مَرَّاتٍ, ثُمَّ اليُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ, ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ, ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ اليُمْنَى إِلَى الكَعْبَيْنِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ اليُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ, ثُمَّ قَالَ : رَأًيْتُ رَسُولُ اللهِ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوْئِي هَذَا. (متفق عليه)
– Dari Humran, bahwa Utsman meminta air wudhu’, lalu ia mencuci kedua telapak tangannya tiga kali, lalu berkumur-kumur. Kemudian mengisap air dengan hidung dan mengembuskannya. Kemudian ia mencuci mukanya tiga kali dan mencuci tangannya yang kanan sampai siku tiga kali. Kemudian yang kiri seperti itu pula. Kemudian ia mengusap kepalanya, kemudian mencuci kakinya yang kanan sampai kedua mata kaki tiga kali, kemudian yang kiri seperti itu pula, lalu berkata: Saya pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berwudhu’ seperti wudhu’ku ini. Muttafaq ‘alaih.[1]
Kosakata Dan Penjelasan
Humran bin Aban adalah maula Utsman. Ia ditawan Khalid bin Walid lalu dikirim kepada Utsman bin Affan pada masa pemerintahan Abu Bakar. Kemudian Utsman bin Affan memerdekakannya. Ia terpercaya dan masuk lapisan kedua (tabi’in) dan wafat pada tahun 75 H.
Utsman bin Affan adalah khalifah ketiga kaum Muslimin. Para sahabat telah menyepakati bahwa beliau adalah khalifah ketiga. Demikian pula Ahlus Sunnah telah menyepakatinya. Imam Ahmad berkata: ‘Siapa yang mencela khilafah salah seorang diantara mereka maka ia lebih sesat dari keledai keluarganya’. Al-Hasan berkata: ‘Siapa yang menganggap Ali lebih berhak menjadi khalifah daripada Utsman maka ia telah mencela dan mengritik para Muhajirin dan Anshar’.
Pelajaran Hadis Ini
1-Tawadhu’ para sahabat, karena Utsman bin Affan sebagai khalifah kaum Muslimin tidak segan meminta air wudhu’ untuk berwudhu’ di hadapan banyak orang agar mereka melihat tata cara wudhu’ dengan mata kepala mereka.
2-Pengarang (Ibnu Hajar al-Asqalani) menjadikan hadis ini sebagai dasar dalam menjelaskan tata cara wudhu’ Nabi dan menjadikan hadis-hadis dan riwayat-riwayat sesudahnya sebagai pelengkapnya.
3-Disyari’atkan mencuci kedua telapak tangan tiga kali sebelum berwudhu’. Dalilnya, karena Utsman melakukannya dan berkata: “Saya pernah melihat Nabi berwudhu’ seperti wudhu’ku ini”. Apakah hal ini wajib? Tidak wajib, tetapi sunnah. Dalilnya firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku”. (al-Maidah: 6) Ayat ini tidak menyebutkan mencuci kedua telapak tangan. Ini menunjukkan bahwa mencuci kedua telapak tangan sebelum membasuh muka itu tidak wajib tetapi hanya sunnah. Hikmahnya, bahwa keduanya merupakan alat yang digunakan untuk wudhu’ sehingga kedanya harus dibersihkan sebelum digunakan.
4-Mendahulukan berkumur-kumur dan mengisap air dengan hidung kemudian mengembuskannya sebelum membasuh muka. Apakah ini wajib? Tidak wajib, tetapi lebih utama mendahulukan berkumur-kumur dan mengisap air dengan hidung dan mengembuskannya, karena kumur-kumur dan mengisap air dengan hidung lalu mengembuskannya itu berkaitan dengan bagian dalam anggota wudhu’ sehingga lebih berhak didahulukan ketimbang bagian luar.
5-Apakah berkumur-kumur dan mengisap air dengan hidung lalu mengembuskannya itu wajib? Terjadi perbedaan pendapat dalam masalah ini. Ada yang mengatakan tidak wajib dengan alasan tidak disebutkan di dalam ayat (al-Maidah: 6). Ada yang mengatakan wajib, dan pendapat ini yang benar, karena Rasul shallallahu ‘alaihi wasalam selalu melakukannya. Di dalam hadis Laqith bin Shabrah, Nabi bersabda: “Isaplah air ke dalam hidung sedalam-dalamnya kecuali di bulan Ramadhan”.[2]
6-Berkumur-kumur dan mengisap air dengan hidung lalu mengembuskannya itu masuk dalam mencuci (membasuh) wajah, karena perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan keumuman al-Qur’an, juga karena mulut dan hidung ada di wajah, sehingga keduanya masuk bagian wajah secara hakiki dan secara hukum. Hal ini juga menjadi bantahan kepada mereka yang mengatakan tidak wajib berkumur-kumur dan menisap air dengan hidung lalu mengembuskannya.
7- Tiga kali dalam membasuh muka, berdasarkan sabdanya: “Tiga kali”. Sedangkan berkumur-kumur dan mengisap air dengan hidung lalu mengembuskannya, tidak disebutkan tiga kali (dalam hadis ini) tetapi di dalam hadis-hadis yang lain disebutkan tiga kali.
8-Berurutan antara yang kanan dan kiri, dimulai bagian kanan terlebih dahulu. Apakah urutan ini wajib? Tidak wajib, karena kedua tangan dianggap satu anggota badan, berdasarkan firman-Nya; “Dan tangnmu sampai dengan siku” (al-maidah: 6). Allah tidak menyebutkan “tangan kananmu kemudian tangan kirimu”. Keduanya merupakan satu anggota badan dalam kaitannya dengan thaharah, sekalipun berbeda tempatnya.
9-Mengusap kepala dan tidak dibasuh, berdasarkan sabdanya, “Kemudian mengusap kepalanya”.
10-Wajib meliputi seluruh kepala (dalam mengusapnya), karena huruf ba’ dalam kalimat “bi-ra’sihi” (kepalanya) menunjukkan arti meliputi (lil-isti’ab).
11-[Kedua telinga termasuk bagian kepala, karena itu disyari’atkan mengusap keduanya dengan air yang digunakan untuk mengusap kepala dan tidak diambilkan air yang baru.]
12-Hikmah dan rahmat syari’ah dalam menysari’atkan semua ibadah dengan memerintahkan mencuci (membasuh) anggota-anggota badan yang tidak ada rambutnya sehingga seseorang tidak terganggu oleh air yang dibasuhkan, sedangkan anggota-anggota badan yang berambut hanya diusap. Padahal biasanya bagian yang berambut lebih banyak menyimpan ‘kotoran’ dan debu dibanding wajah dan tangan, tetapi karena mempertimbangkan kesulitan maka cukup diusap. Diantara bentuk kesulitannya apabila rambut dibasuh adalah rambut menjadi basah sehingga bisa menimbulkan gangguan atau menyebabkan sakit bila di musim dingin. Atau air menetes ke badan dan pakaian sehingga menimbulkan kesulitan. Karena itu cukup diusap saja.
Tetapi kenapa wajib mandi bagi orang yang junub?
Karena hadas junub lebih besar dari hadas buang air besar dan kencing. Karena itu, boleh mengusap kedua sepatu (khuf) dalam hadas kencing dan buang air besar, tetapi tidak boleh mengusap kedua sepatu (khuf) dalam junub karena lebih berat. Karena itu orang yang sedang junub dilarang membaca al-Quran sedangkan orang yang berhadas kecil tidak dilarang.
13-Mencuci (membasuh) kedua kaki sampai dengan mata kaki, berdasarkan sabdanya: “Kemudian mencuci kakinya yang kanan sampai dengan kedua mata kaki tiga kali”.
14-Apa yang diajarkan seorang guru seharusnya disandarkan kepada Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana dilakukan Utsman bin Affan yang mengatakan: “Saya pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berwudhu’ seperti wudhu’ku ini”. Ada beberapa manfaat dari hal ini:
- Menguatkan posisinya, karena ia menyandarkan kepada Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bukan kepada kecerdasan dirinya.
- Orang yang menerima ilmunya juga bersandar kepada Sunnah Nabi sehingga dengan demikian tercapai ittiba’-nya kepada Nabi.
- Mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan memperbarui penyebutan nama Nabi di dalam hati. Karena setiap kali seseorang melakukan suatu Sunnah dengan mengingat dan menyadari bahwa dalam hal tersebut ia mengikuti Nabi, maka tidak diragukan bahwa hatinya senantiasa mengingat Nabi dan bertambah pula kecintaannya kepada Nabi.
15- Hadis ini menyebutkan urutan dalam berwudhu’: Membasuh muka, membasuh kedua tangan, mengusap kepala dan membasuh kedua kaki. Urutan ini wajib dijaga. Siapa yang sengaja membalik urutan ini maka wudhu’nya tidak sah. Karena Nabi mengisyaratkan bahwa apa yang didahulukan penyebutannya oleh Allah maka harus didahulukan. Setelah menyelesaikan thawaf dalam haji wada’, Nabi mendekati bukit Shafa untuk melaksanakan sa’i seraya bersabda: “Aku memulai dengan apa yang dimulai Allah”.
Apakah wajib dilakukan dalam satu waktu?
Wajib dilakukan dalam satu waktu, karena wudhu’ merupakan satu ibadah dan disebutkan secara bersamaan, sehingga harus dilakukan sebagaimana disebutkan. Yakni tidak boleh seseorang membasuh muka pada jam satu kemudian membasuh kedua tangan pada jam dua kemudian mengusap kepala pada jam tiga. “Siapa yang melakukan suatu amalan yang tidak didasarkan pada perintah Allah dan Rasul-Nya maka ia tertolak”.
[1] Diriwayatkan oleh Bukhari, 164, dan Muslim, 226.
[2] Diriwayatkan oleh Ahmad, 4/33, 211, Abu Dawud, 142, Tirmidzi, 788, Nasa’I, 87, dan Ibnu Majah, 407.