Syarah Kitab Bulughul Maram (Hadist 12)

Diterjemahkan dari kitab: Fat-hu Dzil Jalali wal-Ikram Bi-syarhi Bulughil Maram

Karya: Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Uthaimin.

Penerbit: Dar Ummil Qura

Penerjemah: Aunur Rafiq Saleh Tamhid Lc.

Hadist 12

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِي شَرَابِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ ثُمَّ لِيَنْزِعْهُ فَإِنَّ فِي أَحَدِ جَنَاحَيْهِ دَاءً وَفِي الْآخَرِ شِفَاءً أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيُّ وَأَبُو دَاوُد . وَزَادَ وَإِنَّهُ يَتَّقِي بِجَنَاحِهِ الَّذِي فِيهِ الدَّاءُ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Apabila lalat jatuh ke dalam minuman salah seorang diantara kalian maka hendaklah ia mencelupkannya kemudian membuangnya. Karena di salah satu sayapnya ada penyakit dan di sayap yang lain ada penawar”. Diriwayatkan oleh Bukhari[1] dan Abu Dawud[2], ia menambahkan: “Dan sesungguhnya lalat itu menjaga dirinya dengan sayap yang ada penyakitnya”.

 

Kosakata Dan Penjelasan

Adz-Dzubab: Lalat. Ia termasuk binatang yang paling lemah dan tidak memiliki tempat menetap. Karena itu Allah menjadikannya sebagai perumpamaan: “Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya”. (al-Hajj: 73) Disamping tantangan yang terkait dengan ayat kauniyah ini, juga terdapat tantangan yang terkait dengan ayat syar’iyah: “Katakanlah: ‘Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa al-Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain”. (al-Isra’: 88)

Syarab: Minuman. Kata ini mufrad (tunggal) yang di-idhafah-kan sehingga memiliki makna umum, yakni minuman apa saja: Air, susu, kuah atau apa saja yang cair.

Falyaghmishu: Hendaklah ia mencelupkannya. Berarti minuman itu harus cair supaya bisa dicelupkan, karena jika tidak cair maka tidak bisa dicelupkan. Seperti madu. Madu termasuk minuman tetapi tidak bisa dicelupkan ke dalamnya. Karena itu lalat yang jatuh ke dalam madu harus diambil dan madu yang di sekitarnya dibuang.

Syifa’: Penawar, yakni bagi penyakit yang ada pada sayapnya yang lain, atau bisa juga bagi semua penyakit. Maha Suci Allah! Nabi shallallahu alaihi wasallam bukan lulusan kuliah kedokteran tetapi dari mana Beliau mengetahui hal ini di zaman tersebut? Pada zaman itu belum ada penelitian dan belum ada kedokteran yang maju. Tetapi Beliau mendapat wahyu dari Allah.

 

Pelajaran Hadis Ini

1-Penjelasan syari’at Islam meliputi penyakit fisik dan penyakit hati. Karena itu tidak ada sesuatu pun yang diperlukan manusia kecuali telah dijelaskan Allah dan Rasul-Nya. Ini merupakan kaidah umum. Di dalam al-Quran dan as-Sunnah terdapat prinsip-prinsip yang bermanfaat dalam dunia kedokteran dan kesehatan, baik yang terkait dengan penyakit-penyakit hati ataupun penyakit-penyakit fisik.

2-Lalat tidak najis, baik dalam keadaan hidup ataupun mati. Kesimpulan ini diambil dari sabdanya: “Apabila lalat jatuh kedalma minuman salah seorang diantara kalian maka hendaklah ia mencelupkannya”. Sekiranya najis pasti harus dibuang airnya, karena air yang sedikit akan terpengaruh oleh binatang seperti lalat apalagi jika lalatnya banyak.

3-Apabila lalat jatuh ke dalam makanan yang tidak cair maka ia tidak perlu dicelupkan. Kesimpulan ini diambil dari mafhum (pengertian yang terkandung dalam lafazh). Ini dari sisi dalalah syar’iyah. Sedangkan dari sisi dalalah ‘aqliyah: Jika Anda mencelupkan atau membenamkan lalat ke dalam makanan yang tidak cair maka lalat itu akan berantakan di dalam makanan sehingga menjadi kotor dan semakin menjijikkan.

4-Bila lalat itu suci, baik dalam keadaan hidup ataupun mati, apakah selain lalat bisa dikiaskan kepadanya?  Para ulama berkata: Ya, bisa dikiaskan kepadanya semua binatang yang tidak memiliki darah yang mengalir, karena ia suci baik dalam keadaan hidup ataupun mati. Bahkan seandainya haram tetapi ia suci. Seperti kumbang, ia suci. Seandainya jatuh ke dalam air dan mati maka air itu tetap suci dan tidak najis. Kalajengking juga suci, karena tidak memiliki darah. Jika ia jatuh ke dalam air , sekalipun air itu berubah, maka air itu tetap suci karena ia tidak najis dengan kematiannya. Berbeda dengan cicak. Menurut Imam Ahmad, cicak memiliki darah yang mengalir, karena itu ia tidak bisa disamakan dengan lalat.

5-Menjelaskan tentang kekuasaan Allah dan bahwa Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Lalat adalah binatang kecil dan lemah tetapi di dalam dirinya terdapat dua hal yang saling berlawanan, yaitu penyakit dan penawar. Ini menunjukkan kesempurnaan kekuasaan Allah. Kita mengetahui bahwa Allah Maha Kuasa menciptakan sesuatu yang bermanfaat dan sesuatu yang berbahaya secara terpisah. Tetapi yang lebih mengagumkan adalah menciptakan kedua hal tersebut dalam satu binatang yang kecil dan lemah.

Dari hal ini juga bisa disimpulkan bahwa Allah kadang menetapkan hukum halal dan haram pada sesuatu di dalam satu jasad, sehingga sebagiannya halal dan sebagian yang lain haram. Apakah hal ini mungkin terjadi? Di dalam syari’at Islam tidak ada binatang yang sebagiannya halal dan sebagian yang lainnya haram. Tetapi di dalam syari’at agama Yahudi hal itu terjadi. Allah berfirman: “Dan kepada orang-orang Yahudi, Kami haramkan segala binatang yang berkuku” (al-An’am: 146). Para ulama berkata: Setiap binatang yang kakinya tidak terbelah seperti onta. “Dan dari sapi dan domba, Kami haramkan atas mereka lemak dari kedua binatang itu”. Dagingnya halal tetapi lemaknya haram. “Selain lemak yang melekat di punggung keduanya” yakni lemak yang di atas punggung itu halal, karena –wallahu a’lam—sulit membersikannya dari daging. “Atau yang di perut besar” yaitu usus. “Atau yang bercampur dengan tulang” karena –wallahu a’lam—sulit untuk membersihkannya.

Lalat seekor binatang yang sebagiannya mengandung penyakit dan sebagian lainnya mengandung penawar. Sebagian ulama berpendapat, ada binatang yang sebagiannya punya hukum tertentu dan sebagian lainnya punya hukum yang lain, seperti onta. Sebagian ulama mengatakan bahwa lemak onta tidak membatalkan wudhu’ sedangkan dagingnya membatalkan wudhu’. Tetapi pendapat ini tidak benar. Di dalam syariat Islam tidak ada binatang yang sebagiannya halal dan sebagian lainnya haram, atau sebagiannya suci dan sebagian lainnya najis.

6-Air sekalipun berubah rasanya karena terjatuhi lalat yang dicelupkan ke dalamnya tidak najis. Kesimpulan ini diambil dari sabdanya: “Maka hendaklah ia mencelupkannya”. Sisi pengambilan dalilnya, bahwa seandainya pencelupannya itu mengakibatkan najis pasti Nabi tidak memerintahkan untuk mencelupkannya, karena hal ini bisa merusak air tersebut dan hal ini tidak mungkin terjadi dalam syari’at Islam.

7-Lalat haram dimakan, berdasarkan sabda Nabi: “Kemudian hendaklah a membuangnya”, agar tidak masuk ke dalam minuman. Apakah bisa dikiaskan kepada lalat binatang lain yang serupa diantara binatang yang dirasakan menjijikkan oleh jiwa? Sebagian ulama berpendapat bisa dikiaskan kepadanya binatang yang serupa dengnnya dinatara binatang yang dirasakan menjijikkan oleh jiwa. Maksudnya jiwa yang lurus, tidak semua jiwa. Karena ada sebagian orang yang tidak punya rasa jijik kepada segala sesuatu.

8-Perintah pada sabda Nabi: “Maka hendaklah ia mencelupkannya” untuk memberi bimbingan, karena Nabi ingin menjelaskan bahwa sesuatu yang berbahaya ini bisa ditolak dengan sesuatu yang menjadi penawarnya. Jadi, perintah ini menjadi anjuran atau bimbingan semata. Jika seseorang ingin membuang lalat yang jatuh ke dalam minuman tanpa mencelupkannya maka kami melarangnya dari tindakan ini, karena apabila lalat telah jatuh ke dalam minuman maka penyakitnya telah tertinggal di dalamnya dan tidak bisa dihilangkan kecuali denan mencelupkan lalat tersebut.

9- Apabila lalat telah dicelupkan dan dibuang, apakah minuman itu diminum atau boeh ditinggalkan? Boleh diminum karena kita telah aman dari penyakit. Tetapi jika seseorang tidak bisa meminumnya karena tidak menyukainya maka ia tidak boleh dipaksa untuk meminumnya, karena Nabi shallallahu alaihi wasallam juga tidak menyukai sesuatu yang mubah dan tidak memakannya, seperti biawak (dhab) seraya menjelaskan alasannya: “Sesungguhnya ia tidak ada di negeriku sehingga aku merasa jijik memakannya”.[3]

10-Jika lalat jatuh ke dalam minuman kemudian Anda telah mencelupkannya kemudian membuangnya, apakah saya harus memberitahukan kepada seseorang yang akan meminumnya bahwa minuman itu pernah terjatuhi lalat? Tidak harus memberitahukannya, karena tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan. Bahkan jika diberitahu mungkin ia termasuk orang yang tidak suka meminumnya. Jika tidak ada larangan syar’i dan tidak ada bahaya maka tidak wajib memberitahukan hal tersebut.

11-Di dalam hadis ini ada kemukjizatan ilmiah, karena ilmu pengetahuan modern telah membuktikan adanya hakikat ilmiah tentang adanya penyakit di dalam salah satu sayap lalat dan adanya penawar di dalam sayapnya yang lain. Temuan dan penelitian ilmiah ini memberikan dua manfaat kepada kita: Pertama, menambah ketenangan. Kedua, membantah mereka yang bersuara sumbang terhadap syari’at karena adanya hal-hal yang tidak bisa diterima oleh akal mereka yang picik. Maka dengan penelitain dan temuan ilmiiah ini kita bisa mengatakan bahwa para ilmuwan dan dokter telah memberikan kesaksian mengenai kebenaran hal tersebut. Tetapi tanpa temuan dan penelitian ilmiah pun kami percaya sepenuhnya kepada al-Quran dan as-Sunnah.

[1] Diriwayatkan oleh Bukhari, 3320.

[2] Diriwayatkan oleh Abu Dawud, 3844, dan dishahihkan oleh al-Albani di dalam Shahih al-Jami’, 835. Hadis tentang lalat tidak hanya diriwayatkan dari Abu Hurairah tetapi juga diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri dan Anas bin Malik sebagaimana disebutkan dalam Musnad Ahmad (diriwayatkan oleh Nasa’I, 4262, Ibnu Majah, 3504 dan Ahmad, 10805, dari Abu Said al-Khudri).

[3] Diriwayatkan oleh Bukhari, 5391, dan Muslim, 1945.