Diterjemahkan dari kitab: Fat-hu Dzil Jalali wal-Ikram Bi-syarhi Bulughil Maram
Karya: Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Uthaimin.
Penerbit: Dar Ummil Qura
Penerjemah: Aunur Rafiq Saleh Tamhid Lc.
Hadist 20
وَعَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابَهُ تَوَ7ضَّئُوا مِنْ مَزَادَةِ امْرَأَةٍ مُشْرِكَةٍ .مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ فِي حَدِيثٍ طَوِيلٍ.
20-Dari Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu: Bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam dan para sahabatnya pernah berwudhu’ dari mazadah (tempat air yang terbuat dari kulit binatang) seorang perempuan musyrik”. Muttafaq ‘alaih[1] dalam hadis yang panjang.
Kosakata Dan Penjelasan
Mazadah: Dua geriba (kantong air), yang terbuat dari kulit binatang dan disambung dengan kulit ketiga agar kapasitasnya semakin banyak. Geriba ini terbuat dari kulit sembelihan orang-orang musyrik, padahal sembelihan orang-orang musyrik adalah bangkai. Sedangkan bangkai pasti najis. Jika Nabi dan para sahabatnya berwudhu’ dari mazadah tersebut, padahal mazadah itu terbuat dari kulit bangkai, maka hal ini menunjukkan bahwa kulit bangkai bisa menjadi suci bila disamak.
Hadis Ini Secara Lengkap
Dari Imran bin Hushain, ia berkata: “Aku pernah berjalan sepanjang malam bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam suatu perjalanan. Ketika hari hampir subuh, kami berhenti, lalu kami tertidur hinggamatahari terbit. Yang pertama kali terbangun adalah Abu Bakar. Dan kami tidak berani membangunkan Nabi dari tidurnya, sehingga Beliau bangun sendiri. Kemudian bangun pula Umar, lalu dia berdiri di dekat Nabi dan bertakbir dengan suara keras, sehingga Rasulullah terbangun karenanya. Ketika mengangkat kepalanya dan melihat matahari telah terbit, nabi bersabda: “Ayo berangkat!”. Kami meneruskan perjalanan, sehingga ketika matahari telah tinggi, Rasulullah berhenti kemudian shalat Subuh bersama-sama kami. Kecuali seorang laki-laki, dia tidak ikut shalat dan memencilkan diri dari kami. Setelah selesai shalat, Rasulullah bertanya kepadanya, “Hai Fulan! Apa sebab kamu tidak ikut shalat bersama-sama kami?” Laki-laki itu menjawab, “Aku junub, wahai Nabiyullah”. Lalu Nabi menyuruhnya tayammum dengan tanah, dan sesudah itu dia shalat. Kemudian setelah kami meneruskan perjalanan kami kembali, Rasulullah menyuruhku berjalan lebih dahulu untuk mencari air karena kami telah kehausan. Tiba-tiba kami bertemu dengan seorang wanita yang sedangkan menjuntaikan kakinya antara dua buah mazadah (kantong air atau geriba besar). Lalu kami bertanya kepadanya, “Dimana kami bisa mendapatkan ar?”. Wanita itu menjawab, “Jauh, jauh sekali. Anda tidak akan dapat menemukannya”. Kami bertanya, “Berapa jauhnya antara kampong Anda dan tempat air itu?”. Dia menjawab, “Sehari semalam perjalanan”. Kami berkata, “Mari kita menemui Rasulullah”. Wanita itu bertanya, “Rasulullah? Apa itu Rasulullah?”. Sejak itu kami tidak membiarkannya lagi, sehingga dia kami bawa pergi ke hadapan Rasulullah. Belau bertanya kepadanya seperti apa yang kami tanyakan,dan dia menjawab seperti jawabannya kepada kami. Selanjutnya dia mencritakan bahwa dia memiliki beberapa anak yatim yang masih kecil-kecil. Kemudian Nabi menyuruh mendudukkan ontanya. Lalu Nabi menyedot air dari kedua geriba itu dengan mulutnya, kemudian disemburkannya kembali. Sesudah itu onta disuruhnya berdiri. Lalu kami yang kehausan berjumlah empatpuluh orang meinum sepuasnya. Bahkan kami mengisi semua geriba kami dan semua tempat air yang ada pada kami, kami isi sampai penuh. Begitu pula teman kami yang junub tadi kami suruh mandi. Hanya onta kamilah yang tidak diberi minum. Walaupun begitu, kedua tempat air wanita itu masih penuh seperti sedia kala, bahkan melebihi semula. Kemudian nabi bersabda: “Kumpulkan makanan yang ada pada kami semuanya”. Lalu kami kumpulkan sisa-sisa makanan yang ada pada kami, kemudian diserahkan Nabi kepad wanita itu seraya berkata, “Pulanglah! Berikan makanan ini kepada keluargamu. Dan ketahuilah, bahwa aku tidak mengurangi sedikit pun air yang kamu bawa”. Ketika wanita itu sampai di kampungnya, dia bercerita kepada mereka tentang peristiwa air yang dialaminya bersama Nabi dan para shabatnya. Katanya, “Tadi aku bertemu dengan tukang sihir yang sangat pandai, atau mungkin sesungguhnya dia itu Nabi sebagaimana dia katakana”. Setelah itu penduduk kampong itu masuk Islam semuanya, termasuk wanita itu, karena petunjuk dari Allah berkat peristiwa yang dialami wanita tersebut.[2]
Pelajaran Hadis Ini
1-Boleh meminta turun pemilik air pada saat yang mendesak, karena para sahabat membawa wanita musyrik itu kepada Nabi dan memintanya turun dari onta, lalau wanita itu turun dan mereka memanfaatkan airnya.
2- Salah satu mukjizat Nabi shallallahu alaihi wasallam berupa keberkahan air.
3- Sudah selayaknya seseorang membalas kebaikan orang lain kepada dirinya, karena Nabi shallallahu alaihi wasallam membalas kebaikan wanita tersebut dengan memberi makanan.
4-Kulit bangkai menjadi suci apabila telah disamak. Inilah inti hadis ini dan karenanya Ibnu Hajar al-Asqalani mencantumkan hadis ini.
5-[Boleh menggunakan kulit bangkai yang sudah disamak untuk menyimpan benda-benda cair. Wudhu’ Nabi shallallahu alaihi wasallam dari air mazadah (geriba yang terbuat dari kulit bangkai yang elah disamak) menjadi dalil bagi hal ini.]
6-[Air yang ada di dalam kulit bangkai yang sudah disamak tetap suci. Yang demikian itu karena sembelihan orang musyrik berstatus sebagai bangkai,haram dan najis. Tetapi bila telah disamak maka kulit bangkai tersebut menjadi suci.]
7-[Bangkai adalah binatang yang mati dengan sendirinya atau disembelih tidak sesuai syari’at. Apabila orang musyrik yang menyembelihnya berarti binatang itu disembelih tidak sesuai syari’at.]
8-[Bejana orang-orang kafir yang tidak diketahui keadaannya adalah suci, karena pada dasarnya suci sehingga tidak hilang dengan sebab keraguan tentang najisnya karena dipakai oleh mereka.]
9-Boleh membalas kebaikan orang kafir, apabila dia memberi sesuatu kepada Anda atau berbuat baik kepada Anda, dengan sesuatu yang sepadan atau lebih baik. Ini termasuk kebaikan agama Islam. Kita membenci orang-orang musyrik dan semua orang kafir (karena kemusyrikan dan kekafiran mereka), tetapi apabila mereka melakukan kebaikan kepada kita maka kita boleh membalas kebaikan mereka. Karena akhlak Islam lebih tinggi dan lebih mulia. Kita boleh membalas kebaikan mereka, tetapi tidak dengan menjual agama kita kepada mereka. Yakni tidak boleh ada sesuatu dari amal perbuatan mereka yang merugikan agama kita. Kita membalas kebaikan mereka tanpa merasa berhutang budi kepada mereka, apalagi tergadai oleh mereka.
10-Boleh berbicara dengan wanita ‘asing’, tetapi dengan syarat aman dari fitnah dan ada keperluan untuk berbicara kepadanya, kecuali orang yang biasa berbicara kepadanya tanpa mahram maka tidak mengapa. Misalnya sudah menjadi kebiasaan seorang lelaki berbicara kepada istri saudaranya dan mengucapkan salam kepadanya, apabila dia masuk sedangkan istri saudaranya itu ada di dalam rumah. Demikian pula istri saudaranya itu biasa mengucapkan salam kepadanya dan masyarakat pun tidak menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang negative.
11- Wanita Muslimah tidak boleh bepergian (safar) seorang diri. Bepergiannya wanita yang disebutkan dalam hadis ini tidak bisa dijadikan dalil, karena ia wanita musyrik sedangkan wanita musrik tidak diwajibkan berkomitmen dengan hukum-hukum Islam kecuali jika dia masuk Islam. Ada kemungkinan yang kuat bahwa peristiwa ini terjadi sebelum diwajibkannya adanya mahram dalam safar, karena Nabi shallallahu alaihi wasallam berkhutbah dan melarang wanita bepergian tanpa mahram itu pada saat haji wada’.
[1] Diriwayatkan oleh Bkhari, 344, dan Muslim, 682.
[2] Shahih Muslim, 643.