Syarah Kitab Bulughul Maram (Hadist 24)

Diterjemahkan dari kitab: Fat-hu Dzil Jalali wal-Ikram Bi-syarhi Bulughil Maram

Karya: Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Uthaimin.

Penerbit: Dar Ummil Qura

Penerjemah: Aunur Rafiq Saleh Tamhid Lc.

Hadist 24 

عَنْ عَمْرٍو بْنِ خَارِجَةَ رضي اللّه عنه قَالَ : (( خَطَبَنَا النّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِنًى ، وَهُوَ عَلَى رَاحِلَتِهِ ، وَلُعَابُهَا يَسِيْلُ عَلَى كَتِفِْ )) أخرجه أحمد والترمذي وصحّحه

24-Dari Amr bin Kharijah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Nabi berkhutbah kepada kami di Mina, ketika itu Beliau berada di atas kendaraannya, sedangkan air liur (onta)nya menetes ke atas pundakku. Diriwayatkan oleh Ahmad dan Tirmidzi, ia menshahihkannya.[1]

 

Kosakata Dan Penjelasan

Khathabana: Berkhutbah kepada kami. Khutbah ialah mengingatkan hukum-hukum syari’ah, biasanya disampaikan dengan semangat dan impresif, dan terkadang tidak demikan. Khutbah di Mina ini disampaikan pada hari Raya. Nabi berkhutbah pada hari Raya dan pada tanggal 12 Dzulhijjah. Pada khutbah hari Raya ini Nabi mengajari mereka bagaimana mereka melempar jumrah, bagaimana melakukan thawaf dan sa’i. Pada tanggal 12 Dzlhijjah Nabi mengajari mereka apa yang harus mereka lakukan jika mereka ingin bersegera mengakhiri ibadah haji pada tanggal 12 Dzulhijjah (nafar awal).

Biasanya Nabi menyampaikan khutbah kepada manusia dalam khutbah tetap (ratibah) atau khutbah tidak tetap (‘aridhah). Khutbah tetap seperti khutbah Jum’at, dua hari Raya, istisqa’ dan shalat gerhana matahari atau bulan. Khutbah shalat gerhana disampaikan setelah shalat.

Dalam haji, Nabi berkhutbah di Arafah dan Mina. Apakah khutbah ini tetap atau tidak tetap? Berkemungkinan tetap atau tidak tetap. Tetapi bukan khutbah Jum’at sekalipun di hari Jum’at, karena Nabi berkhutbah sebelum adzan dan hanya satu khutbah. Juga karena hadis Jubair yang menyebutkan: “Kemudian Nabi shalat Zhuhur kemudian iqamat lalu shalat Ashar”. [2] Jubair menegaskan shalat Zhuhur bukan shalat Jum’at. Disamping itu, sekiranya shalat Jum’at pasti tidak dijama’ dengan Ashar karena shalat Jum’at tidak boleh dijama’ dengan shalat Ashar. Yang jelas ada banyak qarinah (bukti) yang menunjukkan bahwa khutbah Nabi pada hari Arafah bukan khutbah Jum’at.

Mina: Mina. Nama tempat yang sudah dikenal. Batasnya antara Jumrah Aqabah dan lembah Muhassir, keduanya tidak termasuk Mina. Bukit-bukit yang menghadap ke Mina termasuk bagian dari Mina, sedangkan puncak-puncak bukit tidak dianggap bagian dari Mina. Mina adalah tempat para jama’ah haji tinggal dan menginap (pada tanggal 8, 10, 11, 12, 13 Dhulhijjah). Disebut Mina karena banyaknya darah yang ditumpahkan di dalamnya.

Rahilatihi: Kendaraannya, yakni ontanya.

 

Pelajaran Hadis Ini

1-Nabi senantiasa berusaha menyampaikan hukum-hukum Islam baik melalui khutbah atau lainnya.

2-Amir haji atau penanggungjawabnya harus menyampaikan khutbah di Mina untuk mengajari jama’ah haji berbagai hal yang terkait dengan manasik.

3-Boleh berkhutbah di atas kendaraan atau tunggangan.

4-Anjuran berkhutbah di atas tempat yang tinggi karena lebih mudah didengar dan difahami.

5-Tawadhu’ Nabi shallallahu alaihi wasallam, karena tidak meminta mimbar yang tinggi atau yang sejenisnya tetapi berkhutbah di atas onta.

6-Air liur onta suci. Ini karena Nabi melihat air liur itu menetes ke atas pundak Amr bin Kharijah tetapi Nabi tidak memerintahkannya untuk mencucinya. Penetapan dan pengakuan Nabi terhadap sesuatu menjadi bagian dari Sunnahnya. Sekiranya Nabi tidak mengetahui hal tersebut pasti Allah mengetahuinya, dan sekiranya air liur itu najis pasti Allah tidak menetapkan dan mengakuinya. Maka penetapan dan pengakuan dari Allah ini menjadi dalil bahwa air liur onta itu suci.

7-Demikian pula kencing dan tahi onta juga suci, karena Nabi mengijinkan shalat di kandang kambing sedangkan kandang kambing tidak terhindar dari kencing dan kotorannya. Juga karena Nabi pernah mengijinkan orang-orang Uranah untuk mendatangi onta shadaqah dan meminum kencing dan susunya[3] tetapi Nabi tidak memerintahkan mereka untuk bersuci darinya.

***

[1][1] Diriwayatkan oleh Ahmad, 17211, Tirmidzi, 2121, dan dishahihkan oleh al-Albani di dalam Shahih at-Tirmidzi, 2121.

[2] Diriwayatkan oleh Muslim, 1218.

[3] Diriwayatkan oleh Bukhari, 6802, dan Muslim, 1671.