MENEGASKAN HIJRAH DIRI DAN JAMAAH
oleh (KH DR Surahman Hidayat MA) SCC Pusat
No Seri: 204/07/2024
إنَّ الْحَمْدَ لِلّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفرهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ وَنُعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللّه فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِل فَلاَ هَادِي لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إلَهَ إلاّ اللّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ والصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى حَبِيْبِنَا وَحَبِيْبِ رَبِّ العالمَيْنَ إمامِ المتقين وقَائدِ الغُرِّ المُحَجَّلِينَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وأنصاره وأحْبَابِه وَمَنْ تَبِعَهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ أَمّا بَعْدُ».
فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ، حَيْثُ قَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْعَزِيْزِ يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
KHUTBAH I
Jamaah Jum’at rahimakumullah
Alhamduillahi rabbil ‘alamin, puji dan syukur hanya milik Allah Swt yang telah memberikan banyak nikmat dan rahmat-Nya kepada kita. Terutama nikmat Iman, Islam, dan Ihsan. Salawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada suri tauladan umat manusia, baginda Nabi Muhammad saw, kepada seluruh keluarga, para sahabat, serta seluruh ummatnya hingga akhir zaman.
Saat ini seiring dengan datangnya bulan Muharram, kita berada di tahun baru Islam 1446 H. Penetapan tahun baru Islam merupakan hal yang istimewa. Ia tidak merujuk kepada kelahiran Nabi saw, tidak kepada wafat beliau, tidak juga kepada saat beliau diangkat sebagai Nabi dan Rasul saw. Namun tahun baru Islam ditetapkan dengan merujuk kepada peristiwa Hijrah Nabi saw dan para sahabat dari Mekkah ke Madinah. Satu peristiwa yang sangat fenomenal karena mengandung spirit perubahan, perpindahan, dan transformasi. Tentu yang dimaksud adalah perubahan menuju ke arah yang lebih baik, yang mendatangkan maslahat dan kebaikan dunia dan akhirat.
Secara etimologi, hijrah adalah berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain atau dari satu keadaan kepada keadaan yang lain. Dalam hijrah terkandung sejumlah substansi yang sangat penting untuk menjadi pondasi dalam melakukan transformasi.
Hijrah adalah Proses Tathahhur
Pertama, hakikat hijrah adalah membersihkan dan menjauhkan diri dari hal-hal yang buruk dan tercela. Ia adalah proses transformasi dari maksiat menuju taat, dari dosa kepada ibadah. Nabi saw bersabda,
المُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ المُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ، وَالمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ
Seorang muslim adalah yang orang-orang Islam yang lain selamat dari gangguan lisannya dan gangguan tangannya. Sedangkan orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR Bukhari)
Dalam hal ini Nabi saw memberikan penjelasan bahwa hijrah yang sejati adalah tarkul manhiyyat, yaitu meninggalkan segala sesuatu yang dilarang oleh Allah. Jadi hijrah tidak selalu diartikan perpindahan yang bersifat fisik. Namun yang paling hakiki adalah perubahan hati dan jiwa untuk membersihkan diri dengan meninggalkan dosa dan maksiat.
Bertekad dan Bergegas Melakukan Kebaikan
Dalam konteks saat ini, setelah Mekkah jatuh ke tangan umat Islam dan dikuasai oleh umat Islam, maka tidak ada lagi hijrah dari Mekkah ke negeri lain serta tidak ada lagi pahala besar seperti yang didapat oleh mereka yang berhijrah dari Mekkah di masa Nabi saw. Namun demikian, bukan berarti tidak terdapat peluang untuk mendapat kebaikan dan pahala. Peluang untuk mendapat pahala dan kebaikan masih terbuka luas dengan cara berjuang dan menguatkan niat serta semangat untuk membela dan memperjuangkan kebenaran. Itulah yang ditegaskan oleh Nabi saw,
لا هِجْرَةَ بَعْدَ الفَتْحِ، وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ، وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فانْفِرُوا ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ(
Dari Aisyah ra, dia berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak ada hijrah setelah terbukanya kota Mekah. Akan tetapi (yang ada) adalah jihad dan niat. Dan jika kamu diminta berangkat berjuang, maka berangkatlah.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari hadits di atas dapat dipahami bahwa yang menjadi tugas umat saat ini adalah bergerak dan bergegas melakukan berbagai kebaikan, bergegas untuk memperjuangkan kebenaran disertai niat yang baik dan mulia. Dengan kata lain, masih terdapat begitu banyak lahan amal saleh untuk meraih berbagai kemuliaan di sisi-Nya.
Iltizam (Komitmen)
Keinginan untuk berubah dan bergerak menuju kebaikan tidak akan terwujud tanpa disertai komitmen yang kuat. Maka, hijrah ditandai dengan sikap komitmen dalam kebenaran, komitmen dalam melaksanakan perintah Allah, serta komitmen dalam menjauhi larangan-Nya.
Bahkan pada saat menyerang musuh sekalipun, Islam memerintahkan untuk tetap komitmen dengan rambu yang ada. Misalnya tidak menyerang saat azan terdengar. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits:
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ قَالَ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ حُمَيْدٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا غَزَا بِنَا قَوْمًا لَمْ يَكُنْ يَغْزُو بِنَا حَتَّى يُصْبِحَ وَيَنْظُرَ فَإِنْ سَمِعَ أَذَانًا كَفَّ عَنْهُمْ وَإِنْ لَمْ يَسْمَعْ أَذَانًا أَغَارَ عَلَيْهِمْ قَالَ فَخَرَجْنَا إِلَى خَيْبَرَ فَانْتَهَيْنَا إِلَيْهِمْ لَيْلًا فَلَمَّا أَصْبَحَ وَلَمْ يَسْمَعْ أَذَانًا رَكِبَ وَرَكِبْتُ خَلْفَ أَبِي طَلْحَةَ وَإِنَّ قَدَمِي لَتَمَسُّ قَدَمَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَخَرَجُوا إِلَيْنَا بِمَكَاتِلِهِمْ وَمَسَاحِيهِمْ فَلَمَّا رَأَوْا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا مُحَمَّدٌ وَاللَّهِ مُحَمَّدٌ وَالْخَمِيسُ قَالَ فَلَمَّا رَآهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ خَرِبَتْ خَيْبَرُ إِنَّا إِذَا نَزَلْنَا بِسَاحَةِ قَوْمٍ { فَسَاءَ صَبَاحُ الْمُنْذَرِينَ }
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id berkata, telah menceritakan kepada kami Isma’il bin Ja’far dari Humaid dari Anas bin Malik, bahwa Nabi saw jika memerangi suatu kaum bersama kami, maka beliau tidak menyerang kaum tersebut hingga datangnya waktu shubuh (menunggu). Jika mendengar suara azan, beliau mengurungkannya. Namun bila tidak terdengar suara azan maka beliau menyerangnya.” Anas bin Malik berkata, “Maka pada suatu hari kami keluar untuk menyerbu perkampungan Khaibar, kami lantas menunggu hingga malam hari. Ketika datang waktu pagi dan beliau tidak mendengar suara adzan, beliau menaiki tunggangannya sementara aku membonceng di belakang Abu Thalhah. Sungguh kakiku menyentuh kaki Nabi saw.” Anas bin Malik melanjutkan kisahnya, “Penduduk Khaibar keluar ke arah kami dengan membawa keranjang dan sekop-sekop mereka, ketika mereka melihat Nabi saw, mereka berkata, “Muhammad! Demi Allah, Muhammad dan pasukannya (datang)!” Kata Anas, “Ketika Rasulullah saw melihat mereka, beliau bersabda: “Allahu Akbar, Allahu Akbar, hancurlah Khaibar! Sesungguhnya kami, apabila mendatangi perkampungan suatu kaum, amat buruklah pagi hari yang dialami orang-orang yang diperingatkan tersebut ‘ (Qs. Ash Shaffaat: 177). (HR al-Bukhari)
Hal yang sama dilakukan oleh Abu Ubaydah ketika ia menarik pasukannya ke garis 1 Muharram meski telah masuk jauh. Hal itu dilakukan karena protes dari seorang ulama bahwa 1 Muharram dilanggar oleh pasukan Abu Ubaydah.
Memperlihakan Wibawa dan Kemuliaan
Allah befirman dalam Alquran,
وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَٰكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَعْلَمُونَ
Kemuliaan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tidak mengetahui. (QS al-Munafiqun: 8).
Karena itu, kemuliaan sebagai muslim dan sebagai umat Muhammad saw harus terus dijaga dan ditampakkan. Di antaranya dengan menunjukkan identitas yang membedakan dengan umat lain. Itulah misalnya yang ditampakkan oleh Nabi saw terkait dengan ibadah puasa Asyura.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَئِنْ بَقِيتُ إِلَى قَابِلٍ لَأَصُومَنَّ التَّاسِعَ
Seandainya tahun depan aku masih hidup, niscaya aku akan berpuasa pada hari ke sembilan (Muharram). (HR Muslim)
Seperti diketahui, puasa asyura (10 Muharam) bertepatan dengan puasa yang dilakukan umat Yahudi. Pada tanggal itu, mereka berpuasa karena ungkapan syukur kepada Allah Swt yang telah menyelamatkan Nabi Musa as. Maka, untuk menyelisihi puasanya orang-orang Yahudi Nabi saw bertekad bila masih hidup hingga bulan Muharram tahun depan, beliau akan berpuasa di hari ke sembilan bersama hari Asyura (10 Muharram).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa esensi hijrah adalah upaya untuk terus melakukan perubahan dengan meninggalkan larangan-Nya, melakukan kebaikan dan perbaikan, komitmen dengan rambu syariat, disertai kebanggaan sebagai umat Muhammad saw. Baik dalam lingkup pribadi maupun lingkup jamaah.
Semoga taufik dan inayah Allah membersamai kita semua.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ بالْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ تِلاَوَتَه فِي كُلِّ وَقْتٍ وَحِين إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. واسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
KHUTBAH II
اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا، أَمَّا بَعْدُ،
فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ،
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَالْجَنَّةَ وَنَعُوْذُ بِكَ مِنْ سَخَطِكَ وَالنَّارِ
اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وشَمَاتة الأعْداَء وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً،
اَللَّهُمَّ افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَّا بِالْحَقِّ وَاَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ الْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَر