Diterjemahkan dari kitab: Fat-hu Dzil Jalali wal-Ikram Bi-syarhi Bulughil Maram
Karya: Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Uthaimin.
Penerbit: Dar Ummil Qura
Penerjemah: Aunur Rafiq Saleh Tamhid Lc.
Hadist 13
وَعَنْ أَبِي وَاقِدٍ اللَّيْثِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا قُطِعَ مِنْ الْبَهِيمَةِ – وَهِيَ حَيَّةٌ – فَهُوَ مَيِّتٌ أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُد وَالتِّرْمِذِيُّ وَحَسَّنَهُ وَاللَّفْظُ لَهُ
Dari Abu Waqid al-Laitsi radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Anggota badan yang dipotong dari binatang yang masih hidup maka potongan itu adalah bangkai”. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Tirmidzi, ia menilainya hasan dan lafazh ini miliknya.[1]
Derajat Hadis
Hadis ini hasan.
Diriwayatkan dari empat jalan dari empat orang sahabat, yaitu dari Abu Said, Abu Waqid al-Laitsi, Ibnu Umar dan Tamim ad-Dari. Hadis Abu Waqid ini diriwayatkan juga oleh Ahmad, 21396, dan al-Hakim, 7150, ia menshahihkannya.
Asy-Syaukani berkata: al-Hakim meriwayatkannya dari Abu Said secara marfu’. Ad-Daruquthni berkata: Yang lebih benar mursal. Sedangkan hadis Ibnu Umar diriwayatkan oleh ath-Thabrani di dalam al-Ausath, di dalamnya ada Ashim bin Umar, ia lemah. Adapun hadis Tamim diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan ath-Thabrani, sanadnya lemah.
Sebab Hadis
Ketika datang ke Madinah, Nabi shallalahu alaihi wasallam mendapati penduduk Madinah memotong punuk-punuk onta dan menjadikan ekor-ekor domba sebagai minyak lalu mereka memotongnya padahal binatang itu masih hidup, kemudian Nabi menyampaikan hadis ini.
Pelajaran Hadis Ini
1-Orang yang berilmu berkewajiban menjelaskan hukum syari’at manakala orang-orang melanggar hukum tersebut. Ia berkewajiban menjelaskannya, karena Nabi shallallahu alaihi wasallam menjelaskan hukum ini ketika melihat orang-orang memotong punuk-punuk onta dan ekor-ekor domba.
2-Bagian anggota badan yang dipotong dari binatang yang masih hidup sama hukumnya dengan bangkai binatang tersebut, berdasarkan sabda Nabi: “Maka ia adalah bangkai”. [Jika anggota badan yang dipotong itu ikan maka potongannya itu suci dan halal, karena bangkai ikan itu suci dan halal].
Disini muncull pertanyaan: Apakah boleh memotong sesuatu dari binatang yang masih hidup atau tidak? Apabila hanya sekedar main-main, atau menyakiti atau balas dendam, maka diharamkan dan tidak boleh. Seperti orang yang tidurnya terganggu oleh suara kambingnya di malam hari lalu dia turun dan langsung memotong lidahnya. Perbuatan ini tidak boleh karena hanya menjadi balas dendam semata, padahal binatang itu tidak mukallaf. Tetapi jika untuk kemaslahatan binatang atau pemiliknya, apakah dibolehkan atau tidak? Boleh, tetapi harus dilakukan dengan cara yang paling tidak menyakitkan. Misalnya mengebiri binatang, karena tindakan ini untuk kemaslahatan binatang dan kemaslahatan pemiliknya juga. Sebab, bila dikebiri maka dagingnya menjadi lebih enak. Nabi shallallahu alaihi wasallam pernah berkurban dengan dua domba yang dikebiri. Ini untuk kemaslahatan binatang dan kemaslahatan pemiliknya juga. Tetapi harus dilakukan dengan cara yang paling tidak menyakitkan, seperti memberikan bius agar tidak terasa sakit.
Apa dalil yang menunjukkan boleh “menyakiti” binatang untuk kemaslahatannya?
Dalilnya, bahwa Rasuullah shallallahu alaihi wasallam “pernah mencap onta sedekah dengan besi panas”.[2] Tentu hal ini menyakiti binatang tetapi untuk kemaslahatan pemilik. Karena cap tersebut sebagai tanda. Maka hal ini menunjukkan boleh dilakukan.
Apakah memotong telinga binatang menyerupai perbuatan orang-orang jahiliyah yang membelah telinga onta betina (bahirah) dan membiarkan onta betina (sa’ibah) pergi kemana saja lantaran sesuatu nazar?
Bentuknya mungkin sama, tetapi apa yang mendorong orang-orang Jahiliyah untuk melakukannya? Hal yang mendorong adalah: sebagai tanda bahwa onta tersebut haram, karena mereka memiliki beberapa kaidah, diantaranya misalnya: Apabila kambing atau onta telah berumur cukup maka diharamkan untuk dinaiki atau diperah dan wajib dibiarkan pergi kemana saja, kemudian mereka membelah telinganya sebagai tanda bagi hal tersebut. Tetapi mereka yang memotong telinga binatang tidak bermaksud untuk mengharamkannya sebagaimana orang-orang Jahiliyah namun dimaksudkan untuk meningkatkan harga dan memanfaatkan kenaikan nilai.
3-Nabi shallallahu alaihi wasallam selalu berusaha keras menyampaikan petunjuk kepada umat manusia. Begitu mengetahui masalah, Nabi segera memberikan penjelasan.
4-Sebagian ulama mengecualikan dua hal dari hukum ini:
Pertama: Kantong kasturi yang dipotong dari kijang ibu kasturi (ghazal al-miski)[3] sedangkan kijang tersebut masih tetap hidup. Kasturi yang dikeluarkan dari darahnya itu suci, berdasarkan as-Sunnah dan ijma’, karena apa yang dipotong dari kijang itu sama seperti telor, rambut dan lainnya. Ini dikecualikan oleh sebagian ulama. Mereka berkata: Kaum Muslimin masih menggunakan wewangian kasturi yang dikeluarkan dari darah kijang.
Kedua: Binatang buruan yang tertangkap tetapi orang-orang yang menangkapnya tidak bisa menyembelihnya. Imam Ahmad menyebutkan bahwa para sahabat melakukannya. Yaitu ketika para sahabat memburu dhab (semacam biawak) kemudian mereka berhasil menangkapnya lalu memotongnya. Sebagian orang memotong kakinya dan sebagian yang lain memotong tangannya hingga mati. Imam Ahmad tidak berdalil dengan hadis tetapi Beliau berdalil dengan perbuatan sahabat. Namun hal ini juga bisa dibenarkan, karena ini menyangkut binatang buruan. Sedangkan binatang buruan boleh dilukai di bagian mana saja dari badannya. Para sahabat tersebut melukainya semua, kemudian luka ini seperti binatang buruan yang terkena lemparan anak panah. Hanya dua kasus ini yang dikecualikan para ulama dalam hal ini.
[Dalam riwayat al-Bukhari disebutkan dari hadis Rafi’ bin Khudaij, ia berkata: Kami pernah bersama Nabi shallallahu alaihi wasallam di Dzil Hulaifah, kemudian ada seekor onta lari lalu para sahabat mengejarnya tetapi mereka tidak mampu, lalu ada seseorang yang membidiknya dengan anak panah hingga Allah menghentikan onta itu (melalui bidikan orang tersebut). Kemudian Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya onta-onta ini ada yang suka lari seperti binatang buas. Karena itu apabila ada yang lari dari kalian maka lemparlah dengan anak panah seperti buruan”.][4]
[1] Diriwayatkan oleh Tirmidzi, 1480, Abu Dawud, 2858, dan dishahihkan oleh al-Albani di dalam Shahih al-Jami’, 5652.
[2] Diriwayatkan oleh Bukhari, 1502, dan Muslim, 2119.
[3] Kijang ibu kasturi berwarna hitam memiliki dua taring yang berwarna putih dan menonjol, kelenjar yang ada di pusat perutnya mengeluarkan darah pada waktu-waktu tertentu dalam setahun, lalu merasa sakit karena darah tersebut. Apabila telah sempurna maka kulit yang menjadi kantongnya jatuh lalu darinya terbuat parfum yang paling baik. Al-Mutanabbi berkata memuji Saifud Daulah: “Jika kamu mengungguli manusia sedangkan kamu termasuk diantara mereka – maka kasturi adalah bagian dari darah kijang”.
[4] Diriwayatkan oleh Bukhari, 5544, Muslim, 1968, Tirmidzi, 1492, Nasa’I, 4409, Abu Dawud, 2821, Ibnu Majah, 3183, dan Ahmad, 27884.